Sewaktu kecil, gw mikir betapa membosankannya sekolah coz setiap hal yang gw lakukan harus sama seperti yang anak lain lakukan. Misalnya, anak-anak beli sepatu hitam yang ada cap sekolahnya, lalu gw sebaiknya beli (padahal modelnya juga nggak terlalu gw suka). Anak-anak lain ikut les tambahan sepulang sekolah sama wali kelas, dan gw satu-satunya yang nggak ikutan (nilai gw udah bagus-bagus, kenapa gw harus ikut pelajaran tambahan yang “mbayar”?). Lalu, setiap kali pelajaran bahasa Indonesia, tiap halaman buku tulis harus digarisin di sisi kirinya (sampai sekarang gw masih nggak ngerti gunanya garis pinggir itu).
Dari semua itu, yang paling nggak gw suka adalah seragam sekolah.
Mungkin coz dulu sinetron nggak sengetop sekarang, maka tontonan tivi sehari-hari gw adalah film-film bikinan Hollywood, dan di film-film itu gw lihat anak-anak di luar negeri tidak pakai seragam sekolah dan mereka nampak lebih “ekspresif”.
Tentu saja waktu itu gw nggak tahu bahwa tidak semua negara yang maju dalam menegakkan hak kebebasan berekspresinya juga membolehkan murid-murid SD-nya nggak pakai seragam. Gw nggak tahu bahwa anak-anak SD di Inggris dan Jerman pakai seragam. Itu salah mereka, kenapa mereka tidak mengekspor film-film serial mereka ke Indonesia.
Nah, kira-kira minggu lalu, gw lagi jalan di pusat kota, lalu gw melewati SD gw. Gw lihat di depan SD gw, lagi jajan seorang anak kecil berseragam putih merah. Gw perhatikan sekarang murid-murid di SD gw itu pakai seragam berupa rompi merah. Padahal dulu, seragam gw ya standar-standar aja: kemeja putih dan rok merah. Cuman pakai topi dan dasi kalau lagi upacara. Tahu kenapa di kelas nggak pakai dasi? Soalnya kelasnya panas. Tahu kenapa di kelas nggak pakai topi? Soalnya nggak ujan.
Sekitar minggu lalu juga, gw baca di koran, sebuah sekolah setingkat SMA gitu di Jawa Barat yang mewajibkan seragam muridnya pakai blazer. Katanya sih, supaya setelah lulus nanti, alumninya terbiasa bertampang eksekutif. Gw ketawa terbahak-bahak bacanya. Setahu gw, untuk nyuci blazer dibutuhkan lebih banyak air buat ngelarutin deterjennya. Ini akan menuntut penggunaan air ekstra, padahal kita kan mestinya hemat air. Sekolah ini nampaknya nggak ngajarin muridnya peka lingkungan.
Buat gw, pakai seragam aja udah menghalangi kebebasan ekspresif murid sekolah, apalagi ditambah-tambah rompi dan blazer segala yang nggak hemat energi.
Sampai minggu lalu, gw nonton Denias, Senandung di Atas Awan.
(Haiyah..ke mana aja aja kau, Vic? Tuh film ngetop tiga tahun yang lalu.)
*Jangan salahkan gw. Salahkan masa kuliah dan kerja yang mencuri kesempatan gw buat menikmati hidup dan memaksa gw sulit nonton film-film kelas festival.*
Film yang bagus sekali, bikinan Ari dan Nia Sihasale, tentang kisah anak bernama Denias dari suku pedalaman di Mimika, Papua yang setengah mati kepingin sekolah. Karena di desanya nggak ada sekolah sungguhan, maka dia belajar di sebuah sekolah darurat yang cuman berupa saung kecil, yang dimiliki seorang tentara yang diperankan oleh si Ale itu. (Film ini pasti kepingin ngirit sampai-sampai produsernya merangkap jadi aktor utama, hahaha..)
Lalu sampailah gw di adegan ini. Denias dikasih tahu bahwa kalau di Jawa, anak-anak pergi ke sekolah pakai seragam. Lha Denias sendiri kalau pergi ke sekolahnya Ale itu nggak pakai seragam. Suatu hari Ale minta kiriman bantuan berupa seragam sekolah buat murid-muridnya. Bantuan seragam itu akhirnya datang dianterin sebuah helikopter, dan anak-anak itu blingsatan lantaran berebutan seragam. Denias? Dia menangis terharu.
Gw tercengang bagaimana seorang anak bisa nangis cuman gara-gara bahagia dapet seragam sekolah. Padahal seragamnya ya biasa aja, cuman kemeja putih standar, celana merah, dan topi berikut desanya. Nggak ditambah-tambah rompi, apalagi blazer.
Lalu gw menyadari esensi lain dari seragam. Seragam bukan menghalangi kebebasanmu buat berekspresi. Seragam itu bikin Denias nampak seperti murid SD sungguhan. Nampak seperti murid SD di Jawa yang selama ini dikesankan lebih maju ketimbang desanya Denias di Mimika. Kau boleh berbeda lokasi, berbeda warna kulit dan model rambut, tetapi kalau kau pakai seragam itu, kau tidak ada bedanya dengan anak-anak sekolah lain yang berhak dapet pendidikan. Hakmu adalah mendapatkan ilmu. Kewajibanmu adalah datang setiap hari ke sekolah, dari Senin sampai Sabtu, pada waktu yang ditentukan, dan kerjakan tugas dari Pak dan Bu Guru.
Sekarang gw nggak empet lagi sama seragam sekolah. Gw justru bersyukur banget negara kita mewajibkan anak-anak SD-nya pakai seragam. Seragam kemeja dan celana/rok itu bikin kita semua terdidik untuk tidak merasa sombong dan menerima bahwa setiap manusia itu punya derajat yang sama. Karena, kecuali ibumu mencuci kemejamu dengan deterjen yang lebih putih atau dengan air sungai tercemar, kau tidak lebih baik atau lebih buruk dari orang lain dengan seragam itu.
Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
Menurut saya, seragam itu cocok buat sekolah yang murid-muridnya nggak punya baju bagus.
Tapi buat sekolah yang menghargai kreativitas murid, sebaiknya sekolah itu nggak usah pakai seragam. Jadi ya pemakaian seragam ini memang perlu dipilah-pilah lagi berdasarkan karakteristik muridnya.
Seragam wah dari dulu musingin. Mau pilih gak seragam, terkendala pusing milih seragam, apalagi mereka yg tidak punya baju bagus, anaknya jadi malu sekohal. Mau pilih seragam, kayaknya kok seperti robot. Ekspresi ter pangkas. yang enak sih, orangtua bisa menjelaskan kepada anak kalau baju apa saja bisa dipakai dan tidak perlu malu, kalau sekolahnya memilih tidak berseragam.
Di kantorku yang pertama, dokter tetapnya disuruh pakai seragam. Aku dokter kontrakan, jadi nggak disuruh ikutan pakai seragam, tapi harus pakai kemeja dan rok yang warnanya sama seperti seragam dokter tetap.
Sama aku diakalin. Aku beli kostum yang warnanya hampir sama, tapi modelnya yang modis-modis. Hasilnya, aku nampak lebih ekspresif, hehehe..
Kalo aku paling benci pake seragam. Waktu lulus SMA, bebaslah aku dr seragam! Jadi pas cari kerja dan ada yg nawarin kerja di bank, langsung kutolak mentah2. Alasannya: coz pegawai bank musti pake seragam. Not again!! Waktu kantorku ada ide utk bikin seragam, aku yg boikot paling keras. I just want to be different pokoknya, hehehe…
Aku ragu upaya ini akan berhasil, Hen. Sekarang aja seragam ada yang bahannya dibordir segala, terus ada yang modelnya cekak pas badan. Itu kan juga menimbulkan kesenjangan sosial antara yang mampu membordir dengan yang tidak mampu membordir..
sebenarnya fungsi dari seragam itu sendiri adalah untuk menyamaratakan para siswa. supaya nggak ada kesenjangan sosial. bayangin aja kalo pakaiannya dibebaskan, pasti kelihatan banget mana yang anak orang kaya, mana anak orang yang kurang mampu
😀
Haiah, gw kembaran sama sekolah yang keren sih nggak pa-pa. Yang sebel tuh, kalau gw kembaran sama anak-anak sekolah yang terkenal suka tawuran..
wow
moral story yg keren dari pembahasan tentang seragam
paragrap penutupnya keren
😀
kadang g suka malu kalo pakai seragam… kembaran ama yang lainnya wakakakaka… tapi emang sih, dengan begitu jadi keliatan lebih rapih 🙂
Gimana dengan sekolah yang seragamnya pakai jas ya? Apakah seragam yang pakai jas itu pertanda sekolahnya kaya? Jadi kesiyan kalau anak-anak yang berseragam jas berdampingan dengan anak-anak yang seragamnya biasa-biasa aja..
Oh, saya ingat pernah satu SMA dengan teman yang sebelumnya sekolah di MTs. Pada hari penerimaan murid baru, kami disuruh pakai seragam lengkap dari SMP masing-masing. Teman saya itu ribut cari dasi, coz seragam MTs-nya tidak meliputi dasi..
Sebenarnya yang bikin norak seragam itu bukan seragamnya. Tapi kelakuan pemakainya yang nggak sesuai makna seragamnya. Misalnya, anak SD masih pakai seragam, sepulang sekolahnya dibawa nyokapnya ke kondangan..
Oh ya, dulu di SD-ku juga diwajibkan pakai sepatu item. Lalu timbul masalah kesenjangan sosial baru, ketika anak yang tajir-tajir pakai Doc Mart item, kemudian anak yang biasa-biasa aja pakai B*ta, hahahaha..
alma suka seragam. soalnya kalau pake baju bebas suka pusing milih baju yang mana. males match2 in baju. HAaaaaaa
yup
salah satu fungsi seragam adalah menghilangkan kesenjangan kaya dan miskin agar tidak mencolok di sekolahan.
ntar kalo pake baju bebas, si kaya malah pake jas dan berdasi, si miskin malah nyeker.
untuk daerah terpencil, seragam menjadi suatu masalah dilematis, walau akhirnya terdapat kebijakan sekolah untuk tidak begitu mewajibkan seragam.
Semoga pendidikan Indonesia menjadi lebih baik
hmmm, kalau anak pesantren kayak saya lain lagi seragamnya. Cuma pake sarung, baju koko, plus kopiah putih, plus lagi sandal jepit. Nenteng buku/kitab cuma satu tangan. Praktis banget dah…
Saya suka pake seragam. Asik. Tapi kalo seragam sd yang merah putih ga suka…norak..hahaha
Aku setuju ma seragam biar ngga kelihatan banget kesenjangan sosialnya. Dulu waktu smp aku diwajibkan pake sepatu hitam, dan itu membantuku untuk tidak terlalu minder karena kan semua sepatu warna hitam walau merknya lain lain…
Memang seragam itu bermanfaat banget buat menyamaratakan derajat manusia dalam hal apapun.
Jadi inget, pas saya masuk kuliah dulu, awalnya seneng coz ini kesempatan buat bermodis ria ke kampus. Lama-lama, jadi timbul keinginan buat tampil lebih keren dan lebih keren lagi. Akibatnya, tiap malem saya dibikin pusing lantaran saya bingung besok paginya mau pakai baju apa. Kalau kayak gini caranya, rasanya jauh lebih enak pakai seragam sekolah deh.
Penghapusan seragam mungkin diperlukan jika pengadaan seragam itu sendiri memberatkan orang tua murid. Misalnya, gara-gara beli seragam, anaknya jadi nggak makan. Saya juga nggak mufakat kalau pengadaan seragam jadi lahan korupsi. Mendingan muridnya nggak usah pakai seragam deh ketimbang dinasnya korup.
Sekarang yang menarik perhatian saya, kenapa seragam sekolah negeri warnanya selalu putih merah, putih biru, putih abu-abu? Kenapa nggak ada putih ungu, putih oranye, putih ijo?
Mudah-mudahan saya cukup sehat waktu saya pakai seragam ihram itu. Amien..:-)
semoga kita bisa segera pake seragam ihram di sekolah arafah. aamiin 🙂
di tahun 2004 pernah ada wacana penghapusan seragam oleh mendiknas (kalo ngga salah ),dan ini menimbulkan pro dan kontra,,klo menurut gw seragam memiliki fungsi untuk menghilangkan kesenjangan sosial.
Waktu aku jadi relawan di Papua, semua murid disana sangat senang pakai seragam. Dan buat mereka seragam adalah hal yang sangat mewah.
Aku setuju banget dengan seragam, supaya nggak beda2. Karena di Indonesia ini yang namanya strata, walaupun sudah diperhalus dengan cara dan bahasa apapun, tetap masih ada…. 🙂
nice post V….
setuju Vick, seragam itu berguna biar semua siswa setara dan juga menghapuskan perbedaan antara miskin yang kaya….
Aku pribadi lebih suka jika Shasa masuk sekolah yg menetapkan pemakaian seragam. Memang dg adanya seragam ortu gak perlu pusing-2 lagi nyariin baju yang pantas utk sekolah.
Bagi orang yg mampu, pasti ingin mendandani anaknya sebaik mungkin dg baju-2 bagus dan seringkali berganti-ganti. Sementara bagi orang yg berkecukupan, hanya mampu mendandani anaknya dg baju-2 biasa dan mungkin juga hanya punya 2/3 pasang utk ke sekolah.
Dengan adanya seragam, memang anak merasa sama dan sederajat… tidak ada bedanya.
pertamaxx….
setuju banget sis, karena seragam itu mencerminkan juga warna negeri ini, biar pada ga lupa kalau udah pada jadi orang..tul?
Asal jangan malah pengadaan seragam sekolah dijadikan "lahan uang" oleh pihak-pihak tertentu aja mbak dokter :p
Seragam? ya biar seragam, kaya miskin bodoh pintar…
dulu semasa SMA ada tuh sekolah elit di tempatku pake seragamnya cuma senin doang pas upacara. hari lainnya pakean bebas. kata teman saya yg sekolah di situ, setiap hari dibuat bingung mo pake baju mana lagi, soalnya malu pake itu2 melulu…. 😛