Pas bulan puasa begini, saya sibuk refreshing ide untuk bikin makanan cepat saji. Karena proyek artikel yang dioper ke saya makin banyak saja, padahal saya juga tergopoh-gopoh mesti memasak buat anak dan suami. Makin hari saya kudu makin lihai nyiapin masakan dalam tempo cepat, padahal seringnya makanan yang cepat dimasak itu berbanding terbalik dengan kadar kenikmatan masakan. Jadi untuk alasan cepat, saya biasanya pilih menu ikan. Soalnya, ikan nggak kayak daging yang mesti dimasak dulu sampai matang, dan nggak kayak ayam yang kalau dipanasin lama-lama pun banyak protein di dalamnya yang rusak. Dan di Surabaya tempat saya tinggal, paling gampang mencari masakan ikan laut karena posisi geografisnya yang di pinggir pantai.
Kalau ditanya masakan ikan laut favorit saya itu apa, saya sih bakalan jawab: tuna. Karena tuna gampang dimakan lantaran nggak mengandung banyak tulang. Manfaat ikan tuna sudah jelas, semua orang pun tahu bahwa ikan tuna itu banyak gizinya. Kalsiumnya banyak, omega tiganya banyak, dan untuk versi fillet sering saya kasih ke bayi saya untuk urusan nutrisi. Tuna versi kalengan pun banyak ditemukan di supermarket, dan seringkali saya beli lantaran tuna kalengan merupakan masakan cepat saji, alias sudah siap dimakan tanpa harus repot-repot memasaknya dulu di atas kompor (solusi buat yang doyan travelling dan seringkali harus makan di dalam mobil yang sedang berjalan). Dan satu lagi, menu ikan tuna itu jarang bau amis, biarpun termasuk ikan laut juga.
Tapi saya seringkali kesulitan dengan menu ikan yang satu ini. Entah kenapa saya nggak pernah lulus dalam urusan cara memasak ikan, bahkan termasuk masak ikan tuna. Perawakannya yang kecil-kecil tanpa tulang bikin tuna cepet rapuh di wajan (kalau kita ngeyel mau beli tuna fillet, bukan tuna kalengan yang ada pengawetnya). Kalau saya panaskan di atas kompor, saya balik dikit aja, badannya langsung hancur. Iya nggak ngefek kalau dimakan sendiri. Yang repot itu kalau mau dijadiin toppingnya bruschetta (saya kan pernah nulis di sini bahwa saya senang bikin bruschetta), kalau badannya hancur kan ya malu-maluin kalau mau difoto. Makanya saya jarang banget ngunggah foto masakan ikan tuna saya ke Instagram. Lha gimana mau difoto, begitu ikan tunanya saya jepit, perutnya langsung hancur, pyurr..
Jadi saya pikir, takdirnya menu ikan tuna mungkin memang bukan untuk difoto-foto ciamik. Biarpun rasanya enak. Tapi saya tetap kepingin menikmati masakan ikan tuna tanpa harus repot-repot berjibaku di dapur.
Saya pun googling dan cari-cari info tentang masakan ikan full gizi ini. Ternyata, masak ikan tuna itu nggak selalu hanya dengan ditumis dan jadi teman nasi putih doang. Olahan ikan tuna bisa jadi topping di atas pizza (salah satu menu unggulannya Pizza Hut adalah pizza tuna lho). Menu ikan tuna bisa juga jadi topping di atas mie, bahkan jadi topping di atas roti naan. Salah satu produk yang sedang naik daun sekarang, makanan cepat saji berupa oseng tuna asap Jeng Intan alias Otaji, menjadi oleh-oleh khas Surabaya yang sering dicari banyak orang.
Otaji ini sebenarnya berupa masakan ikan tuna yang sudah diasap, disuwir-suwir lalu ditumis sehingga awet dan bisa langsung dimakan dari kemasannya. Olahan ikan tuna ini bisa jadi topping untuk nasi goreng, mie, atau bahkan menjadi topping di atas tempe goreng yang dimakan hangat-hangat. Yang asyik, kalau mau dibawa piknik atau mau dibawa perjalanan dan butuh makanan cepat saji, otaji bisa dijadikan filler untuk sandwich. Toast isi tuna? Why not?
Olahan ikan tuna siap saji ini jarang banget dijual dalam jumlah banyak. Barangnya cepat habis karena reseller-nya juga nggak berani nyetok dalam jumlah bejibun. Pasalnya, biarpun ini makanan cepat saji, tapi tuna Otaji ini nggak pakai pengawet. Makanya kalau kemasannya sudah dibuka, kemasannya sebaiknya disimpan dalam kulkas dalam jangka waktu kurang dari sebulan (atau lebih, tergantung masa kadaluwarsa yang tertulis di kemasan). Tapi itu nggak masalah. Karena dengan botol yang hanya berisi 500 gram oseng tuna, seminggu pun cepat habis..
Micha Jusuf (@michajusuf), penyiar radio yang kini sering didapuk jadi MC di event-event Surabaya, bahkan seneng banget sama versi pedas olahan ikan tuna Otaji ini (Otaji sendiri diproduksi dalam versi original dan versi pedas). “Enak! Yang aku pesen di tempatmu pedesnya pas! Sukak!” katanya kepada saya. Dan dia bilang, “Untuk penyuka makanan siap saji, enak dan ogah repot, saya setuju dengan ini!”
Rekan saya yang lain, Fifa (@fifaatm), pebisnis mangkok saji, lebih senang Otaji yang versi original karena menghindari sambel-sambelan selama puasa. Dan ternyata dia senang menikmati tuna oseng ini bareng balitanya yang baru berumur empat tahun. “Alma aja bisa makan kok,” ceritanya.
Kalau Anda juga kepingin mengincipi olahan ikan tuna praktis cepat saji ini, kontak saya yah di alamat vicky.laurentina@gmail.com. Harga Otaji-nya Rp 110.000,-/kg atau Rp 55.000,-/stoples (exclude ongkos kirim).
Bangun sahur menjelang waktu subuh lebih nikmat kalau nggak usah masak-masak. Dan nyiapin hidangan untuk buka puasa di tengah jalan pun nggak perlu yang ribet, iya toh?
Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
Kalau di maluku, namanya ikan garu. Rasanya enaaaakk
Wah kalau diasap dan dipak nanti namanya jadi Ogani dong. Oseng Garu Asap Nona Intan.
LHa iniii .. Saya juga suka makan tuna. Tapi selama ini makannya tuna kalengan. Kalengan mulu, ngga sehat :(( Jadi ileran ih Mak lihat ini ..
Ayo diambil tunanya, Win, jangan cuma diiler aja. Bisa kirim ke Malang lho 🙂