Ada Workshop Bikin Paspor di Komunitas Blogger

Buat orang yang nggak pernah pergi keluar negeri, ketakutan terbesar justru ketika harus bikin paspor.

Malah, ditolak bikin paspor itu justru lebih horor ketimbang baca harga tiket pesawat.

Arisan Ilmu Emak-emak Blogger Surabaya

Sewaktu flyer Arisan Ilmu Komunitas Emak-emak Blogger Surabaya dinaikkan dan diumumkan bahwa topiknya adalah Travelling Hemat ke Luar Negeri, saya sempat menganggap ini cemen.

Saya mikir, apa susahnya sih bepergian ke luar negeri, kan tinggal beli tiket pesawat doang dan pesan hotel? Asal ada paspor, dan kita bukan TKI gelap apalagi teroris, ya tinggal masuk ke negar orang dan bersenang-senanglah.

Tetapi saya tetap datang ke acara itu, meskipun mungkin saya sudah tahu isi pidato pembicaraannya. Karena sebetulnya ada yang lebih penting ketimbang sekedar pamer-pamer wawasan dalam acara pul-kumpul kayak gini, dan agenda utama saya sebetulnya adalah networking.

Semakin sering saya ngumpul dengan kolega-kolega blogger saya, semakin dekat saya mengenal mereka, semakin kuat feeling saya untuk bisa paham mana kolega yang bisa diajak kerja sama (dan mana yang lebih baik partnership-nya ditunda dulu).

Plus lagian kali ini pembiacaranya ialah Vika Wahdah, travel blogger yang sudah malang-melintang tamasya ke mana-mana. Mendengarkan orang lain bicara mungkin memang bisa menambah-nambah pengetahuan barang sedikit.

Travelling Hemat ke Luar Negeri

Jadi ini saya kisahkan ulang hasil kuliah Mbak Vika dalam Arisan Ilmu, supaya bisa jadi bahan timbang-timbang buat pembaca yang masih butuh pengetahuan dasar-dasar aja tentang gimana cara bepergian keluar negeri.

Pada dasarnya, kalau mau ke luar negeri, ada beberapa poin besar yang mesti dikerjakan:

  1. Beli tiket pesawat,
  2. Bikin paspor,
  3. Pesan penginapan,
  4. Bikin visa,
  5. Bikin itinerary,
  6. Persiapan keberangkatan.

Dan ternyata banyak kawan-kawan blogger yang masih gelagapan dengan langkah-langkah ini, makanya ini dijadikan tema diskusi kali ini.

Bagaimana Cara Mengurus Paspor?
Biaya pembuatan paspor
Paspor saya

Paspor ini mutlak hukumnya wajib buat kita yang mau keluar negeri. Sebab, paspor ini merupakan surat tanda bukti berbentuk buku yang menyatakan bahwa kita adalah warga dari suatu negara tertentu.

Kebayang di dunia ini ada orang yang dibuang dari negaranya dan nggak punya paspor. Contohnya, pengungsi Rohingya atau pengungsi Syria. Kalau terjadi macam-macam pada mereka, nggak ada yang melindungi mereka karena nggak ada negara yang mengakui mereka sebagai warganegaranya.

Paspor dibikin di Kantor Imigrasi tempat KTP kita dirilis. Masa berlakunya lima tahun. Kalau sudah habis, harus bikin baru lagi.

Proses pembuatan paspor sebetulnya mudah. Kita datang ke Kantor Imigrasi, menyerahkan berkas persyaratan untuk membuat paspor. Lalu Kantor Imigrasi kita akan mewawancarai kita, kemudian kita membayar biaya pembuatan paspor dan paspor kita pun jadi.

Persoalan dari pembuatan paspor ini menjadi rumit karena hampir semua orang punya keluhan sama, yakni malas ngantre. Setiap hari Kantor Imigrasi menerima sekitar 500 orang yang ingin bikin paspor, dan itu bisa bikin petugas maupun pendaftarnya jadi puyeng bersama.

Apa sebab ngantre? Tidak lain dan tidak bukan adalah petugasnya mesti verifikasi dokumen persyaratan yang dibawakan pendaftarnya.

FYI, dokumen yang menjadi persyaratan membuat paspor antara lain:

  1. KTP
  2. Kartu Keluarga
  3. Akte kelahiran, atau buku nikah, atau ijazah
  4. dan lain-lain.

Contoh kasus dan lain-lain ini misalnya jika pendaftarnya ialah seorang PNS, anggota TNI, polisi, atau pegawai BUMN, maka ia mesti membawa surat referensi dari atasannya.

Sampel dan lain-lain bisa juga berupa paspor anak. Semisal kita kepingin buat paspor anak untuk anak kita, maka pada saat wawancara, baik ibu si anak maupun ayah si anak harus hadir. Biarpun bisa jadi kedua orang tua si anak sudah bercerai. Dari sumber lain, saya juga dapat berita bahwa kadang-kadang paspor orangtuanya diperiksa juga untuk memohon bikin paspor si anak.

Oh ya, akhirnya saya cari sendiri dokumen yang diperlukan untuk persyaratan membuat paspor.

Beberapa ke-awkward-an kadang terpaksa terjadi dalam mengurus paspor lho, yang sebetulnya kalau ditelisik-telisik, kekacauan ini terjadi akibat kelalaian administrasi dari dokumen pembuatan paspor yang dibawa sendiri oleh sang pendaftar.

Contoh 1) Teman saya, sebut aja namanya Bunga, mau bikin paspor dan sudah bawa dokumen lengkap. Ternyata, namanya di KTP dan namanya di ijazah itu beda. Yang satu pakai nama tenah, yang satu lagi nggak pakai nama tengah. Langsung dicoret deh sama petugas Imigrasinya.

Contoh 2) Teman saya yang lainnya, sebut aja namanya Kembang, mau bikin paspor dan sudah bawa kartu keluarga. Ternyata kartu keluarganya nggak ada tanda tangan kepala keluarganya. Iya kalau kita langsung tanda tangan kartunya di situ; lha di kasus ini, kartunya sudah kadung dilaminating di tempat percetakan murah. Petugas Imigrasinya nggak tedeng aling-aling, dokumen pembuatan paspor yang diajukan nggak bisa dilanjutkan. Hayoo..kartu keluarga Anda sendiri sudah diteken suami Anda atau belum..?

Ini video ilustrasi cara pembuatan paspor di sebuah kantor imigrasi di Jakarta:

Pengalaman saya sendiri bikin paspor juga cukup rese, biarpun bukan urusan error administrasi. Silakan baca pengalaman saya waktu bikin paspor.

Jenis Paspor Menentukan Biaya Pembuatan

Tapi nggak ada lagi yang lebih awkward dalam bikin paspor selain urusan perduitan. Apakah Anda sudah ngeh berapa biaya pembuatan paspor? Biaya ini sekarang tergantung dari jenis paspor yang kita bikin. In fact, ada tiga macam paspor saat ini yang paling ngetop:

  1. Paspor 24 halaman, berbentuk buku. Biaya pembuatan paspor ini Rp 100k.
  2. Paspor 48 halaman, berbentuk buku juga. Biayanya Rp 300k.
  3. Paspor elektronik 48 halaman, berbentuk file elektronik yang bisa dicetak. Biayanya Rp 600k.

Anda yang pecinta ngirit mungkin lebih suka paspor 24 halaman. Tunggu tulisan saya berikutnya kenapa paspor elektronik jauh lebih menguntungkan.

Mbak Vika sendiri cerita pengalaman jeleknya bikin paspor 24 halaman. Jadi ceritanya, dos-q iseng bikinkan tiga paspor untuk sekeluarga. Untuk anaknya, dibuatkan paspor 24 halaman. Untuk suaminya, dibuatkan paspor 48 halaman. Untuk dirinya sendiri, dibuatkan paspor elektronik 48 halaman.

Menjelang mau berangkat ke Sinx bareng suami dan anaknya, dos-q kudu melewati pemeriksaan Imigrasi di bandara. Paspor Mbak Vika dicek duluan, dan petugas Imigrasinya sumringah binti sok ramah. Tetapi giliran paspor anaknya diperiksa, mendadak mimik si petugas jadi flat dan nyeletuk, “Calon TKI ya?”

Padahal anak Mbak Vika masih balita.

Memang sejarahnya mula-mula paspor 24 halaman itu dibikin untuk buruh-buruh migran. Tetapi sudah semenjak tahun 2014 peraturan berubah dan orang Indonesia boleh bikin paspor 24 halaman saja biarpun untuk jadi turis. Orang kita sering bikin paspor 24 halaman ini untuk anak mereka, atau untuk babysitter anaknya.

Dan yang diskriminatif terhadap ketebalan paspor itu cuma petugas imigrasi Republik Indonesia doang kok. Kalau petugas di negara lain sih enggak.

Mengurus Pembuatan Paspor Sendiri vs Menitip Jasa Pengurusan Paspor

Tentu saja kita tidak harus mengantre lama-lama untuk bikin paspor. Selalu ada makelar-makelar profesional yang bisa kita titipi untuk menguruskan pembuatan paspor kita. Berikut ini perbandingan singkat antara bikin paspor sendiri dan dibikinkan paspor oleh makelar.

Mengurus Pembuatan Paspor Sendiri

Pro: Biaya yang dikeluarkan sesuai aturan Pemerintah.

Kontra: 

  1. Makan waktu berjam-jam cuma demi menunggu, dari antre untuk menyerahkan berkas dokumen persyaratan, sampai antre untuk wawancara. Tidak cocok untuk mereka yang nggak selo.
  2. Kalau berkasnya error administrasi seperti kasus Bunga dan Kembang di atas, maka kita harus bolak-balik untuk mengurus perbaikannya sendiri.

Menitip ke Jasa Pengurusan Paspor oleh Travel Agent

Pro:

  1. Tinggal tahu beres, cuma menitipkan berkas ke agen. Kita cuma perlu datang pada jam yang sudah ditentukan untuk wawancara. Cocok untuk kita yang sibuk.
  2. Berkas yang sudah diterima oleh travel agent hampir selalu bisa diluluskan oleh petugas Imigrasi.

Kontra: Biaya pembuatan paspor lebih besar, karena ada jasa titip, bukan? Selisih biaya pengurusan paspor pada travel agent dengna mengurus sendiri bisa sampai sepertiganya.

Segini dulu hasil narasi saya dari khotbah Mbak Vika di Arisan Ilmu komunitas blogger ini. Besok-besok saya akan sambung dengan cara berburu tiket pesawat promo, cara memilih penginapan yang nyaman tapi nggak mahal di luar negeri, dan cara bikin visa.

Sambil nungguin tulisan saya selesai, kasih tahu dong, gimana kesan-kesan Anda sendiri setelah bikin paspor? 😀

Dompet paspor
Kalau sudah punya paspor, bisa disimpan di dompet paspor khusus supaya lebih terorganisir.

22 comments

  1. Indira says:

    Super duper komplit mbak Vicky..keren..mau perpanjang passport sebentar lagi, terus lupa dech apa aja yg disiapin. TFS. Salam kenal mbaakk

  2. Ria says:

    aku nyesel gak langsung bikin aja yg e-paspor. bikinnya paspor biasa… ya , blm tau jg sih mau kemane… hahahah…
    Yg bikin kesel adalah ada perubahan nama di KTP dan KK, tp krn perpanjang, yg diikuti oleh kantor imigrasi ya nama di paspor sebelumnya. Hanya ada tambahan endorsement. Hih, bikin sebel aja

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Wah, Mbak Ria, sayang banget. Padahal kalau aku sih kayaknya bakalan langsung bikin paspor elektronik aja (terakhir kali aku bikin paspor, waktu itu belum ada jenis e-paspor). Moga-moga lain kali Mbak Ria bikin e-paspor juga ya..

Tinggalkan komentar