Legian Pindah ke Barat?

Coba tebak, ini di mana? Petunjuk: Foto ini saya jepret di Bali, Sodara-sodara Jemaah Georgetterox tinggal jawab, ini di tempat mana di Bali-nya? Legian? Kuta? Nusa Dua? Salah semua. Ini di..jreng jreng, Tanah Lot! Terakhir kali saya ke Tanah Lot tujuh tahun lalu, saya selalu mengenang sebuah pantai di pinggir Bali Barat yang pemandangan utamanya adalah sebuah pulau kecil di seberang pantainya dan di pulau itu ada pura. Tanah Lot adalah primadona utama untuk penghasilan pariwisata Kabupaten Tabanan, dan penduduk lokal memanfaatkan tempat favorit para turis itu untuk berjualan souvenir. Sewaktu saya ke Tanah Lot minggu lalu, saya tertegun karena sedikit banyak Tanah Lot sudah berubah. Tidak cuman tempat parkirnya yang lebih tertata rapi, tetapi juga pasar di sepanjang jalan setapak menuju pesisir Tanah Lot tempat turis biasa nongkrong ngecengin matahari terbenam, sudah disulap tampangnya menyerupai Jalan Legian di Kuta. Gimana nggak mirip Legian, lha di kiri-kanannya berdiri toko-toko dengan sinar lampu mentereng dengan plang barang-barang bermerk macam Polo, RipCurl, Billabong, dan..Crocs?? Nampaknya pemerintah daerah Tabanan telah menata kawasan ini habis-habisan menjadi daerah dengan perputaran uang yang cukup tinggi. Beberapa petak tanah di sepanjang jalan Tanah Lot, yang saya ingat dulu tempat berdirinya toko-toko lusuh yang mau bobrok, nampaknya telah dijual ke investor-investor tajir, dan para investor itu pun mengeksploitasi tanahnya dengan membangun toko-toko cantik yang mewah. Yang belanja di situ ya turis-turis, namun lebih banyak lagi turis-turis Kaukasus yang pergi ke sana dan membuang banyak dolar hanya untuk sekedar souvenir kayu. Pendek kata, Tanah Lot bukan lagi sekedar area lokal milik penduduk Bali, tetapi sudah jadi area internasional yang mahal.. Kabar baiknya, penduduk lokal nggak cuman sekedar jadi penjual penggembira, tapi mereka tetap diperbolehkan menyewa banyak lahan di sana untuk menggelar lapak maupun kios, meskipun harganya memang setengah mati harus bersaing. Adanya toko-toko semacam Polo yang mewah nampaknya nggak bikin para pedagang souvenir lokal kalah pamor, coz saya masih melihat banyak sekali turis Kaukasus dengan antusias menyisiri pasar di Tanah Lot untuk menawar kain sarung. Saya senang melihat orang-orang berjualan dan membeli di sana, dan saya senang lihat orang-orang berambut pirang itu nggak segan-segan merogoh seratus ribuan perak hanya untuk sekedar sebentuk gelang kayu. Pasar di Tanah Lot cenderung lebih menarik daripada tahun-tahun sebelumnya, artinya lebih banyak lagi penghasilan masuk ke kantong penduduk setempat. Lebih banyak orang kaya, mudah-mudahan akan diikuti lebih banyak lagi orang yang bisa mengakses pelayanan kesehatan dan bisa bersekolah sampek perguruan tinggi. Seperti yang saya ingin bilang dari dulu, bagian paling menyenangkan dari jalan-jalan berkelana bukanlah belanja souvenir. Bagian paling menyenangkan justru MENEMUKAN. Dan saya menemukan bahwa pedagang lokal di Tanah Lot yang dulu beromzet kecil, kini bisa lebih sejahtera dengan pasar Tanah Lot yang kini tampil lebih ngejreng dan memikat.

26 comments

  1. Tanah Lot. Dooohhh jadi kangen pengen ke Bali lagee 🙂

    Eh Vic, kalo yang wisata pake kapal selam tuh dimana yah? Gw tuh cita2 banget pengen ngajak Zahia naek kapal selam. Mmmmm, sembari makan pempek kapal selam *Susan, garing amat seh dikau!!*

  2. Apakah sudah ada masalah gitu, Cahya?
    Urusan penyerapan air yang tidak seimbang? Atau air pantai jadi kotor? Atau hewan-hewan mulai kehilangan habitat aslinya?

    *kok saya jadi sok kayak ahli lingkungan gini?*

  3. Cahya says:

    He he…, Tabanan sedang dikritik karena pembangunan yang terlalu berlebihan tanpa memerhatikan aspek keseimbangan, terutama dengan lingkungannya.

  4. BIG SUGENG says:

    Saya ke bali sekitar 2 jam ya hanya tanah lot yang saya kunjungi…
    maklum ke bali nggak sengaja sih…
    tapi saya kok sepertinya kurang cocok dengan suasana bali

  5. Harusnya event kayak gitu diiklankan di hotel-hotl, Mbak. Sebar-sebarin pamflet gitu. Sekalian ditunjukin kalo dari hotel ke venue-nya naik apa, jadwalnya jam berapa. Turis kayak aku pasti antusias.

    Atau memang aku aja yang kebetulan nginep di hotel yang nggak ada iklan PKB-nya.. 😀

  6. inten says:

    Aku malah udah lama gak ke Tanah Lot, kayaknya harus kesana kapan-kapan. Oya untuk PKB yang ada postinganku, Vicky bisa coba cek di webnya http://www.baliculturegov.com/. Evenntya masih 1 bulan. Siapa tahu bisa mampir lagi ke Bali. Kan tinggal loncat aja tuh dari Surabaya hehhe..

  7. depz says:

    yup emang dulu ga serame skrg..
    tapi hebatnya di bali itu (yg harusnya dicontoh sama lombok) mereka rapi dalam mengatur penjualnya.

  8. Nah, Wijna merasakan apa yang ingin saya ungkapkan dalam artikel ini.

    Memang saya juga mulai merasakan Tanah Lot ini bukan Bali. Saat saya jalan di pasar ini, saya hanya merasa ini pasar biasa yang kebetulan sebagian besar penjualnya adalah orang Bali. Hal yang sama lebih dulu saya rasakan ketika jalan-jalan di Kuta atau Legian. Tempat itu bukan Bali, saya rasa. Itu Singapura dengan sesajen di pinggir-pinggir jalan.

    Mas Eko dan Mbak Adhini sebaiknya segera ke Bali, sebelum Bali betul-betul berubah menjadi Singapura. Bali itu, timur enggak, tapi barat juga enggak.

  9. mawi wijna says:

    Terakhir saya ke Tanah Lot itu tahun 2009 dan memang saya rasakan sendiri bahwa geliat perekonomian di sana semakin meningkat karena dipicu oleh…yah…warga asing.

    Saya khawatir bila kelak, lokasi ini akan kehilangan ruh Balinya. Yang bertahan hanya Tanah Lot, sisanya mungkin berwujud area komersial semacam Mall. :p

  10. IbuDini says:

    Bila suatu kota terlihat semakin lam semakin maju dan tertata rapi pasti sungguh menajubkan dan berarti pemerintah setempat telah berhasil melakukannya…, warga bisa menikmati dengan lebih baik dari sebelumnya.
    Sayang banget aku blm pernah kesana

  11. Rawins says:

    kalo ditanya soal bali, aku cuma bisa ndlohom doang bu…
    dari dulu cuma kepengen doang tapi gapernah kesampaian
    padahal temen-temen seniman disana dah bolak balik nyuruh main
    kapan ya, bisa kesana..?

  12. Daftar to-go saya di Bali sendiri masih panjang, Lih.

    1. Nyebrang ke Desa Trunyan di Danau Batur.
    2. Belajar nyelam di Lembongan.
    3. Main bungee jumping di Kuta.
    4. Liat taman burung di Gianyar.
    5. Ke museum kartun di Denpasar.
    6. Lihat lumba-lumba di Singaraja.
    7. Photo session di GWK.
    8. Penelitian turis topless di Legian.
    9. Kopi darat sama Julia Roberts di Ubud, wkwkwkwk..

    Tapi kapan ya? Waktunya mepet selalu..

  13. Udah lama sekali ga ke Bali, terakhir tahun 2006. Mungkin kalo ke sana lagi mau ke tempat-tempat yang di luar mainstream tujuan wisata Bali. It's my dream, someday haha…

Tinggalkan komentar