Nonaktif Bikin Masalah

Nonaktif tidak bersodara dengan nona-nona manapun, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan hiperaktif.

Ini cerita tentang kolega gw, yang sempat musibah gara-gara dia harus menangani sebuah musibah, dan ujung-ujungnya malah menimbulkan musibah yang lebih berantakan dari musibah itu sendiri. *kok gw jadi bingung begini, nulis kalimat kok ribet amat..*

Kolega gw, sebut aja namanya Rachel, tiga tahun lalu lagi jaga sebuah rumah sakit waktu pasien ini diopname di sana dalam keadaan parah. Tibalah saatnya pasien ini kritis dan Rachel sebagai satu-satunya dokter seharian itu harus menolongnya. Ternyata Tuhan lebih kuasa, coz setelah diberi tindakan pertolongan oleh Rachel, pasien itu meninggal. Keluarganya pasien itu ngamuk-ngamuk dan tidak menerima kematiannya, menuduh Rachel melakukan malpraktek, lalu menekan pejabat manajemen rumah sakit supaya Rachel diganjar. Demi menyelamatkan muka rumah sakit tanpa harus mencelakakan karier Rachel, Rachel dibisikin supaya mengundurkan diri atas keinginan sendiri. Mereka bilang ini namanya “non-aktif”, tapi gw bilang itu namanya cara halus untuk memecat orang.

Ternyata, kepergian Rachel yang setengahnya dipaksa itu menimbulkan masalah baru. Pasalnya, selain bertugas sebagai dokter jaga seminggu sekali, sehari-hari Rachel adalah pejabat sebuah poliklinik di rumah sakit itu. Setelah Rachel pergi, posisi kepala operasional poliklinik itu kosong blong tanpa dokter sama sekali. Siyalnya, manajemen rumah sakit yang “menon-aktifkan” Rachel belum mencarikan dokter pengganti baru, akibatnya seorang dokter lain yang merupakan rekan Rachel harus turun tangan buat mengisinya. Padahal sang dokter rekan itu sudah sibuk meladeni ruang rawat inap, jadi bisa dibayangkan dia harus jumpalitan mengurusi pasien-pasien yang diopname pasien rawat jalan sekaligus. Kualitas pelayanan departemen di rumah sakit itu menjadi menurun, dan ujung-ujungnya yang dirugikan tetap saja pasien-pasien yang berobat ke sana.

Di sini kita menarik hikmah bahwa tindakan me-non-aktifkan seorang pegawai kadang-kadang bisa berakibat fatal terhadap institusi itu sendiri. Seorang pegawai biasanya diserahi tanggung jawab untuk mengurusi suatu pekerjaan yang menjadi denyut nadi institusi itu, jadi kalau dia tidak masuk satu hari saja, kegiatan operasional institusi itu berantakan. Apalagi kalau dia diberhentikan dari pekerjaannya, siapa yang akan menggantikan posisinya, dan siapa yang bisa menjamin bahwa orang baru yang menggantikannya akan bisa bekerja secekatan orang lama?

Tindakan penonaktifan terhadap seseorang mungkin diperlukan jika dirasakan bahwa kinerja orang itu mungkin merugikan institusi tersebut. Tetapi sebelum menonaktifkan orang, perlu dipikirkan masak-masak, mana yang lebih besar, manfaat untuk tetap mempekerjakan orang itu, atau malah kerugian yang terjadi jika orang itu diberhentikan? Dalam kasus penonaktifan kolega gw Rachel, satu-satunya manfaat yang bisa ditarik oleh rumah sakit hanyalah bahwa para manajer rumah sakit tidak jadi “benjol” gara-gara diamuk keluarga pasien yang meninggal. Kerugiannya lebih banyak, posisi yang ditinggalkan Rachel tidak diisi dokter yang baru -> dokter yang lain terpaksa bekerja dobel -> terlalu banyak pekerjaan, terlalu sedikit waktu -> pasien-pasien tidak tertangani dengan memuaskan -> pasien pun ngomel-ngomel -> citra rumah sakit sebagai sarana pelayanan medis yang gesit pun menurun.

Fenomena penonaktifan yang cuman berujung pada masalah baru ini pasti nggak cuman terjadi di rumah sakit doang, tapi juga bisa terjadi di lembaga-lembaga lain yang bukan medis. Di kantor Anda, mungkin? Atau mungkin di negara Anda?

Gw menulis ini, karena sekarang lagi ngetrennya kata “non-aktif”. Menuntut untuk menon-aktifkan polisi. Menon-aktifkan menteri. Menon-aktifkan wakil presiden. Seolah-olah gampang aja nyari pejabat-pejabat baru dalam waktu singkat tanpa harus mengorbankan stabilitas aktivitas nasional.

Adakah solusi yang lebih baik?

23 comments

  1. Kurang ngerti politik, cuma terkadang menurut saya, pemecatan bisa lebih baik dari pada mempertahankan parasit yang merampok induknya secara keji.
    Yaaa.. tentunya dengan persiapan pengganti yang baru yang lebih berkualitas… hehehe..

  2. sETUJUUUU…
    biar kita pelajaran. Berdemonstrasi harus yang berbobot, bukan cuma teriak-teriak aja dijalan.
    nah untuk kasus luna maya…kenapa harus non aktif?
    jika benar, tak perlu gentar.

  3. Jimox says:

    hmmm… nice sharing mbak. andai saja mereka yang kerap menyuarakan "non-aktifkan!!" ikut membaca blog ini. mungkin mereka akan berpikir ulang mbak. dan nggak se-enak lidahnya mengucapkan "non-aktifkan!!".

  4. Newsoul says:

    Hehehe. Ada juga hal non aktif yang malah menghilangkan masalah. Saya mengharapkan para koruptor non aktif (berhenti) dari kegiatan korupsinya. Para maling non aktif dari aktivitas malingnya. Para pengacau non aktif dari kegiatan mengadu domba dan memfitnah, dan memprovokasi. Ini cuma contoh beberapa hal non aktif yang diharapkan menghilangkan masalah.

  5. mawi wijna says:

    Menurut saya, jika orang itu sudah terbukti bersalah maka secara sadar dia harus mengundurkan diri. Itu namanya berjiwa kesatria. Perihal tak ada personil lain yang bisa menggantikan kinerjanya itu hanya masalah birokrasi dan proses regenerasi yang memble.

  6. Banyak juga orang-orang yang merasa ngerti perekonomian dan minta juga supaya pejabatnya diganti. Tapi tetap nggak ada yang merekomendasikan solusi penggantinya. Walah, repot sekali kecam sana-sini tanpa kasih solusi.

  7. Fanda says:

    Betul Vick. Padahal org2 yg demo dan menyerukan 'nonaktif' itu jg ga tau duduk persoalannya. Dia ga tahu jg gimana perjuangan org yg disuruh non aktif itu dalam mengendalikan perekonomian negara kita shg dampak krisis tak terlalu mengenai kita. Begitu ada sebuah kasus, langsung teriak2 non aktif. Celakanya, bahkan yg teriak2 itu jg ga tau persis kasus itu sedalam2nya. Aku heran mengapa banyak org yg begitu gampang disetir oleh opini yg dihembuskan. Kapan mereka itu jadi dewasa dan bisa berpikir sendiri?

  8. Perlu dicari tahu, apakah malu itu harus diatasi dengan mengundurkan diri atau nonaktif. Perlu dipertimbangkan juga, apakah dengan nonaktif itu tidak akan menimbulkan kericuhan baru karena SDM yang baru belum tentu bisa bekerja sestabil SDM yang lama. Jangan sampai sistem jadi goncang gara-gara pemimpin sistemnya kosong lantaran dinonaktifkan.

    Pits, itu operator seluler mana sih? Kok gw nggak pernah dapet SMS-SMS premium yang nakal gitu ya?

  9. Kalau ada negara/bangsa/orang yang paling nggak tahu malu.. salah satunya Indonesia…. kenapa ? Di Indonesia nggak ada itu orang merasa malu karena berbuat kesalahan, baik disengaja ataupun tidak disengaja – – besar atau kecil, kemudian terus mengundurkan diri dari profesi atau jabatannya. makanya jangan heran kalau nggak pernah maju yang maju hanya korupsi. Contohlah jepang (tapi jangan sampai bunuh diri yah, dosa !!!) … atau yang paling baru kasusnya tiger woods… Saya rasa kalau budaya malu dan mundur belum bisa at least non aktif dululah….

  10. Pitshu says:

    non-aktif emang bermasalah, mo me-non aktifkan fitus sms enggak jelas aja beribet bener dah.. jelas2 g enggak pernah daftar atau register love sms, tiap hari dikirimin, pulsa g di potong2 terus hahahaha 😀

  11. Jadi bertanya-tanya, kalau Luna Maya dinonaktifkan dari dunia keartisan, siapa yang bisa gantiin dia?

    *pertanyaan nggak penting banget*

    Orang-orang mestinya nggak cuman berani minta turunkan seseorang, tapi mesti sekalian kasih pemeran penggantinya. Tindakan itu nggak bisa setengah-setengah, tapi mestinya sepaket.

  12. fahmi! says:

    persis! aku juga mikir gitu, orang2 demonstran itu pada teriak2 turunkan sby, turunkan boediono, turunkan dsb… apa mereka juga mikir lebih lanjut, kalo dituruti turun, trus pejabat penggantinya sapa? nanti nggak puas lagi dg orang baru, didemo lagi. susah sih kita dapet sistem yg rapi jali dg orang2 sempurna sbg pejabat. lha wong namanya manusia, sempurna itu mustahil, pasti ada khilafnya. yg perlu dipikir adalah gimana mendukung pejabat yg ada untuk memoles kerjaannya supaya lebih baik, aku pikir gitu 🙂

Tinggalkan komentar