Layak untuk Digugurkan


Belum apa-apa, Barack Obama sudah dicela. Vetonya mencabut undang-undang antiaborsi hasil warisan George Bush, diprotes keras oleh para pemuka agama yang empet berat terhadap aborsi. “Di mana moral kita kalau ibu-ibu boleh menggugurkan anaknya sembarangan?” tukas para aktivis agama itu marah.

Kemaren, di Brazil, masalah aborsi jadi ramai lagi. Uskup Brazil memutuskan untuk menjatuhkan sanksi berupa ekskomunikasi terhadap seorang perempuan asal Pernambuco yang menggugurkan kandungannya yang hamil kembar dua. Sanksi pengucilan itu juga ditibankan kepada para dokter yang membantu aborsi di rumah sakit itu.

Sebegitu alerginyakah kaum rohaniawan terhadap aborsi?

Obama punya alasan kenapa aborsi layak dibikin legal. Menurut hukum yang disahkan Obawa itu, aborsi diijinkan buat perempuan-perempuan hamil yang terlampau miskin untuk mengurus anak, tapi kebobolan sehingga malah hamil. Aborsi juga diperbolehkan untuk kehamilan-kehamilan yang dipicu pemerkosaan. Logikanya Obama, kalo rakyat itu melarat, penyakitan, atau baru diperkosa, sebaiknya ya jangan beranak. Karena kalau warga nggak sanggup mengurusi anak yang mereka lahirkan, anak itu hanya akan bikin penuh populasi nasional yang menguras biaya negara.

Kan kita sudah belajar waktu kita semua masih berseragam putih-merah dulu, pasal 34 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara. Jadi kalau nggak mau negeri kita defisit karena mesti membesarkan anak-anak telantar dan melarat yang dihasilkan dari kehamilan yang tidak diinginkan, ya anak-anak itu janganlah “diadakan”. Makanya Obama meng-ACC aborsi.

Cerita di Brazil lain lagi. Kenapa dokter-dokter itu sampai mau mengaborsi, lha wong si perempuan yang hamil itu masih culun, baru umur 9 tahun! Si neng kecil ini hamil gara-gara diperkosa bokap tirinya, dan sang bokap sudah gemar menggagahi dirinya semenjak dia masih umur 6 tahun. Upaya senang-senang sepihak ini telah sukses bikin sang bocah malang hamil sampai kembar dua. Mana bisa rahim berumur 9 tahun yang masih lembek menanggung janin sebanyak itu? Makanya dokter menolong sang perempuan, dengan cara aborsi.

Kalangan Uskup di Brazil marah-marah. Menurut mereka, hukum Tuhan lebih tinggi derajatnya ketimbang hukum bikinan manusia. Kalau Tuhan sudah menciptakan bayi, biarkanlah manusia itu lahir, jangan digugurkan untuk alasan apapun. Menentang Tuhan itu dosa, iya kan?

Tapi kita selalu lupa, bahwa manusia berhak memilih untuk tidak hamil. Siapa yang sanggup merawat anak kalau ngasih makan dirinya sendiri aja nggak bisa? Ibu mana yang bisa tetap sehat merawat anaknya kalo proses hamil dan melahirkan malah bikin dirinya sakit-sakitan? Memang betul, mestinya perempuan-perempuan yang belum sanggup hamil sebaiknya pake alat KB untuk mencegah diri mereka hamil. Tapi kalau perempuan hamil karena diperkosa, apa mereka sempat nyuruh pelakunya pake kondom dulu sebelum memperkosa?

Barangkali para aktivis agama yang alergi aborsi ini layak dikuliahi tentang anatomi rahim dan sulitnya komplikasi melahirkan. Keputusan untuk begitu saja mengucilkan para dokter yang menggugurkan kandungan atas alasan medis, sungguh sangat kekanak-kanakan. Kita para dokter sangat menghargai para penderita, nggak cuman janin yang belum lahir, tapi juga ibu-ibu yang mengandung. Karena, upaya menyehatkan masyarakat untuk menghargai kehidupan manusia tidak semata-mata hanya dengan upaya mencegah kematian. Tapi juga termasuk menjaga supaya mereka sejahtera setelah melahirkan dan dilahirkan. Dan pengguguran kandungan atas alasan medis, layak dilegalkan untuk itu..

13 comments

  1. Hm, baiklah, ini pandangan saya.
    Nyawa dalam kandungan adalah hak Tuhan. Kalo Dia bilang janin itu hidup, ya janinnya akan tetap hidup meskipun mau digugurkan dengan cara apapun.
    Tapi nyawa ibu adalah hak ibu. Nggak ada siapapun yang boleh ikut campur, mau ngaku-ngaku dokter atau pemuka agama sekalipun.
    Termasuk juga kalo ibu ingin mengugurkan kandungannya karena percaya kandungannya itu bisa menyebabkan dia sendiri tewas, maka dia berhak saja menggugurkan kandungan itu.

    Hayoo..aktivis anti-aborsi, bagaimana pendapat Anda?!

  2. hawe69 says:

    setuju ama Jensen..

    itu hak sang ibu.
    kalau pun ada konsekuensi agama, yah kan sang ibu nya itu yang ‘bertanggungjawab’ nanti dengan Tuhannya.

    daripada dipaksa untuk ilegal tapi tetap saja marak sexbebas, lebih baik dilegalkan, tapi semua cowok dikebiri..hihihihi *ngaco*

  3. Well, publik layak dikasih tau ya seperti apa ibu sakit atau calon anak yang nggak sehat itu. Ibu yang jantungan melulu dan tukang darah tinggi sebaiknya jangan beranak lho..Nanti kasihan anaknya kalo ibunya sampai meninggal..

  4. Hohoho..mengakhiri kehamilan dengan sengaja tidak pernah jadi pilihan yang menyenangkan, Pak Zenteguh. Tapi membiarkan anak perempuan melahirkan bayi kembar yang jelas-jelas tidak bisa hidup dengan memadai, sama sekali bukan pilihan bijak apalagi realistis. Lebih-lebih kalau kehamilan itu malah membahayakan nyawa sang calon ibu itu sendiri..

  5. Saat ini praktek dokter di Indonesia hanya membenarkan aborsi untuk indikasi medis seperti yang dicontohkan Bu Dyah. Kita cukup beruntung karena bangsa kita tidak merestui aborsi untuk tujuan selain medis, tidak seperti Cina atau negaranya Pak Obama yang mengijinkan aborsi untuk mengurangi populasi atau kemiskinan.

  6. Dyah says:

    Met kenal Vicky
    Lebih baik mencegah kehamilan dengan KB, dari pada menggugurkan
    Untuk Aborsi pendapat saya …
    tidak setuju mengapa ? (1) Dia calon manusia (2) Mempunyai hak hidup (3) Urusan miskin, ya tanggung negara dari pada dikurupsi (4) Hukum agama dosa
    Akan tetapi pengecualian kalau alasan medis, misalnya si ibu sakit atau calon anak tidak sehat.

    Selamat berkarya

  7. hryh77 says:

    Hmmmm…. klo saya sih yg penting maen aman aja.. jadi buat para co jgn ngikutin nepsong aja.. pikirin juga keamanannya he..he..

    btw nyambung ga yah komennya he..he..

  8. Saya juga nggak ACC kalo aborsi dipake buat meringankan kemiskinan. Keluarga Berencana jauh lebih efektif ketimbang aborsi. Mungkin rakyat Amrik yang miskin patut disosialisasikan buat pake susuk sebagai alternatif penggunaan kondom..

  9. mastein says:

    kalo untuk alasan medis saya sepakat, tapi kalo alasan ekonomi saya masih sulit menerima, kalo alasan psikologis saya tak belajar dulu, blom berani berpendapat

Tinggalkan komentar