Harga Martabak Markobar Sudah Turun

Mendadak di tahun 2020 saya kangen sama terang bulan franchise Markobar yang pernah saya datengin beberapa tahun sebelumnya. Sudah lama saya nggak makan terang bulan yang ada banyak rasa dalam tiap loyangnya. Jadi suatu sore, saya pun ajak anak dan suami saya ke warungnya.

Saya sebetulnya pernah menulis tentang warung Markobar itu ketika baru launching di Surabaya pada tahun 2016. Saya sambangi warungnya di kawasan Gubeng sembari menggendong anak saya yang baru berumur 1 tahun.

Waktu itu, bentuk kesederhanaan warung Markobar yang berupa warung dan cuman numpang di halaman parkir toko otomotif Motoritz, menarik perhatian saya. Saya makan martabak 8 rasa di sana dengan hati senang, lalu pulang kekenyangan, kemudian menuliskan ceritanya di blog ini.

Hype-nya Markobar waktu itu terasa karena Markobar dipandang sebagai usaha anak pejabat yang bikin bisnis dengan usahanya sendiri. Gibran Raka dengan cepat menjadi idola lantaran dia adalah anak presiden RI yang punya bisnis sederhana, tapi berhasil membekenkan martabak menjadi snack yang nampak keren.

Dalam beberapa tahun sejak saya main ke Gubeng sore itu, saya melihat cabang-cabang Markobar lain semakin banyak bertebaran. Ada mungkin sekitar 20 kota se-Indonesia yang ada Markobar-nya. Terakhir saya main ke Makassar di tahun 2018, Markobar juga buka cabang di sana.

Menjamurnya Franchise Markobar

Ternyata Markobar sudah mengubah sistem bisnis mereka menjadi franchise semenjak 2018. Artinya, laba operasional atas depot-depotnya Markobar nggak cuman dinikmati para pemilik merk Markobar. Tapi, para pemilik merk Markobar telah menjual lisensi penggunaan merk Markobar kepada umum, dan pengguna lisensi ini bisa ikut menikmati laba operasional depot Markobar juga. Itu sebabnya, jadi banyak franchise Markobar yang bertebaran di seluruh Indonesia.

Padahal, biaya franchise Markobar lumayan gede juga. Biaya franchise-nya itu sekitar Rp 300 juta. Dengan membeli franchise Markobar ini, seorang franchiser bisa dapet ijin untuk memakai merk Markobar, dapet sokongan bahan-bahan untuk membuat produk Markobar, dan dapet mengikutkan orang-orang suruhannya ke dalam pelatihan menjadi pegawai Markobar. 

Tugas franchiser-nya, selain mbayar biaya franchise, juga nyediain tempat doang. Tempatnya ya minimal berupa booth, maksimal berupa kafe segede 150 m2. Kalau yang container ini nggak semurah booth karena lebarnya bisa agak gedean dikit, tapi biayanya jelas nggak semahal kafe juga.

Yang namanya usaha tentu bisa berubah dari tahun ke tahun. Saya inget, ketika Markobar pertama kali launching, Markobar menyediakan martabak 8 rasa dan 16 rasa. Tapi kini, di tahun 2020, martabak 16 rasa itu sudah hilang dari daftar menu, tetapi martabak 8 rasa masih jadi produk andalan. Apakah kalian pernah merasakan martabak yang 16 rasa ini?

Berapa Sih Harga Martabak Markobar Ini?

Markobar sendiri, produk-produknya berkisar antara Rp 25k sampai Rp 70k. Ini nih deretan menu produk-produknya Markobar.

Buku menu Markobar Surabaya

Menu Martabak Markobar

Martabak 8 rasa, harganya Rp 70k.

Martabak 4 rasa, harganya Rp 70k juga.

Martabak 1 rasa, harganya Rp 70k pula.

(Yang harganya Rp 70k ini tebel, kira-kira 1 cm gitulah. Adonan martabak dipakaikan topping dan dibiarkan terbuka seperti pizza.)

Martabak lipat, harganya Rp 40k.

(Loyangnya kira-kira cuman separuhnya martabak yang Rp 70k. Dan martabak ini dilipat, jadi mirip martabak yang dijual pada umumnya. Cuman bisa mengandung 1 rasa.)

Martabak tipis kering, harganya Rp 25k.

(Memang tipis, tampangnya kira-kira mirip crepes.)

Martabak telur, harganya Rp 30k.

(Martabak telur ini sebetulnya martabak asin. Isinya sapi lada hitam atau tuna pedes.)

Markos, harganya Rp 15k.

(Markos ini sebetulnya es kopi susu.)

Beras kencur dingin, harganya Rp 10k.

Gula asem dingin, harganya Rp 10k.

Rasa Martabak Markobar Tetap, Topping Berubah

Tahun 2020, kedua kalinya saya membeli martabaknya Markobar. Rasa Markobar tetep sama. Adonan kuenya masih manis mellow lembut kayak orang pacaran, dengan mentega yang cenderung asin netral. Aroma kuenya sendiri, kalau saya gigit tanpa topping, rada-rada seperti vanilla.

Memegang martabak Markobar ini juga nggak terlalu becek seperti makan terang bulan pada umumnya. Tangan saya nggak berlumuran minyak ketika memegang kulit martabaknya, dan sisa minyak bisa hilang seketika dengan tisu. Lumayan bersih kalau disantap bareng anak.

Martabak Markobar yang telah saya gigit, dengan topping Pocky strawberry.

Saya membeli martabak yang 8 rasa. Martabak ini dihiasi bubuk Oreo, parutan KitKat cokelat, selai Nutella, parutan Silverqueen cokelat, parutan Pocky strawberry, parutan Cadbury, parutan Silverqueen green tea, dan parutan Delfi.

Martabak Markobar yang saya beli di tahun 2020.
Eddy Fahmi martabak manis
Martabak Markobar yang kami makan ketika launching di tahun 2016.
Ketika itu, Markobar 8 Rasa masih ada kejunya.

Memang komposisinya sih berubah dari martabak 8 rasa Markobar yang saya cicipi di tahun 2016. Karena waktu itu, di martabaknya ada parutan keju Kraft, parutan cokelat Toblerone, dan meses Ceres-nya, tapi tidak ada Oreo, Pocky, dan green tea. Saya duga sih, Markobar memasukkan Pocky dan green tea ini, supaya di martabak 8 rasa ini konsumen nggak cuman dapet topping cokelat melulu, tapi juga bisa menikmati unsur warna merah dan ijonya tanpa harus membayar tambahan.

Saya sih seneng dengan perubahan komposisi ini. Soalnya, waktu tahun 2016 itu, harga Markobar 8 rasa itu Rp 80k. Itu pun di dalamnya nggak boleh ada rasa green tea-nya. Kalau mau mengandung rasa green tea, kudu nambah harga. Sekarang, di tahun 2020, harganya udah turun jadi Rp 70k, tapi sudah ada green tea-nya.

Kepanjangan Markobar buat Mengenang Sejarah

Markobar sebetulnya singkatan dari Martabak Kota Barat. Sebetulnya, sejarah namanya itu begini. Awal-awal Markobar berdiri, Markobar ini dijual di sebuah kawasan bernama Kota Barat di Solo, Jawa Tengah. Pemiliknya adalah seseorang bernama Arif Setyo Budi yang mengelola Markobar ini sebagai usaha keluarganya.

Transformasi Pemilik Markobar

Awalnya, Markobar ini berupa gerobak kaki lima di Kota Barat itu. Pelanggannya, seseorang bernama Gibran Raka, tertarik dengan martabak 8 rasa yang tampangnya mirip pizza itu. Gibran menawari Arif untuk ikutan memiliki dan mengelola Markobar, lalu mengembangkan Markobar menjadi sebuah kedai kecil.

Kedai itu berupa kafe-kafean kecil yang berada di depan sebuah masjid, dan letak masjid ini masih di Kota Barat juga. Dengan penampakan warung martabak yang berupa kafe kekinian, Markobar segera menjadi hits di Solo, dan membesarkan bisnis kecil milik Arif itu.

Mereka berbagi tugas. Arif yang mengerjakan produksi menu, sementara Gibran konsen mengurusi pemasaran.


Gibran Raka, pemilik Markobar saat ini yang kedua.
Foto diambil ketika Gibran sedang wawancara dengan Smart-Money di cabang Markobar di Solo.

Gibran kemudian membuka cabang Markobar di Jakarta, dan memilih Cikini sebagai lokasi cabangnya. Markobar kemudian menjadi hits juga di Jakarta. 

Kemudian ia membuka cabang-cabang lain, seperti di Semarang dan di Surabaya. Cabangnya yang di Surabaya, berupa container di halaman parkiran sebuah toko di kawasan Gubeng yang saya datangi pada minggu pertama launching-nya.

Eddy Fahmi martabak manis kue terang bulan
Ini saya berdiri di depan kedai Markobar pada tahun 2016, sambil menggendong anak saya yang baru bisa makan biskuit.

Yang menarik sebetulnya adalah Gibran sendiri sebagai pemilik kedua dari Markobar. Sebuah media pernah ngobrol dengan ayah Gibran dan terungkap bahwa ternyata Gibran sebelumnya jarang banget beli martabak. Tapi Gibran tetap bisa sukses dengan usaha Markobar ini karena dia menggandeng Arif. Dan Arif ini, sudah lama berjualan martabak bersama keluarganya, jauh sebelum mengenal Gibran.

Gibran mematok prinsip, tiap kali membuka gerai baru, gerai itu sebaiknya langsung balik modal dalam 3 bulan pertama sejak buka.

Gibran juga pernah bilang, jangan pernah malu memulai bisnis meskipun kudu mulai dari skala kaki lima. Yang penting tekun. Dan manfaatkan teknologi untuk memasarkannya, termasuk dengan bantuan sosial media. Pun, segera pasang mindset untuk segera mulai berwirausaha semenjak selesai kuliah.

Bisnis Martabak Markobar Surabaya yang Dinamis

Markobar punya cerita sendiri dalam perkembangannya di Surabaya. Setelah cabang Surabaya pertamanya dibuka di Gubeng, beberapa waktu kemudian cabang ini ditutup lantaran toko Motoritz yang memberinya lahan itu tutup juga.

Markobar pun pindah ke Pucang, dan menjadi sebuah kafe di sana. Kalau kalian googling YouTube, kalian pasti bisa nemuin video-video para foodies ketika sedang makan martabak Markobar di kafenya.

Markobar juga sempat buka cabang di area lain di Surabaya, yaitu di Kupang

(sebentar, ini sebetulnya ngomongin Surabaya atau Nusa Tenggara Timur seh? :p)

Pernah juga Markobar buka cabang di Tidar dan Citraland.

(Saya belum pernah ke Markobar lain selain cabang yang di Gubeng itu. Saya sendiri nggak pernah dateng ke Markobar lagi sejak tahun 2016, karena anak saya masih balita, belum doyan makan martabak.)

Di tahun 2020, anak saya, Fidel, mulai menginjak 5 tahun, dan mulai senang makan martabak. Saya lalu jadi kangen sama Markobar, kemudian kepingin beli. 

Semula saya mau datang ke cabang terdekat aja, yaitu di Pucang. Tapi ternyata, di GoFood sudah tak ada lagi cabang Markobar. Markobar ternyata sudah balik lagi ke Gubeng. Penasaran, berangkatlah saya ke Gubeng untuk kembali beli Markobar.

Semula saya sangka Markobar membikin kafe lagi kayak yang di Pucang itu. Tapi ternyata, saya menemukan Markobar dalam bentuk container, yang menjadi bagian dari sebuah food court bernama Food Lokal.

(Di Food Lokal itu ada vendor-vendor makanan lain. Jadi orang datang ke sini nggak cuman bisa membeli Markobar doang, tapi bisa menikmati hidangan-hidangan lain yang mungkin seleranya berbeda.)

Alamat Food Lokal berada di Jalan Raya Gubeng 66, Surabaya 60281.

Sebetulnya, ketika saya menyambangi Food Lokal ini, saya ingin makan secara dine in. Makanya saya bela-belain dateng ke sana seawal mungkin. Markobar sudah buka semenjak jam 15.00.

Tetapi, setiba di sana, kasir di container Markobar menjelaskan kepada saya bahwa konsep mereka memang take away doang. Meskipun memang sih, konsumen masih tetep bisa makan martabaknya di meja-meja di food court itu.

Saya lagi baca buku menu di depan jendela kasir kedai Markobar Surabaya.

(Yang namanya naluri food blogger, selain motret makanan, pasti kepingin motret suasana tempat makannya juga. Tapi saya kecewa lihat suasana food court lantaran banyak orang nggak pakai masker. Pegawainya Markobar sih pakai masker, tapi penjaga merchants lain di food court itu pada nggak pakai masker dan duduk ngerumpi deket-deketan pula.

Akhirnya, saya dan suami membuka martabak yang udah diserahin kasir Markobar-nya di meja pojokan di food court itu, lalu motret-motret dengan cepat. Mumpung masih sore, masih ada cahaya matahari yang bagus buat foto. Selesai motret, kami bawa pulang martabaknya untuk dimakan di rumah.)

Cabang Markobar Menyebar di Seluruh Negeri 

Markobar sekarang bisa dinikmatin di banyak kota di seluruh Indonesia. Selain di Solo dan Surabaya, kalian bisa nyambangin Markobar di Jakarta, Bekasi, Bandung, Semarang, Jogja, Malang, Badung, Makassar, Tarakan, Samarinda, Banjarmasin, Banjarbaru, Pontianak, Medan, Batam, Jambi, Palembang, dan Lampung.

Alamat cabang-cabang Markobar ini bisa kalian lihat di markobar1996.net. Paling praktis pesen di GoFood aja, tapi nggak usah nunggu ada promo GoFood dulu yaa..

Nah, pernahkah kalian makan martabaknya Markobar? Menurut kalian, gimana perubahan franchise Markobar dulu dan sekarang? 

38 comments

  1. Kelihatannya enak. Aku suka martabak manis yang gak eneq. Kalo yang merah2 yang skrg lagi ngetrend, to sweet for me.
    Dan sekarang yang pertama kali mendobrak martabak manis dengan warna merah sudah ga antri lagi looo, walaupun aku pernah menikmati rasanya antri sejam demi nama penasaran rasanya kayak gimana atau demi nama ‘biar eksis’?

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Ah, terang bulan red velvet cream cheese itu :))
      Aku sering pesan varian itu di segala vendor. Dan selalu minta cream cheese-nya dibanyakin, karena aku penggemar keju. Soal red velvetnya, itu hanya karena supaya kesannya “wah” sewaktu difoto, hahahaha..

      Si terang bulan 99 itu udah nggak overload lagikah? Aku nggak pernah ngantre di sana, aku suruh Gojek aja buat beliin. Abisnya kejauhan dan belum tentu dapet parkir..

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Iya Mey, soalnya kalau nungguin Markobar buka di Malang mungkin kudu ngajuin proposal lokasi dulu..
      Mey dulu dilamar pakai apa? Jangan-jangan pakai martabak..

  2. itu martabak bikin ngiler itu.. pasti enak nih mbak.. makan sepotong aja kayaknya udh kenyang nih… tapi kalo saya makan martabak yg asin bisa habis sendiri.. kalo yg manis mngkn perlu bantuan kali ya.. hehe…

  3. kurang suka martabak manis, tapi penasaran juga sih mau coba yang ini… Tp krn sekarang lagi in banget di Jakarta, mending ntar2 aja ya kl gak terlalu rame… Puyeng saiah nunggu martabak kl smp antri2… Topping cream cheese boleh tuh diusulin sama yg punya 🙂

  4. Hahahaha tapi itu setuju banget sih mbak soal yang parkir bisa mengacaukan segala mood sebelum makan. :)) AKu belum nyoba markobaaaar. Karena kalo makan martabak pasti nggak pernah habis karena keburu eneg duluan. \:p/

  5. ninda says:

    aku rasa alasan si mas gibran bisnis ini karena dia suka makan martabak manis sih mbak :p yah daripada beli beli mulu mending punya sendiri sekalian larisin dagangan kan. mungkin masnya juga pemegang prinsip bisnis itu harus di tempat2 yang disuka.

    *tebaktebak buah manggis*

  6. Di Jakarta aku belum coba Markobar, selain mahal juga antrinya ga sante meskipun sudah pakai Gojek. Juga kurang suka model martabak ala-ala pizza begini, masih suka yang model dilipet dengan tepung dan margarin tebal 😀

  7. risda says:

    sampai sekarang aku blm pny nyobain martabak manis aka terang bulan premium ataupun martabak mozarella yglagi hits..karna memang belum begitu tertarik.. kadang pengennya cuma martabak kacang yg klasik..

Tinggalkan komentar