Jutaan orang melamar kerja setiap hari, tapi orang-orang HRD umumnya cuma menerima sebagian kecil aja dari para pelamar ini. Faktor paling besar yang membuat HRD mau memanggil para pemohon ini ternyata bukan CV yang mentereng, tapi justru lebih karena para HRD jatuh hati pada antusiasme dan etos kerja yang ditunjukkan oleh para pemohonnya. Nah, kapan antusiasme dan etos yang nampaknya samar ini terlihat oleh para HRD, padahal pelamarnya belum berkesempatan untuk bekerja di sana? Ternyata, jawabannya ada pada personal branding para pelamar kerja itu.
Semula saya pikir juga ganjil. Apa bisa para recruiter melihat personal branding para pelamar kerjanya? Padahal kebanyakan seminar motivasi bilang personal branding itu kelihatan di accounts sosmednya para pelamar, dan belum tentu para pelamar kerja ini aktif di sosmed, kan?
Sampai kemudian saya ambil kursus komunikasi bisnis di Professional Skills, dan ternyata di sana saya belajar hal-hal baru. Salah satu highlight-nya, ternyata dalam merekrut pegawai baru, para HRD bisa melihat personal branding para pelamar melalui proses lamaran kerja dan interview.
Hah? Bisa, gitu?
Lamaran Kerja Sangat Butuh Personal Branding
Para fresh graduates masa kini sudah semakin pintar karena kaya akan teori, tapi ternyata kelemahan yang sama masih nongol aja dari tahun ke tahun: bingung cara memasarkan diri. Coba pikir deh, banyak fresh graduates bercita-cita kepingin bekerja di perusahaan besar, makanya mereka rajin pasang alarm untuk aware kalau-kalau perusahaan incaran mereka buka lowongan baru. (Saya dulu juga begitu kok.) Tapi ketika perusahaan itu bener-bener buka lowongan dan banyak orang yang melamar, para HRD-nya tepok jidat. Karena hampir semua pelamar itu isi surat lamaran kerja yang mereka terima ya sama aja, dari pelamar satu ke pelamar yang lain.
Begini nih komentar kawan saya yang menjadi HRD.
Saya jadi penasaran, “Lha kasihan dong yang pengalamannya cuman dikit, nggak dapet kesempatan buat interview?”
“Oh, masih bisa kok,” kata para HRD itu. “Kalau cover letter-nya kelihatan menarik dan menunjukkan pelamarnya matching sama perusahaan kita, kita mungkin akan panggil mereka meskipun mereka belum banyak pengalaman.”
Di kemudian hari di Professional Skills, saya belajar tentang apa arti kata matching antara pelamar dan perusahaan incarannya. Ternyata, para HRD bisa mencium kecocokan pelamar dengan perusahaan mereka jika personal branding pelamar ini cocok dengan perusahaan tersebut.
Personal branding, dalam konteks melamar kerja, adalah persepsi dari suatu pemberi kerja (perusahaan) terhadap apa yang ditunjukkan pelamar kerja, dan bagaimana pelamar tersebut bisa memberi solusi bagi perusahaan tersebut.
Misalnya, ada seorang pelamar bernama Morgan, ingin melamar kerja. Sementara itu, ada sebuah perusahaan green lifestyle bernama Ebony Fashion Inc, ingin mempekerjakan staf divisi Sales. Jika Morgan ingin melamar kerja pada Ebony Fashion Inc, maka tugas Morgan adalah menampilkan personal branding sebagai orang yang senang bekerja menjual (karena tujuannya adalah Sales), suka hal-hal berbau lingkungan (karena perusahaannya bertema green lifestyle), dan pernah berpengalaman untuk berjualan.
“Kalau cover letter-nya aja copasan, ya susah kelihatan apakah pelamarnya cocok dengan perusahaan kita atau enggak,” papar para HRD itu.
Terus, gimana dong caranya nampilin personal branding di dalam surat lamaran kerja itu? Nah, ini yang diajarin di Professional Skills.
Kursus Bahasa Inggris Wall Street Professional Skills
Sudah hampir sebulan ini, saya ambil les di Wall Street English. Kalian mungkin kenal WSE sebagai sebuah tempat kursus bahasa Inggris, tapi jangan salah..saya ambil les di sini bukan buat belajar bahasa Inggris.
Salah satu kelas di Wall Street English itu bernama Professional Skills. Kursusnya unik, mengajarkan tentang soft skills komunikasi bisnis. Di sini, kita belajar tentang cara melamar kerja, cara menyapa orang di tempat kerja, cara rapat kerja, dan cara membuat tulisan bisnis.
Hal-hal begini yang justru nggak diajarin di bangku kuliah dulu. Dan banyak orang kesandung di urusan beginian ketika sudah memasuki dunia perkantoran profesional.
Pengalaman Les di Wall Street English Professional Skills
Di masa pandemi gini, kelasnya digelar secara online melalui Zoom. Pengikutnya adalah murid-murid dari seluruh Indonesia. Teman-teman sekelas saya umumnya berumur di atas 22 tahun. Ada yang sudah kerja kantoran, ada yang baru lulus dan bingung cari kerjaan, dan ada juga yang sudah punya usaha sendiri. Hampir semuanya punya masalah yang sama, kepingin bisa berkomunikasi dengan lebih profesional dengan lingkungan kerjanya.
Karena panitia kelas ini adalah sebuah lembaga kursus bahasa Inggris, tentu saja materinya ya dibawakan dalam bahasa Inggris. Nah, keterampilan murid-muridnya pun berbeda. Ada teman sekelas saya yang grammar-nya ngawur. Ada yang pronounciation-nya nggak masuk British, nggak masuk American, tapi lebih cocok masuk Javanese English. Saya sendiri punya handicap berupa vocabulary yang sangat terbatas. Tapi herannya, semua orang di kelas itu nampak bisa memahami omongan satu sama lain, bahkan termasuk guru kami yang asli Kanada.
Kelas ini dibawakannya selama sekitar 16 kali pertemuan online. Tiap kali saya datang ke pertemuan, muridnya sekitar 12 sampai 15 orang.
Kadang-kadang di tiap kali pertemuan itu, kelasnya dipecah menjadi 4 kelompok berpopulasi sekitar 4 orang. Kelompok kecil ini disuruh masuk ke ruangan virtual kecil Zoom yang bernama Breakout Room, lalu di dalam ruangan kecil ini, tiap orang disuruh berdiskusi tentang topik pilihan gurunya selama 5-10 menit. (Cara begini memaksa tiap orang untuk mempraktekkan bahasa Inggris mereka.) Kadang-kadang gurunya nongol sambil ngintip diskusi mereka. Kalau waktu diskusinya sudah habis, semua orang disuruh balik ke ruangan utamanya Zoom dan diminta membacakan hasil diskusi mereka.
Contohnya nih, saya akan cerita tentang bagaimana sebaiknya nulis selembar surat lamaran kerja supaya bisa mempresentasikan personal branding pelamarnya.
Contoh Personal Branding dalam Surat Lamaran Kerja
Meskipun saya dan teman-teman saya di Professional Skills berasal dari background pendidikan yang beda-beda, tapi hampir semua dari kami bertahun-tahun lalu menganut aliran yang sama kalau bikin surat lamaran kerja. Umumnya cara bikin surat lamaran kerja itu seperti berikut ini.
Cara Membuat Surat Lamaran Kerja
Surat lamaran kerja dimulai dari tanggal, alamat tujuan, perkenalan nama kita (yang umumnya terdiri dari alamat, tanggal lahir, pendidikan terakhir). Lalu dilanjutkan dengan permohonan memelas ingin bekerja di perusahaan seseorang. Dan berkata bahwa kita melampirkan seabrek dokumen (seperti salinan ijazah dan segepok sertifikat seminar), yang kemudian diakhiri salam penutup.
Standar banget nggak sih? Wkwkwkk.. Terus gimana caranya HRD mau tertarik untuk memanggil kita buat interview kalau isi surat semua pelamar itu sama semua kayak begitu?
Di Professional Skills, saya dapet trik bahwa selembar surat lamaran kerja bisa membedakan pengirimnya dari pelamar lain lho. Caranya, isi surat ini kudu menampilkan value yang dianut pelamarnya, dan cita-cita yang diinginkan pelamarnya. Syukur-syukur, kalau surat ini juga mencantumkan pengalaman dari pelamarnya. Nah, baik value, cita-cita, dan pengalaman inilah, yang menjadikan personal branding dari sang pelamar itu supaya mudah diingat oleh perusahaan yang dia lamar.
Terus, cara menampilkannya gimana?
Bisa diambil contohnya kayak gini, saya ambil aja contoh Morgan yang saya tulis tadi. Seperti yang saya bilang tadi, Morgan adalah orang yang ingin melamar ke perusahaan mode yang suka jualan barang-barang go-green dan kebetulan perusahaan ini sedang butuh seorang juru sales. Maka Morgan kudu menampilkan value bahwa dia pecinta lingkungan, cita-cita bahwa dia ingin melestarikan lingkungan, dan pengalaman bahwa dia pernah jualan.
Untuk personal branding yang demikian, dia bisa menulis surat lamaran kerjanya seperti ini,
Dear Mr Smith,
Ebony Fashion Inc. is committed to creating sustainable outfits and I want to do my part to help. I am writing this letter because I like to demonstrate an opportunity for the role of Sales Officer in Ebony.
I have followed the exhibitions of Ebony Fashion Inc with great interest since the first show at Jakarta Fashion Week in 2015. I have been interested in the go-green lifestyle since I was 18, and Ebony label has been my favorite brand because of its commitment in using sustainable material.
In addition to my Bachelor Degree in Environment Engineering, I have also sold handmade tie-dye accessories in Klik Indomaret. Therefore I would be truly honored to make a contribution for sales at Ebony Fashion Inc.
Thank you for your consideration. I will really appreciate it if you are available to send me any follow-up email.
Sincerely yours,
Morgan Mulia
Perhatikan bahwa di paragraf pertama pelamarnya mengucapkan ciri khas perusahaan incarannya itu (“committed for sustainable outfits”), ia ingin menolong perusahaannya (“I want to do my part to help”) dan dia mengucapkan cita-citanya (“Sales Officer”).
Di paragraf kedua dia bilang bahwa dia sudah tahu sejarah perusahaan yang dia incar itu (“first show at Fashion Week at 2015”), dia sendiri menghargai value akan go-green lifestyle, dan dia tahu value perusahaan incarannya (“commitment in sustainable materials”).
Di paragraf ketiga dia mencantumkan pengalamannya yang cocok dengan posisi yang diincarnya (“sold accessories”). Dan dia berusaha menarik perhatian perusahaan incarannya dengan mengucapkan call to action, yaitu minta dikirimi follow up email.
Nah, nggak nyangka kan kalau personal branding bisa tersirat dalam selembar surat lamaran kerja? Itu yang diajarkan di Professional Skills.
Kurikulum Professional Skills
Orang-orang profesional yang kepingin belajar bahasa Inggris kerja, pasti bakalan tergiur sama isi kursusnya Professional Skills ini. Gimana enggak, ada 4 modul utama yang diajarin dalam Professional Skills ini, yaitu:
- Personal Branding. Isinya antara lain cara membuat CV, menulis surat lamaran kerja, berjabat tangan, strategi interview, menjawab interview, mengulur waktu, membedakan kapan harus pamer dan kapan harus merendahkan hati, dan menindaklanjuti interview.
- Meeting. Topiknya antara lain basa-basi (small talk), memperkenalkan diri sendiri/orang lain, bernegosiasi, membuat penawaran, menangani keluhan, dan managing expectations.
- Presentation. Yang dibicarakan adalah mengatur panggung untuk presentasi, menggunakan alat bantu visual, bicara berdasarkan angka-angka, berimprovisasi, sign posting, pacing delivery, menangani pertanyaan, dan finishing strong.
- Business Writing. Bahasannya antara lain berkomunikasi secara tidak langsung, menyampaikan kabar buruk, meminta extension, menerima/menolak undangan, memberikan keluhan, merujuk kembali pada email sebelumnya, mengirim pertanda akan urgensi, dan mencantumkan permintaan.
Ada banyak wawasan yang saya terima ketika belajar tentang interview. Di kelas Professional Skills ini, saya dan teman-teman berbagi pengalaman interview yang pernah masing-masing kami alami. Sebagian teman saya yang udah jadi entrepreneur, juga curhat tentang pengalamannya meng-interview calon pegawai baru.
Dan pada Professional Skills juga, saya belajar bahwa pertanyaan recruiter yang kadang-kadang susah, bisa kita putarbalikkan untuk menjadi ajang buat menunjukkan personal branding kita sendiri.
Cara Menjawab Interview untuk Membangun Personal Branding
Dalam diskusi kecil di Breakout Room tentang Interview, saya dan teman-teman sama-sama pernah mengalami ditanyai pertanyaan seperti:
- Mengapa Anda ingin bekerja di sini?
- Apa cita-cita Anda?
- Kapan Anda merasa paling puas ketika bekerja di kantor sebelumnya?
Salah satu teman saya yang baru lulus kuliah, menyahut bahwa dia paling waswas ditanyai, “Apa kelemahan Anda?”
Saya sendiri takut disalahpahami serakah jika salah menjawab untuk pertanyaan, “Berapa gaji yang Anda inginkan?”
Guru saya, bilang bahwa pertanyaan yang cukup tricky tapi juga lumayan sering ditanyakan di interview adalah, “Kalau Anda hewan, Anda ingin jadi hewan apa?”
Nah, menjawab interview itu sebetulnya juga merupakan kesempatan kita buat mengemukakan sisi personal branding kita, dan sisi ini bisa jadi solusi bagi recruiter-nya lho. Kuncinya adalah berikan data-data yang objektif, yang kira-kira bisa terukur oleh recruiter-nya.
Contohnya begini..
“Mengapa kami harus mempekerjakan Anda?”
Jawaban yang cocok misalnya begini,
“I have worked for 5 years as an accessories seller, during which time I have created over 800 closings, which is about 10% of them are repeated orders.”
Beda dengan pelamar awam yang biasanya hanya menjawab, “Because I’m an amazing seller and you will see that I’ve done a fantastic job.”
Contoh lain: “Sebutkan 3 hal positif yang dikatakan oleh atasan Anda sebelumnya tentang Anda.”
Kita lebih baik menjawab,
“My previous boss mentioned that she has been satisfied with my closing for her products by affiliate marketing for these 5 years. She also trusted my patience in handling complaints from our customers. And she frequently delegated the packaging process of her products to me because our customers loved the way I package them pre-delivery.”
Professional Skills mengingatkan bahwa pertanyaan tentang 3 hal positif bukan berarti harus dijawab dengan 3 kata. Jawab dengan ala-ala story di atas ternyata malah memberi kesempatan kita memamerkan personal branding dengan baik.
Bahkan, di Professional Skills ini, saya juga diajari menjawab pertanyaan negatif dengan memutar pertanyaan itu menjadi positif.
Misalnya, “Mengapa Anda meninggalkan pekerjaan Anda yang sebelumnya?”
Kita jangan jawab “I dislike my boss/salary/coworker/the food in their cafetaria.” 😀
Kita bisa jawab,
“I seeked other challenges, especially creating a new market for go-green accessories. To create the new market, I should enlarge the coverage of promotion which needed more funds. Meanwhile my previous job lacked of operational fee to gain the higher goal. If only my previous boss had given me a raise, I would have kept working there.”
Sebetulnya, recruiter manapun bisa ngerti bahwa pelamarnya kepingin gaji lebih banyak. Tapi jawaban ini nunjukin personal branding-nya, bahwa pelamarnya memperjuangkan cita-citanya untuk membuat banyak orang mau mengkonsumsi aksesoris go-green. Dia menunjukkan bahwa dia cari kerja itu untuk memperjuangkan cita-citanya doang, bukan sekedar ingin naik gaji belaka.
Belajar Bahasa Inggris Bisnis sekaligus Networking
Di Indonesia, kursus bahasa Inggris yang menyediakan kelas tipe bahasa Inggris bisnis itu banyak banget. Tapi banyak hal yang bikin saya enjoy di kelas Professional Skills-nya Wall Street English ini. Pertama, seperti yang saya ceritain panjang di atas, kelas ini ngajarin bahasa Inggris bisnis sambil simulasi percakapan bisnis sungguhan.
Kedua, ini yang nggak kalah penting, menjadi murid Wall Street English memberi saya akses untuk bergabung dengan komunitas internalnya yang anggotanya para pebisnis profesional.
Komunitas ini bernama Syndycate. Isinya berupa forum meeting yang diselenggarakan online via Zoom, bicara tentang pengembangan diri. Di forum ini, saya ketemu dengan murid-murid Wall Street English dari berbagai level, dan kami ngobrol santai tentang topik-topik yang berkaitan dengan bisnis. Kayak pertemuannya Syndycate beberapa hari yang lalu misalnya, pembahasannya tentang urgensi memiliki literasi keuangan.
Namanya aja ngobrol santai, maka pertemuan di Zoom itu banyak haha-hihinya. Meskipun saya murid baru yang malu-malu, tapi moderator forum dan teman-temannya berusaha interaksi sama saya. Topik pertemuannya juga cenderung kasih banyak wawasan, alhasil meskipun forum chitchat-nya cuman sejam, tapi kita bawa banyak pengayaan lho begitu meninggalkan pertemuan.
Menurut saya, Professional Skills di Wall Street English ini nggak cuman cocok buat yang mau melamar kerja doang. Yang sudah bekerja pun tetap perlu juga, terutama untuk pelajaran meetings, business writing, dan presentasi. Entrepreneur juga perlu, karena suatu saat mereka akan mempekerjakan orang dan kursus personal branding di sini bisa dijadikan standar untuk menerima calon pegawai.
Personal branding bukan cuman buat selebriti atau yang mau jadi caleg doang lho. Kita-kita yang kepingin bersosial dengan lebih baik, bakalan dapat banyak sekali pengetahuan untuk self development di Professional Skills-nya Wall Street English ini. Tertarik buat ikutan? Daftar placement test-nya yang gratis itu dulu yuk.
Placement Test Wall Street English
Untuk bisa placement test pada Wall Street English secara gratis, bisa daftar via WhatsApp untuk nantinya dihubungi oleh Wall Street English. Jangan lupa, kalau kamu punya sodara-sodara yang kepingin belajar tentang personal branding atau memperbaiki komunikasi dalam dunia kerja, sebarin artikel ini kepada mereka ya 🙂
Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
Banyak kursus online yang bisa diambil selama pandemi, contohnya Profesional Skills. Seru juga belajar bersama dengan background peserta yang berbeda, tapi mau tujuan yang sama. Supaya dapet personal branding saat melamar kerja, biar langsung klik sama HRD nya.
Ya, betul, Mbak Nurul 🙂
Udah paling senangkalau ada artikel yang bahas tentang personal branding, seolah menyatu hehe, lagi belajar personal branding juga soalnya mba. Dari artikel ini jadi semakin percaya bahwa personal branading itu sangatlah penting terlebih buat mereka-mereka yang ingin melamar pekerjaan ;).
Benar. Personal branding ini mengajarkan gimana mencocokkan diri kita dengan kemauan perekrut pegawai 🙂
Personal Branding pas melamar kerja memang penting banget, sesui dengan point2 di atas, skill yang utama jaman now harus pandai berbahasa inggris dan networking. Menjadi yang unik dan berbeda itu yang nyangkut.
Aku biasanya suka merangkap juga sebagai HRD, kalo pas interview suka pen ngikik, terlalu banyak menuntut tapi skill ora ono plus pengalaman nihil.
Teh, ada nggak sih pelamar yang ngelamar ke Teteh, tak ada skill, tak ada pengalaman, tapi kelihatan banget minatnya bahwa dia sungguh kepingin mengabdi pada perusahaan Teteh?
Cakep nih, dan komplit banget. Pas buat adeku yang akan mulai melamar pekerjaan. Penting buat membangun personal branding ya mba.
Semoga adiknya segera dapat pekerjaan yang cocok dengannya ya 🙂
Pelajarnya detail dan aplikatif ya, Teh. Tetangga-tetanggaku yang baru lulus sekolah pada pengin melamar kerja. Nanti aku share artikel ini ke mereka. Makasih ilmunya 🙂
Makasih, Vi, sudah mau dibagiin 🙂
kurikulum lengkap banget dalam kelas personal branding ini ya kak, jadi pengen ikut kelas juga agar kompetensi bisa ikut tergeret naik
Ikut aja, Mas Joko. Banyak banget insight yang berguna di sini lho 🙂
Personal Branding jadi kunci utama dalam aplikasi mencari pekerjaan. Terima kasih atas insight yang sangat bagus sekali.
Sama-sama, Mbak Ina. 🙂
Senang deh kalau mampir ke blognya dokter Vicky, selalu banyak ilmu baru dan insightful. Setuju banget soal branding diri saat apply suatu pekerjaan karena ini akan membantu perusahaan tersebut buat mempertimbangkan apakah mau mengajak gabung atau tidak?
Oh ya, kursus Bahasa Inggrisnya itu sistemnya kece banget materi dan sistem belajarnya.
Iya, materinya memang bagus banget. Minggu ini, saya belajar tentang gimana negosiasi sama sesama pekerja dan negosiasi dengan calon klien. Belajar simulasi praktek juga. Biarpun baru simulasi, ternyata susah juga :))
Yang beda emang oke ya mbak. Personal branding memiliki nilai tambah dalam mencari kerja. Jadi pengen coba melamar kerja nih jadinya hahah.
Jangankan Kak Ade, saya yang udah di atas 35 tahun ini aja masih kepingin melamar kerja remote, hahaha…
Wah lama nggak menyapa di blog ini
Lihat mama Fidel difoto ternyata sibuk sekali
Nanti saya coba share artikel ini ke sepupu
Kebetulan banyak yang selangkah lagi harus masuk ke dunia kerja
Mereka butuh bangun personal branding supaya maju
Tidak seperti kakak sepupu tertuanya ini
Oh iya, terima kasih sudah mau di-share-kan 🙂