Episode Jembatan Merah

Banyak sekali pengalaman yang gw peroleh dari ngeblog, tapi baru kali ini gw nemuin kejadian “perang komentar” di blog gw. Kali ini gw akan berbagi pengalaman gw meladeni sebuah blog yang tadinya cuman tulisan biasa aja tapi berubah jadi sebuah episode pertikaian gara-gara ulah beberapa penonton.

Ceritanya, minggu lalu di Kompasiana.com gw merilis sebuah tulisan berbahasa linggis. (Tulisan lengkapnya baca di sini ya.)

Lalu datanglah seorang komentator, sebut aja namanya X, nampaknya orang Indonesia, berkomentar di tulisan gw. Katanya, tulisan linggis gw nggak karu-karuan. Ada kesalahan di sejumlah grammar dan vocabulary, dengan perincian spesifik di beberapa alinea.

Gw sendiri hanya membalas komentarnya X yang panjang lebar itu dengan ucapan terima kasih sebanyak satu baris. Sebenarnya gw nggak yakin bahwa apa yang dia koreksi itu benar, tapi gw nggak mau ambil pusing. Lagian, sebenarnya artikel itu sudah lama, jadi agak basi buat dikomentarin.

Kemudian datenglah seorang bernama Y. Gw menduga Y ini orang Kaukasus coz namanya bermarga sana. Lalu dia bilang, sebenarnya cara nulis gw itu udah bener kok, nggak ada yang salah. Justru koreksi yang diberikan X itu yang salah semua.

Gw mengklarifikasi di sana dengan menjelaskan maksud dari tiap alinea yang gw tulis di artikel itu. Kenapa gw memilih tense anu, kenapa gw milih vocab anu. Gw juga bilang terima kasih kepada Y coz udah komentar di tulisan gw.

Katanya Y, yang gw tulis itu udah oke. Memang kalau mau ngomong linggis itu kudu banyak belajar dan praktek. (sambil nge-wink ke X)

Katanya X kemudian, gaya nulis itu emang gayanya gw aja. Nggak problem.

Nah, kira-kira beberapa hari kemudian, alias kemaren, dateng seorang komentator lain bernama Z. Dos-q komentar dalam bahasa Indonesia, bilang X ini arogan dan sok bener sendiri, keliatan dalam beberapa tulisan yang telah dikomentari X di Kompasiana.com. Siyalnya, semua yang di-“koreksi” X itu salah pula. Dan itu terbukti di tulisannya Vicky Laurentina. Keliatan bahwa upaya X mengoreksi ternyata salah, untung diluruskan kembali oleh Y yang sebenarnya adalah guru linggis.

(Sampek di sini gw matiin internet di HP, coz gw mau tidur. Ternyata pas gw bangun dan gw on-line lagi, ketiga orang itu udah berdebat kusir di tulisan gw.)

X menangkis dengan bilang dalam bahasa Indonesia, bahwa Y itu cuman berusaha mem-back-up penulis (maksudnya Vicky) supaya penulisnya nggak minder. (Ouch! Minder?! Orang ini jelas nggak kenal gw. Gw nggak pernah minder!)

Y menyangkal. Lalu bilang bahwa sebaiknya X buka website-nya BBC buat belajar bahasa linggis. Z bilang sebaiknya X minta maaf ke Y coz udah salah menilai. Akhirnya X minta maaf sama Y, soalnya Z “maksa” X buat minta maaf. “..he had a grude with me for being a dick on other discussion,” kata X.

Y maafin X, dan suruh kedua pria itu temenan aja. Kata X, sebenarnya dia temenan sama Z kok, cuman ya emang gitu cara mereka “berinteraksi”, temenan kayak Bush dan Ahmadinejad. Kata Z, dia nggak maksa X minta maaf ke Y kok. Dan dia nggak merasa temenan sama X mirip Bush dan Ahmadinejad.

(Ada yang pusing nggak baca tulisan gw ini? Gw aja pusing lho mendeskripsikannya, hehehe..)

Gw buru-buru motong diskusi dengan bilang bahwa kalau sampai ada komentar baru lagi yang nggak berhubungan dengan topik utama tulisan, gw akan hapus!

***

Jadi,kadang-kadang ada aja jemaah gw di blog ini dan blog gw yang satunya yang protes, kenapa komentar di blog gw kudu dimoderasi, kayak penjahat aja dicurigain. Inilah maksud gw, gw nggak mau ada komentar nggak sopan muncul di blog gw, coz komentar kayak gitu potensial banget nyakitin hati orang lain. Meskipun sebenarnya jemaah blog gw rata-rata orangnya baik-baik, tapi kan pasti ada aja satu-dua orang nggak sopan.

Sekalinya gw ngeblog di Kompasiana, semua komentar bisa masuk tanpa moderasi dulu, akibatnya gw sulit mengontrol komentar-komentar nggak sopan. Contohnya ya pada kasus X, Y, dan Z di tulisan gw tadi. Ntie mereka berantem deh. Padahal kan asal-muasalnya cuman gara-gara salah satu salah menyangka bahwa bahasa linggis gw dodol. Sedangkan gw merilis tulisan itu bukan buat meminta orang komentarin bahasa linggis gw, tapi gw mau buka diskusi tentang kosmetik anti-UV buat pria yang bisa mencegah pria jadi item.

Gw memang sengaja mendesain tulisan gw di blog itu dengan pola keluarkan masalah, lalu jemaahnya berdiskusi dan bantu cari ide untuk nemu solusi. Ternyata jemaah blog gw cukup bejibun, berasal dari macam-macam umat intelegensia dan sudut pandang, makanya diskusi tentang hal remeh pun jadi menarik. Namun kali ini, tulisan gw di Kompasiana.com itu jadi ajang berantem, dan kalau gw nggak waspada sedikit lagi, bisa-bisa tulisan gw jadi jembatan merah tempat perang komentar. Padahal etika di blog itu di mana-mana sama: Boleh aja mengkritik isi tulisannya. Tapi jangan pernah menyerang penulisnya atau menyerang komentator lain.

Mari ngeblog. Mari berkomentar. Mari berusaha bikin dunia lebih baik tanpa harus nyakitin orang lain. To be a better place, for you and for me. Waduh, gw kayak lagunya Jacko aja.

Eh, gambarnya ngambil dari sini lho.

21 comments

  1. Kang Bull says:

    Yup bener bu … Urusan komentar juga kadang-kadang susah diatur. Berbahasa juga kadang kadang aneh, sudah biasa berbahasa indonesia, eh terkadang kita tertarik pakai bahasa inggris. Yang penting happy blogging deh.

  2. Sri Riyati says:

    Sebetulnya sering sih denger ada diskusi ampe adu debat di blog, yang adem, panas sampek yang anget2 tahi kebo (masa ayam terus yang diangetin?). Tapi seringnya itu masalah inti pembicaraannya, bukan susunan kalimatnya. Emangnya ini tentang kursus bahasa atau topik postingan sih? Oiya, berkat baca blogmu itu, aku jadi kepikiran bikin tulisan yang menyebut dirimu (lagi). Silakan cek di http://sayacintaorangutan.blogspot.com/2010/05/only-indonesians-care-about-how-other.html

  3. Kalo buat saya sih, yang susah itu listening. Soalnya di sekitar saya nggak ada orang berbahasa Inggris murni, jadi kuping saya nggak terbiasa. Paling saya berusaha latihan dengan nonton Discovery Channel, tapi terjemahan bahasa Indonesia di bawahnya itu malah mengganggu niat saya, hehehe..

  4. Jokostt says:

    Membaca ulasan, Mbak Vicky ini saya jadi makin tak PeDe untuk menulis posting dalam bahasa Inggris. He…He….

    Benar berarti menurut buku bahasa Inggris yang pernah saya baca, dari 4 komponen belajar Inggris (Reading, Listening, Speaking & Writing ), kemampuan Writing lah yang tersulit. Mahir Grammar saja tak cukup tanpa diimbangi dan dibiasakan dengan banyak membaca dan mengamati idiom kata yang sering dipakai dalam tulisan Inggris. Tulisan kita akan tampak kaku, tidak luwes kalau dibaca orang barat sana.

  5. Ada beberapa orang yang rupanya kepeduliannya terhadap kemampuan bahasa Inggris orang lain ternyata cukup tinggi, Sodara-sodara. Anggap aja gitu.. 😀

    Tapi saya nggak sepakat ah kalo dibandingin sama pohon yang tinggi. Bodi saya cenderung pendek, tapi tetep aja banyak angin yang ngegoyangin saya. Akibatnya saya jadi sering masuk angin.. :p

  6. Arman says:

    gua cuma baca sekilas. tapi dari kalimat pertama nya si X yang bilang 'my father GO to the mosque' itu aja udah salah… 😛

    kalo sama2 masih belajar bhs inggris, gak perlu saling sok2 mengkoreksi lah ya… hehe.

    gua juga kalo baca blog orang pake inggris, kalo ngeliat ada yang salah grammar nya sih gua mendingan diem aja lah. soalnya gua sendiri juga masih tahap belajar. kecuali kalo ada orang bule yang nulis pake indo dan salah, nah gua akan mengkoreksi dah… 😀

  7. hryh77 says:

    semakin tinggi pohon, semakin kencang anginnya mbak.. jadi nikmati aja kalo ada komeng2 ga jelas, saya juga pernah dapet kok he..he..

  8. Sebenarnya berinteraksi di dunia maya itu sama aja kayak berinteraksi di dunia nyata. Cuman bedanya, di dunia maya itu, orang-orangnya nggak keliatan mukanya, body language-nya, intonasi bicaranya. Komunikasi cuman berbasis tulisan doang, dan pemahamannya sangat bergantung pada kecerdasan intelegensia dan kecerdasan emosional pembacanya.

    Maka bayangin kalo forum blog dimanifestasikan dalam pertemuan tatap muka, apakah perdebatan kusir nggak jadi sama sengitnya dengan rapat Pansus?

  9. mawi wijna says:

    lha, saya malah jadi inget kelakuan saya yg suka nyampah di status FB temen. Semua komentator ngobrol walaupun topik obrolannya ndak nyambung sama statusnya. Duh!

    Yg begituan karena minim interaksi di dunia nyata kali yah? hehehe.

  10. Sepakat, Aunt Vick. Kadang adanya komentar malah bikin orang berantem. Btw, baru kesasar nih ke blog ini, dan senang baca2 tulisannya. Salam kenal ya. Ntar ikutan jamaah Orang-orang Keren ah…

  11. aku liha tulisan teteh, hehe
    emang yang komen mantab bener

    ngotot lagi

    yaudahlah teh, ngga usah ambil pusing
    lah, katanya teteh kemrin ngga erja, eh ternyata ikut simposium2 segala..

    hayu..kerjaan teteh apaan nih? dokter ato bidan atao yang lain? hehe (Mo tau aja lho jazz)
    pis2

  12. Sebenarnya kalau di blog aku ndak ada etika-etika khusus. Paling aku cuman alert sama komentar yang potensial nyakitin orang aja. Aku rasa peraturan yang sama berlaku juga di situs-situs lain.

    Aku sama hunk so sweet? Hahahaa..memang begitulah kami berdua bicara satu sama lain.. 🙂

  13. the others says:

    Ternyata.., seru juga acara lempar komen atas artikel yg mbak Vicky tulis ya..?
    Mungkin emang si X itu belum tahu etika dalam memberi komentar di blog mbak… jadi ya gitu deh…

  14. Maaf ini komentarnya diluar topik, krn aku hanya ingin bilang bahwa aku suka sekali dg saling lempar komentar antara mbak Vicky dan 'hunk'… hehehe (so sweet ga seeh..?)

    Aku terima kok kalau komenku ini gak dipublish krn benar2 out of topic… hahaha

  15. @My Hon: baik bener deh Mas mau oles-oles lotion buat aku. Padahal waktu aku bilang ke Mbak Mimi itu aku cuman becanda aja, hahaha.. *hugs*

    @Mas Tomy, terima kasih udah membantu memulihkan kredibilitas bahasa linggis saya yang terluka, hahaha! Ndak tiap hari tulisan saya disemarakkan perang komentar sengit kayak gitu, mudah-mudahan lain kali nggak terjadi lagi. Lain kali komentar lagi ya, Mas Tomy. May God bless you, too. 🙂

  16. Tomy says:

    Hehehehe, si Z itu yah saya.
    Saya gak punya sentimen pribadi dengan si Ray C itu. Saya kebetulan baru gabung di Kompasiana, eh pas baca tulisan tentang Tuhan (http://filsafat.kompasiana.com/2010/04/20/bukti-tuhan-itu-ada/), kelihatan banget si Ray C itu sok rasional. Orang yang percaya sama Tuhan dianggap dogmatis, kenapa percaya sama Tuhan. Lah, keimanan seseorang kan gak boleh diprotes, itu privasi mereka mau milih beriman, mau milih beragama, mau milih percaya tuhan atau tidak. nah pas saya lihat di profilenya, ada tulisan-tulisan lain yang pernah dia komentarin. Nah, saya coba klik, ternyata tulisan Vicky. Di situ saya lihat gimana dia sok pintar nagajarin Vicky, bilang wordingsnya terlalu wah, jumbo mumbo, dan bilang baiknya direprase. Konyolnya refrase versi dia justru salah hahahaha. Vicky dah benar malah disalahin sama dia, ngususlin yang salah. Samapai sampaui Mr Anderson bilang sebaiknya kalau mau mebri advice, berikan advice yang benar.

    Nah, saya mau ambil contoh kasus ini untuk ngingatin dia, jangan sok pintar merasa selalu benar. Yang udah benar pun dia anggap salah, dan dia koreksi justru malah menjadi salah hehehehe. Contohnya yah ngajarin Vicky itu.

    Dalam kasus dia berdebat tentang Tuhan juga seperti itu, selalu merasa paling benar. Ternyata untuk urusan bahasa Inggris pelajaran SMP aja dia masih salah, tapi sok benar mau ngajarin orang lain hahahahaha. Lucunya, dia bilang Mr. Stan sebenarnya hanya memback-up Vicky supaya gak minder. Loh, jelas2 Mr Stan bilang Vikcy sudah benar tentang pity, drive, sunny day, justru dia yang diminta untuk belajar kalau memberi nasehat harusnya yang benar.

    Bahkan Mr Stan bilang kalau sebaiknya dia belajar lagi di BBC Website hehehehe.

    Dia nuduh saya punya dendam dgn dia karena pernah kalah di argumen sebelumnya. Pakai bawa2 nama Bush dan Ahmadinejad lagi. Aneh banget. Tipe yang suka debat kusir itu yah orang seperti dia. Suka debat jadi gak fokus aja, dibawa ke mana-mana.

    Anyway, maaf kalau saya sempat membrikan komentar yang mengotori tulisan Vicky itu. Setidaknya si Ray itu bisa introspeksi. Dan saya lihat semua tulisan2nya sekitar 20 tulisan yang pernah di publish udah dia unpublish. Semoga dia cepat sadar, gak sok pintar lagi apalagi kalau mengenai keimanan dan ketuhanan yang transendental. Lah urusan bahasa Inggris SMP saja dia salah mutlak hahahaha.

    GBU

  17. hunk says:

    Haaa… Aku nggak member di kompasiana, nggak baca2 blog disana. Tapi gara2 ini jadi iseng baca deh hehehe. Dan baru nemu kalimat ini:

    "I wish my hunk like your man."

    Ouw! Baiklah… Oles oles lotion 😛

Tinggalkan komentar