Tinggi Serat di Hari Kesehatan Mental

Satu dari 10 orang di Indonesia menderita gangguan jiwa. Makanya hari ini, Indonesia ikut merayakan Hari Kesehatan Mental. Tetapi, meskipun banyak orang sudah mulai sadar tentang kesehatan mental, tidak banyak yang terpikir untuk meningkatkan kesehatan mental dengan memperbaiki makan. Padahal, menyantap makanan berserat bisa mengurangi risiko gangguan kesehatan mental.

Paradigma tentang kesehatan mental masih berkisar bahwa kesehatan mental perlu diterapi dengan obat-obatan, tindakan medis, support keluarga, dan konseling.
Namun jarang pertolongan tersebut menyentuh aspek diet.
Padahal pengaturan jenis makanan, terutama makanan berserat, mungkin punya andil dalam memperbaiki kesehatan mental.


Di Indonesia, jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa ada sekitar 27 jutaan orang. Anggap aja jumlah penduduk Indonesia sekarang 260 jutaan. Maka, dari 10 orang penduduk yang dijejer, pasti ada satu orang yang punya gangguan jiwa.

Sebagian penderita mencari bantuan dengan menghubungi psikiater. Pertolongannya macam-macam. Ada yang ditolong dengan diberi resep obat. Ada yang ditolong cukup dengan didengarkan curhatnya. Ada yang untuk ditolong sampai melibatkan keluarganya. Tapi jarang yang ditolong dengan diurusi pola makannya.

Saya tertarik dengan pola makan penderita gangguan mental gegara membaca tulisan seorang blogger teman saya bulan lalu. Kebetulan ia rajin berobat ke psikiater anak, karena anaknya yang masih balita, menderita gangguan mental berupa autistic spectrum disorder. Autisme ternyata bisa diperparah dari pola makan yang salah. Akibatnya, kalau mau sembuh, teman saya ini harus membuatkan diet untuk anaknya yang menghindari makanan pantangan untuk anak autis.

Saya jadi terhenyak, apakah segitunya makanan sampai bisa mempengaruhi situasi mental seorang pasien? Di sebelah mana makanan bisa mempengaruhi kondisi mental seseorang?

Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental

Ada 3 faktor yang mempengaruhi kesehatan mental:

  • Faktor biologi, misalnya ada/tidaknya masalah genetik, kerja kimiawi pada otak, ada/tidaknya gangguan pada otak
  • Faktor kehidupan, misalnya ada/tidaknya riwayat trauma kejiwaan, ada/tidaknya penyalahgunaan narkoba, ada/tidaknya riwayat intoksikasi obat-obatan
  • Faktor keluarga, yaitu kemampuan keluarga menyediakan support system


Ada 3 faktor yang mempengaruhi kesehatan mental, yaitu faktor biologi, faktor kehidupan, dan faktor keluarga.

Thanks to Google yang berusaha membaca minat baca saya, tahu-tahu saya mendapatkan artikel yang menuliskan begini, sekumpulan penderita gangguan mental (berupa depresi dan kecemasan) dilakukan percobaan. Sebagian penderita disuruh diet, dengan perintah kudu makan banyak sayur dan buah. Sebagian penderita lainnya nggak disuruh diet. Ternyata, setelah percobaannya berhasil, terungkap bahwa penderita depresi dan kecemasan yang banyak makan sayur dan buah, merasakan bahwa mereka tidak lagi gampang sedih, tidak gampang kuatir, dan bisa tidur lebih nyenyak.

Makanan memang bekerja di perut kita. Tapi ternyata apa yang terjadi di dalam perut kita itu mempengaruhi otak kita. Dan otak kita itu bertanggung jawab bagi kesehatan mental kita.

Kenapa Makanan Mempengaruhi Kesehatan Mental Kita?

Kita-kita yang pernah diajarin di sekolah dasar pasti masih ingat, makanan masuk ke perut kita, lalu diolah menjadi gizi, kemudian gizi itu mempengaruhi otak kita.

Sebetulnya, di dalam perut kita ini ada sekumpulan organ bernama sistem pencernaan. Sistem pencernaan ini adalah tempat bercokolnya makhluk-makhluk mikrobiota usus. Makhluk-makhluk ini baek lho, dan mereka memang normalnya ada di dalam perut kita.

Tugasnya para mikrobiota ini adalah mempermudah sistem pencernaan kita supaya normal. Perlunya normal itu, selain supaya sistem pencernaan bisa mencerna makanan, sistem ini juga menghasilkan hormon-hormon tertentu. Salah satu hormonnya, yaitu serotonin, akan berenang ke otak dan menyuruh otak untuk mengatur emosi. Ketika otak bisa berpikir mengatur emosi dengan baik, maka kesehatan mental pun tercapai. Nah!

Mikrobiota usus bisa berupa bakteri, virus, jamur.
Mereka ini bermanfaat bagus untuk kesehatan sistem pencernaan.
Kadang-kadang, karena minimnya mikrobiota usus pada diri sendiri, orang-orang mencoba memenuhi kebutuhannya dengan mengonsumsi probiotik dalam bentuk yogurt, probiotik dalam bentuk suplemen, atau probiotik dalam bentuk susu.

(Oke, penentu kesehatan mental nggak lantas hanya otak. Tetapi keluarga dan kehidupan manusianya sendiri juga ikut menentukan. Tapi otak jelas menentukan peranan penting.)

Hormon Serotonin dalam Kesehatan Mental

Serotonin, sering dikira orang awam sebagai hormon, padahal lebih tepatnya adalah neurotransmitter yang bentuk kimiawinya berbeda.

Serotonin dihasilkan sebagian kecil oleh otak, tetapi 90% serotonin di tubuh manusia sebetulnya dihasilkan oleh usus! Tugas serotonin adalah mengatur otak supaya memproses emosi. Serotonin tidak boleh terlalu banyak, tidak boleh terlalu sedikit, karena jumlah serotonin yang tidak ideal akan mengakibatkan otak menciptakan reaksi gangguan mood seperti depresi dan ansietas.

Syarat supaya usus bisa memproduksi serotonin, adalah mikrobiota usus dapat bekerja menciptakan situasi yang kondusif dalam usus. Dan supaya mikrobiota ini bisa bertugas dengan sejahtera, jumlah mereka harus cukup.

Namun, manusia itu tempatnya salah dan lupa. Jadi, kadangkala mereka khilaf mengacaukan sistem pencernaan mereka sendiri, sehingga secara tidak langsung otaknya pun jadi ikutan terusik. Buntut-buntutnya, mereka mulai mengalami gejala gangguan kesehatan mental, seperti sebut aja insomnia, kehilangan gairah hidup, gampang panik, dan lain sebagainya.

Apa sih salah manusianya sampai sistem pencernaan mereka jadi terganggu?

Pola makan yang salah mengganggu kesehatan sistem pencernaan.
Sistem pencernaan yang terganggu membuat otak menampilkan respons negatif.
Respons otak yang negatif ini yang menjadi gejala gangguan kesehatan mental.

Sederhananya, mereka ternyata menjalani pola makan yang salah. Misalnya terlalu banyak konsumsi makanan yang mengandung lemak, terlalu banyak karbohidrat. Alhasil, sistem pencernaan mereka menjadi tempat yang nggak kondusif untuk tempat tinggalnya para mikrobiota usus tadi.

Ketika mikrobiota menjadi keok, sistem pencernaan nggak bisa mengirim hormon kepada otak. Otak menjadi bingung karena tidak dipasoki hormon yang biasa dikirim dari usus. Sehingga ketika dihadapkan pada stress, otak bereaksi β€œsalah” dengan menghasilkan respons negatif, misalnya depresi, atau kadang-kadang cemas.

Soal ini pernah jadi berita dalam suatu riset di Amerika Serikat. Ada sekelompok veteran tentara yang menderita depresi dan ansietas semenjak mereka pulang dari Perang Teluk. Kok ya kebetulan tentara-tentara ini gemuk-gemuk dan rada susah disuruh diet. Lalu suatu ketika, dokter mereka menyuruh mereka diet menghindari lemak selama beberapa minggu. 

Eeeh..setelah beberapa minggu, para veteran ini nggak cuman agak langsingan (ya tentu saja). Tapi ternyata, mereka merasa gejala depresi mereka hilang, sebagian bahkan merasa tidak lagi insomnia, dan merasa gairah hidup mereka lebih baik. Benarkah itu karena diet menghindari lemak?

Bisa jadi. Karena, ketika manusia mengonsumsi asupan makanan yang banyak lemaknya, ternyata bikin usus menjadi kawasan yang jelek banget bagi mikrobiota di sana. Para mikrobiota menjadi lemah, sehingga tidak bisa membantu usus. Kemudian, usus tidak bisa menghasilkan hormon serotonin yang seharusnya akan dikirim ke otak. Otak yang kekurangan serotonin adalah otak yang sedih, mengakibatkan manusianya menjadi depresi.

Keuntungan Makanan Berserat bagi Kesehatan Mental

Konsep bahwa makanan berserat bermanfaat banget untuk mengatur emosi sebetulnya bukan trend baru. Sudah sejak lama, orang-orang yang punya problem depresi dan ansietas sering ditawar-tawarin untuk bergabung dengan klub pecinta diet Mediterania.

Huh, apa itu?

Diet Mediterania, biasa dikenal sebagai diet yang menjunjung tinggi pentingnya sayur-mayur dan buah-buahan. Pada prakteknya, penganut diet ini bisa menaruh sayur dan buah sampai memenuhi minimal separuh piring mereka lho.

Saya cuman tahu pola makan begini banyak dikerjakan oleh orang-orang Mediterania, misalnya orang Italia, Yunani, dan Timur Tengah. Rumusnya, di piring itu, separuhnya kudu diisi sayuran dan buah-buahan. Sisa separuhnya lagi sih terserah mau diisi apa, tapi umumnya banyak berupa gandum, kacang-kacangan, dan ikan. Dan umumnya daging merah dari sapi dan kambing dijadikan prioritas belakangan, yang hampir-hampir nggak disentuh.

Menu makanan yang baik untuk menjaga kesehatan alat pencernaan makanan kita adalah menu yang mengandung makanan berserat. Contoh makanan berserat tinggi untuk diet itu seperti menu lauk dengan sayuran panggang ini.
Separuh piring dipenuhi oleh sayuran tinggi serat berupa kentang, jamur, buncis, dan buah berupa nanas.

Ada riset yang berhasil membuktikan bahwa orang-orang yang semula mengeluh mood-nya sering buruk, setelah menjalani diet Mediterania ini, ternyata mood-nya menjadi jauh lebih baik. Artinya, kesehatan mental mereka membaik setelah menjalani diet Mediterania.

Saya sendiri memahaminya begini. Ketika kita memenuhi separuh piring kita dengan sayuran dan buah-buahan, maka kita menjadi cepat kenyang duluan. Separuh piring lagi akan diisi gandum dan kacang-kacangan. Baik sayur, buah, gandum, dan kacang-kacangan ini, jelas penghasil serat yang paripurna.

Ketika serat ini masuk ke tubuh kita, setiap hari secara konsisten, maka tercipta situasi pencernaan yang ideal bagi para mikrobiota (pH-nya usus jadi optimal bagi pertumbuhan mikrobiota, permeabilitasnya cukup). Alhasil, kesehatan pencernaan pun tercapai. Pencernaan jadi leluasa menghasilkan hormon serotonin.

Lalu serotonin ini melanglang ke otak, kemudian otak menggunakannya untuk memproses mood dengan baik. Akhirnya, tercipta kesehatan mental bagi manusianya. Itulah sebabnya kenapa para penderita depresi dan ansietas menganggap diet Mediterania ini bisa menolong mereka.

Makanan berserat mempermudah usus menghasilkan hormon serotonin. Hormon ini akan bekerja pada otak untuk mencegah depresi dan ansietas. Itulah sebabnya mengapa makanan berserat itu penting dalam menjaga kesehatan mental manusia.

Tapi saya sendiri nggak mempraktekkan diet Mediterania ini mentah-mentah lho. Karena menurut saya, nggak semua buah-buahan dan sayur-mayur di Indonesia itu tinggi seratnya. Makanya kita juga kudu selektif untuk nyari buah dan sayur yang seratnya beneran tinggi, misalnya ya 5 gram serat per 100 gram gitu, hihihi..

Dan kalau nyari buah dan sayur yang seratnya beneran tinggi gini di Indonesia, sebetulnya harga belinya lumayan mahal. Sebuah alpukat yang udah dikerok, kira-kira seberat 200 gram, itu mengandung 14 gram serat, tetapi harganya Rp 10k kalau tidak lagi musim. Hampir sama harganya kayak sebutir apel seberat 200 gram, itu pun seratnya cuman 8 gram. Sayuran yang agak murah mungkin terong, seberat 100 gram paling harganya Rp 3k, tapi seratnya yaa cuman 3 gram. Padahal, kebutuhan serat kita rerata 23 gram per harinya.

Ini mau memperbaiki kesehatan mental aja kok jadi menyakiti dompet..?

Saya sendiri lebih senang konsep diet sehat dengan gizi seimbang. Diet gini juga tinggi makanan berserat, tetapi makanannya nggak harus saklek separuhnya diisi buah dan sayur. Yang penting target karbohidratnya terpenuhi, target seratnya terpenuhi, target proteinnya terpenuhi, dan target lemaknya terpenuhi.

Mengapa makanan yang dipenuhi sayuran tinggi serat ini baik untuk kesehatan alat pencernaan?
Serat membuat kehidupan mikrobiota usus sejahtera.
Mikrobiota ini berfungsi membuat sistem pencernaan mampu bekerja mengoptimalkan pencernaan, dan melakukan tugas-tugas lain (seperti memproduksi neurotransmitter serotonin untuk kesehatan mental, memproduksi sel-sel imunitas untuk menjaga sistem kekebalan tubuh).

Saya sendiri sudah menjalani diet gizi seimbang begini selama beberapa bulan, alhasil jadi jarang overthinking dan tidur saya jadi lebih mudah (nampak dari frekuensi saya jarang ngetweet pada dini hari, hihihihi).

Dapatkah Suplemen untuk Kesehatan Pencernaan Menggantikan Makanan Berserat?

Sering kini di internet beredar suplemen yang mengklaim mengandung serat, selenium, zinc, dan lain sebagainya. Suplemen ini mengklaim bahwa produknya bisa memperbaiki kesehatan pencernaan.

Secara teoritis memang suplemen ini ideal soalnya bisa memenuhi kebutuhan serat orang-orang. Tetapi, kadangkala suplemen tersebut dibangun dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan reaksi diare pada sistem pencernaan.

Diare ini adalah tanda bahwa kehidupan mikrobiota usus terganggu. Tidak cuma akibatnya adalah sistem pencernaan gagal mencerna gizi yang kita butuhkan, tetapi juga sistem ini gagal menghasilkan hormon serotonin yang dibutuhkan oleh otak kita. Padahal kita perlu sistem pencernaan yang prima, kalau memang kita ingin kesehatan mental kita prima juga.

Memperingati Hari Kesehatan Mental? Mulai dari Perut Aja Dulu..

Hari kesehatan mental dibikin supaya orang-orang lebih sadar bahwa kesehatan mental perlu jadi prioritas. Ketika kesehatan mental seseorang itu prima, maka dia bisa menjalani hidupnya dengan produktif dan berkontribusi bagi masyarakat, intinya jadi orang yang bermanfaat gitulah.

Selain ditentukan dari support system dan pengalaman kehidupannya, faktor biologi diri orang tersebut juga ikut menentukan kesehatan mentalnya. Diet ikutan mempengaruhi faktor biologi orang tersebut. Artinya, dengan mengatur pola makan kita sendiri, sebetulnya kita juga berkontribusi penuh terhadap kesehatan mental kita.

The doctor of the future will no longer treat the human frame with drugs, but rather will cure and prevent disease with nutrition.”

Thomas Alva Edison, 1902

Di Hari Kesehatan Mental ini, orang-orang pada ngetweet ngajak nonton It’s Okay to Not Be Okay untuk meneriakkan kepedulian terhadap kesehatan mental. Ada juga yang mulai mengajak-ajak teman-temannya yang sedang stress untuk menghampiri psikiater dan psikolog. Di Facebook, banyak sekali berkeliaran status-status untuk mulai belajar mengaku pada diri sendiri, bahwa kesehatan mental kita memang sedang/sering terganggu.

Saya sendiri, mulai dengan cara sederhana. Kalau mau kesehatan mental kita baik, ya mulailah dengan banyak makan makanan berserat. Karena, ketika sistem pencernaan kita masih waras, maka kepala kita pun akan ikutan waras..

44 comments

  1. Lusi Dan says:

    Jujur ni, aku suka makan pedas. Dan kalo udah gitu asam lambung bisa kambuh.
    Langsung berdampak keseharian, bikin begah, kadang-kadang emosi suka nggak terkontrol.
    Emang bener yaa, makanan itu bisa mempengaruhi mental kita.

    Kalo aku banyak makan buah, misalnya pepaya lambung cenderung aman. Aktifitas seharian juga aman, nggak terganggu karena sakit perut.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Meskipun ini belum pernah dibuktikan pada manusia, memang sudah banyak riset hewan percobaan yang memberi tahu bahwa kenaikan asam lambung bisa menimbulkan stress.

      Sebabnya, dari lambung terdapat saraf khusus yang menuju otak. Otak di ujung saraf ini adalah otak yang bertugas menimbulkan respons terhadap stress. Jadi, kalau lambung sampai terlalu asam, otak akan diberi tahu, lalu otak ini bereaksi stress, alhasil manusianya menjadi emosional.

      Memang luar biasa jalur dari saluran pencernaan menuju pusat pengatur mental ini.

  2. Ani Berta says:

    Ah ini dia! Poin yang sering terlewatkan saat menyimak tema kesehatan mental belum pernah saya dapat materi sampai sedetail ini. Poin yang paling mudah dan paling berpengaruh menentukan sikap seseorang, mulai dari perut.
    Jadi ingat strategi politik orba yang mendahulukan perut rakyat terpenuhi supaya gak bergejolak.
    Juga jadi aware kenapa saat lapar sensitif perasaan juga saat kekenyangan serasa lumpuh ambruk di kasur.
    TFS Dok

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Pada awal pembangunan Indonesia, memang prioritasnya menghindarkan rakyat dari kelaparan dulu, supaya bisa dimotivasi untuk membangun negara.

      Sekarang prioritas kita sebaiknya dinaikkan. Jangan cuma kenyang, tapi juga isi makanan diperhatikan supaya isi makanan ini tidak membuat mental kita jadi terganggu. Nah, ini yang sulit. πŸ™‚

      Negara orang lain (sebut aja kawasan Skandinavia), sengaja menyuruh industri makanan supaya menfortifikasi produk-produknya dengan lebih banyak serat, dan mengurangi lemak. Plus membatasi garam pada makanan olahan supaya tidak sampai merangsang konsumsi lemak. Mereka melakukannya selama hampir 20 tahun. Dan hasilnya? Negara-negara tersebut angka depresi dan ansietasnya kecil banget.. πŸ™‚

  3. Hi Mba Vicky senang sekali bisa mampir di blog-mu.
    Jujur aku baru tahu sih ternyata apa yang kita konsumsi sangat berpengaruh dengan kesehatan mental kita. Kalau aku boleh berpendapat kalau orang-orang yang berpenghasilan tetap mungkin bisalah untuk memenuhi asupan gizi yang dianjurkan bagaimana dengan orang-orang yang hidupnya sangat sederhana dalam artian bisa buat makan saja sudah bersyukur banget. Dan kita tahu kan ya,sehat mental itu penting banget kan ya?

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Hai, Mas Yopi, terima kasih ya sudah mampir ke sini πŸ™‚

      Tulisan ini sebetulnya memang punya tujuan memotivasi orang supaya mau mengatur makan agar dapat memenuhi asupan gizi yang dianjurkan. Tetapi, dalam prakteknya, tidak lantas menuntut orang untuk bisa berpenghasilan tetap supaya bisa memenuhinya πŸ™‚

      Karena pada kenyataannya, banyak orang yang baru bisa membeli makan dengan seadanya, tetapi malah membuang dana tersebut dengan melakukan pola makan yang nggak sehat (misalnya terlalu tinggi lemak, atau lebih banyak makan simple karbohidrat daripada serat). Pola makan yang nggak sehat ini yang justru bikin mental jadi tidak sehat.

      Sebetulnya, pola makan sehat untuk memenuhi asupan gizi itu tidak harus didahului dengan berpenghasilan tinggi. Di Indonesia banyak banget sumber makanan yang sehat, tetapi nggak butuh biaya banyak-banyak untuk membelinya (misalnya kacang, kentang, tempe, dan lain sebagainya). Tinggal kita yang perlu pintar memasak makanan tersebut supaya gizi di dalam bahannya nggak rusak. πŸ™‚ Tapi kalau nggak pintar memasak, ya kita memang perlu orang lain untuk memasak bagi kita (dan di sinilah yang butuh penghasilan lebih besar untuk bisa membayarnya) πŸ™‚

  4. Agak susah makan serat juga nih, mbak. Karena aku sibuk review kuliner di kotaku. Nggak enak juga kalo nolak undangan. Mau ngga mau ya harus dimakan menu yang rata-rata makanan manis, tepung, berlemak.

    Harus bisa mengatur stok makanan di rumah juga. Thank you informasinya, Mba…

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Bisa kok.. Aku sih selalu berusaha fleksibel. Kalau habis makan makanan yang manis-manis dan berlemak gitu, besoknya langsung olahraga yang banter, hahahaaha…

  5. Dari dulu aku tau kalo makanan mempengaruhi banget kesehatan kita. Sampe ada yg bilang you’re what you eat. Tapi masalahnya aku blm bener2 praktekkan ini :p. Makan msh sembarangan, boro2 merhatiin serat dll. Napsu masih LBH kenceng drpd memenuhi kebutuhan tubuh :p. Ga heran aku gampang bgt mood swing

    Tapi sejak pandemi sih ya, aku lebih perhatian Vic. Apalagi kmrn sempet positif. Waah mulai deh tuh, perhatiin makanan banget. Buah dan serat dibanyakin. Tapi Karbo dan lainnya juga kok, walo LBH dikurangin . Efeknya, badan bener enakan, mood ga naik turun. Biasanya kalo kebanyakan makan daging dan lemak, mulai deh perut begah. Yg ada mau ngapa2in ga enak, gelisah Mulu. Tapi giliran aku memperbanyak sayur, buah dan yoghurt, trus tambah olahraga pula, pikiran LBH fokus, perut kenyang tapi ga begah. Enak gitu kenyangnya. Dan kalo perut kenyang, emosi LBH terjaga. πŸ™‚

  6. Rahman says:

    makanan sehat, kesehatan badan terjaga. Jadinya gak banyak pikiran deh πŸ˜€

    Kesehatan badan jasmani emang secara gak langsung juga sangat pengaruh buat kesehatan mental kita ya mbak

  7. Dian says:

    ah benar sekali mbak….
    aku termasuk orang yg baru tahu jika pilihan makanan pun mempengaruhi kesehatan mental.
    emang paling benar itu punya pola makan yang baik ya mbak.
    pola makan yg baik nggak hanya bagus buat kesehatan fisik, tapi juga bagus untuk menjaga kesehatan mental .
    terima kasih sudah sharing bu dokter. .. πŸ™‚

  8. Lya says:

    MasyaaAllah bermanfaat banget mbk :)) secara saya insomnia akut sptnya, entahlah apa karena ditunjang dengan kebiasaan dah lebih 20 tahun ,hwhw.. banyak terapi yg udh aku lakukan..bukannya apa2, klo lg ngedrop itu yng jd bikin ga enak, orng sih suka bilang..pejemin aja matanya ntr jg tidur sendiri …pdhl mereka ga tau gimana rasanya mejem tapi ga tidur2 hahaha….

    Terapi murotal, asmr, pijat, termasuk akhirnya ke psikiater yg worthed dikasih obat *upss.. tapii…ga kepikiran klo makanan tinggi serat trnnyata ngaruh.. selama ini makan apa aja sok wae :p nambah cemilan kagak jelas makin hajar bleehh…
    Jd keinget kata orang tua jaman dlu bilang ,”Makan kangkung itu bisa bikin mudah ngantuk”

    Baiquelah…Harus dicoba dan dicari jenis sayur dan buah tinggi serat tapi ga bikin kantong bolong juga πŸ˜€

    Thx a lot mbk Vicky :))

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Banyak kok sayuran murah-murah yang tinggi serat, misalnya edamame, terong, atau kubis. Kalau buah yang tinggi serat dan murah, misalnya jambu biji, pisang, atau jeruk. πŸ™‚

  9. Tika says:

    Sebagai penyintas depresi yg akhir-akhir ini sering kambuh lagi, aku agak bingung juga sih dengan hasil riset ini. Karena kalo secara pola makan, aku merasa udah cukup sehat, tapi kondisi psikisku gini-gini aja. Terus terang aku jadi penasaran, apa aku termasuk yg gak siginifikan apa gimana, atau mungkin juga pola makan ini yg membantuku bertahan, karena faktor lain kurang mendukung, atau gimana, entahlah, mungkin aku harus jadi responden penelitian untuk tau hasilnya. Makasih ulasannya kak

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Yang patut disayangkan, sampai sekarang paradigma bahwa pola makan menentukan kesehatan mental itu baru dibuktikan sebatas pada pusat-pusat pengobatan tertentu di negara-negara tertentu. Responden penelitiannya belum mendunia, jadi belum bisa dinyatakan bahwa pengaruh pola makan terhadap kesehatan mental ini berlaku secara universal. Moga-moga segera ada penelitian tentang kaitan pola makan dan kesehatan mental ini di Indonesia ya.

  10. kulomaul says:

    Saya hobby kulineran, terutama jajanan yang gurih dan pedas. Ngga ada seratnya blas. Relasi antara makanan dan kesehatan mental ini bikin saya ngeri Mbak. Mudah-mudahan bisa jadi salah satu acuan untuk mulai mengubah kebiasaan makan. Makasih mbak.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Sebetulnya, makanan berserat bisa dibikin gurih dan pedas kok. πŸ™‚
      Contohnya, saya biasa bikin rujak dari buah. Buah ini jelas tinggi serat kan, misalnya jambu atau nanas. Bumbu rujaknya jelas gurih dong, kan dari kacang. Jadi ya tergantung kreativitas kita memilih makanan yang mau kita makan, dan mengolahnya supaya sesuai selera kita.

  11. Liswanti says:

    Dan aku malah baru tahu tentang makanan berserat buat kesehatan mental juga, kirain buat pencernaan aja mba .

    Aku noted banget mba. Semoga dari makanan berserat semua sehat jiwa raga ya.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Memang enggak , makanan berserat itu nggak hanya menguntungkan pencernaan. Makanan berserat itu juga menguntungkan kesehatan mental kita, dan juga menghindarkan kita dari reaksi alergi. Whoaa banyak banget kan manfaatnya nih

  12. ghina says:

    Hai mbak vicky. Saya lagi praktik juga nih sama pola makan dengan gizi seimbang. Penjelasan mba vicky detail sekali, membuat ssaya semkin paham dan jadi semangat buat ngelakuin pola makan sehat dan bergizi. Memang semuanya saling terhubung, kesehatan, pikiran, dan makanan. thanks for sharing mbak

  13. Samleinad says:

    Kebanyakan org Indonesia, termasuk saya, masih kurang bagus mengatur porsi menu makannya. 50-60% berupa nasi atau karbohidrat, dan sisanya untuk sayur, lauk, dan buah. Masih berpegang prinsip yang penting kenyang, dan mindset ini perlu banget utk diubah ya πŸ™‚

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Iya, memang mestinya prioritasnya diubah sih. Karbohidratnya maksimal sampai 40% aja, dan lebih baik lagi kalau karbohidratnya berupa serat, bukan dari karbohidrat sederhana.

      Piring yang 50%-nya berupa sayur dan buah, sebetulnya sudah cukup memenuhi kadbohidrat sebanyak itu dan memenuhi kebutuhan serat juga. Dan kalau seratnya sudah dipenuhi, maka otomatis kenyang pun sudah tercapai.

  14. Maria G says:

    Wow wow tulisan keren, langsung bookmark ah
    Kita emang sering mengabaikan kesehatan mental ya?
    Padahal cuma mereka yang sehat mentalnya yang bisa merasa bahagia

  15. Shafira - ceritamamah.com says:

    Hai Mbak Vicky, aku suka lihat postingan makanan kakak di IG juga. Aku jadi teirngat nasihat yang disampaikan Ustad Zaidul Akbar bahwa “good food good mood”. Makanan sehat memang mempengaruhi lahir dan batin ya..dan ini coba kuterapin ke keluarga, karena skrg godaan makin banyak betapa jajanan dan instan food merajarela

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Hai Mbak Shafira, terima kasih ya udah lihat foto-foto masakanku πŸ˜€

      Zaidul Akbar pada dasarnya benar. Good food Will reconcile our gut again, and the gut will send good communication to our food to repair our mood. πŸ™‚

      Jajanan dan instant food itu nggak apa-apa kok, Mbak, asalkan makanan tersebut memang tidak merusak usus. Persoalan dari jajanan instant ini memang seringkali lebih banyak lemak dan simple carbohydrate-nya, Padahal komposisi begini yang bikin usus jadi gagal memperbaiki mood kita. πŸ™‚

  16. Saya setuju dengan diet seimbang. Tapi, saya mah kayaknya dietnya udah lama. Tiap makan cuma pakai satu lauk dan satu jenis sayuran. Kayaknya ini efek males masak #tutupmuka

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Hahahaa..nggak pa-pa, Mbak. Saya sering makan kayak gitu. Di piring saya cuma ada satu lauk (berupa ikan kakap) dan satu sayur (berupa brokoli). Tapi saya baik-baik aja, soalnya di kakap itu sudah ada serat dan banyak proteinnya, brokoli itu banyak serat dan kalsiumnya dan ada karbohidratnya, lemaknya dari kakap, vitamin C dari brokoli. Memang kita butuh apa lagi siih? πŸ™‚

  17. Ina Tanaya says:

    Saya pikir kesehatan mental hanya dari pikiran dan fisik saja, bukan dari makanan. Ternyata ada kaitannya juga. Terima sudah berbagi tulisan yang sangat penuh dengan pengetahuan dan bermanfaat.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Makanan dan kesehatan mental itu memang berkaitan erat, Bu Ina. Tanpa makanan yang sehat, agak mustahil membayangkan otak kita bisa mengendalikan mental kita πŸ™‚

  18. nurulrahma says:

    Jadi inget drakor “Dinner Mate”
    Ada psikiater dandy yg terapi-nya ke pasien melalui makan bareng.
    Jadi doi masakin tuh menu2 yg endeus tapi sehat, trus pasiennya maem bareng dah.

  19. Akarui Cha says:

    Otak yang kekurangan serotonin adalah otak yang sedih, dan membuat manusianya menjadi depresi.

    Senang sekali bisa mampir ke tulisan Mba Vicky yang mengulik urusan makan dengan kepentingan otak sehingga mental jadi sehat.

      1. Berasa diceramahin dokter ini, pr banget buat aku makan serat yang masih kurang. Tapi lagi belajar terus makan biar pencernaannya ikut waras, Yeaah mendingan 5 tahun ini pola makan mulai menuju sehat.

        Teringat akan kata2 apa yang kita makan akan menentukan hidupmu, semua tergantung pilihanmu mau sakit, apa mau sehat.

        1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

          Ya, aku juga masih belajar konsisten makan serat. Salah satu kendalanya adalah karena beberapa bahan makanan yang seratnya tinggi justru merupakan bahan makanan yang cara masaknya tidak aku kuasai : Tapi ya belajar deh aku, demi kesehatan pencernaan dan jiwa di masa depan

Tinggalkan komentar