Mencegah Stunting pada Generasi Masa Depan

Kesejahteraan bangsa sepertinya menempel pada tinggi badan. Jarang banget pada negara yang penduduknya pendek-pendek, penghasilan populasi total negaranya itu besar. Dan Indonesia, sepertinya belum bisa mengejar kemajuan, karena penduduknya rata-rata masih kerdil-kerdil, alias stunting.

Teman-teman, apakah anak-anak di tempat kalian stunting juga?

Stunting
Pencegahan stunting itu perlu untuk mengharapkan anak menjadi orang dewasa yang produktif.
Stunting di Indonesia

Stunting, alias badan yang kerdil, bukan hasil kerjaan genetik. Hampir 80 persen penyebab stunting adalah malnutrisi dalam kurun waktu yang lama. Kurun waktu ini sudah dihitung semenjak  si anak masih berupa janin dalam kehamilan ibunya, sampai dia menjadi anak balita yang berusia 2 tahun.

Persoalan penting dari stunting ini adalah, stunting merupakan indikator bahwa selama masa janin hingga umur dua tahun ini, sang anak nggak mendapatkan jumlah gizi yang memadai. Padahal masa janin sampai umur dua tahun adalah fase ketika sel otak manusia sedang giat-giatnya berkembang. Saking pentingnya fase ini, sampai-sampai fase ini populer di kalangan tenaga medis sebagai fase 1000 hari pertama kehidupan. Kalau selama masa penting ini nggak ada cukup gizi buat perkembangan sel otak, sulit mengharapkan anak ini tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat, cerdas, dan produktif.

Jadi, stunting merupakan suatu tanda kegagalan tumbuh kembang bayi/janin, sekaligus salah satu dari ciri-ciri anak kurang gizi.

Urusan stunting ini nggak bisa disepelekan kalau kita mau melihat dari perspektif global. Jika suatu negara itu banyak anak stunting-nya, padahal anak-anak ini yang akan mengelola bangsa itu di kemudian hari, maka bisa diprediksikan perkembangan negara itu akan merosot, lantaran dikelola oleh dewasa-dewasa yang malnutrisi alias kurang gizi.

Kok ya kebetulan, Indonesia ini adalah negara yang punya banyak sekali anak kecil yang stunting. Kalau kita diam saja melihat bocah-bocah kerdil yang semakin banyak ini, tentu kita akan pesimis negara kita akan jadi negara yang tertinggal sekitar 20-30 tahun lagi, dibandingkan negara-negara lain. Jadi kalau kita memang ingin negara kita lebih maju, atau setidaknya tidak ketinggalan dibandingkan Vietnam dan Thailand di masa depan, masalah gizi di Indonesia ini harus diselesaikan.

Pengertian Stunting

Stunting, adalah anak balita dengan nilai Z Score kurang dari -2SD (standar deviasi).

Z-score artinya hasil yang diperoleh dari pengukuran tinggi badan, berdasarkan usia, menurut standar baku WHO. Standar ini diukur pada anak-anak yang sudah berusia minimal 2-5 tahun. Ada dua macam hasil untuk stunting, yaitu:

Stunted : balita dengan nilai Z Score kurang dari -2SD

Severely stunted : balita dengan nilai Z Score kurang dari -3SD

tumbuh kembang anak
Ini contoh kurva pertumbuhan tinggi badan menurut WHO untuk anak laki-laki berusia 2-5 tahun.
Garis berwarna hijau menunjukkan rerata tinggi badan menurut populasi anak seumurnya.
Jika tinggi badan anak kita berada di bawah garis merah -2, berarti anak kita mengalami stunting alias perawakannya pendek.
Jika tinggi badan anak kita berada di bawah garis hijau -3, berarti anak kita severely stunted. Nampak pada gambar ini, tinggi anak 2 tahun umumnya antara 81-93 cm.
Stunting Bikin Masa Depan Negara Jadi Suram

Banyak penelitian yang sudah membuktikan bahwa anak yang stunting, di masa dewasanya akan sulit untuk makmur. Kesusahan untuk sejahtera ini ditandai dengan hilangnya gross domestic product sampai 11%, dan pendapatan pekerjaan mereka akan berkurang sampai 20%. (Kita-kita pasti ngerti kan betapa nyeseknya kalau penghasilan kita itu disunat sampai 20%.) Risikonya, total pendapatan seumur hidup bisa berkurang sampai 10%, dan akhirnya dewasa yang mantan stunting ini bisa jatuh miskin.

Sedihnya, di Indonesia, anak-anak balita yang stunting ini sekitar 37% dari jumlah anak balita se-Indonesia. Dibandingkan negara-negara lain di seluruh dunia, presentase stunting-nya anak Indonesia ini adalah terbesar kelima. Dan yang bikin heran, banyak dari anak-anak stunting ini sebetulnya merupakan anak dari orang tua yang cukup berada. Jadi, masalah gizi di Indonesia ternyata tidak melulu semata-mata akibat kemiskinan.

Bagaimana Bisa Terjadi Stunting?

Inti penyebab stunting adalah kurang mendapat gizi, dan penyakit infeksi. Meskipun kedua-duanya seringkali bisa jadi penyebab untuk satu sama lain.

(Banyak orang tua berkilah anaknya pendek karena orangtuanya juga mungil. Sebetulnya, faktor genetik hanya berperan sebesar 20% untuk menentukan tinggi badan anak. 80% lainnya ditentukan oleh nutrisi, pola asuh, dan ketahanan tubuhnya terhadap infeksi.)

Penyebab kurang gizi pada anak-anak balita umumnya adalah karena lemahnya ketahanan pangan di keluarganya. Anak-anak ini malnutrisi karena orangtuanya miskin. Akibat kemiskinan, orang tua kesulitan memberi anak-anak ini gizi cukup, padahal anak-anak ini sedang berada dalam masa 1000 hari pertama kehidupan. Kurang gizi alias defisiensi nutrisi ini bikin badan jadi tidak tumbuh.

Anak-anak balita yang kena infeksi, menempuh jalan yang berbeda untuk menjadi stunting. Badan yang kena infeksi akan berjibaku menguras cadangan kalorinya untuk melawan kuman penyebab infeksi itu. (Padahal semestinya, selama masa 1000 hari pertama kehidupan ini, ia menggunakan kalorinya untuk menumbuhkan sel-sel di tubuhnya.) Akibatnya, kalorinya terkuras dan hampir-hampir tidak tersisa untuk pertumbuhan badan.

Penyebab stunting lainnya yang juga cukup sering terjadi ini adalah kesalahan pola asuh dan kesalahan pola makan keluarga. Dalam kasus kesalahan pola asuh, ibu-ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya, melahirkan di tempat yang tidak steril, tidak memberikan ASI eksklusif, atau tidak memberikan MPASI pada waktunya, ternyata bisa menyebabkan stunting pada anaknya.

Pola makan salah
Seorang bayi berumur belum setahun yang seringkali ditawari es krim setiap kali ia melakukan GTM.
Terus menerus mencekokinya es krim tanpa memberinya protein akan menyebabkannya stunting.
Pola makan yang tidak disiplin juga memudahkannya infeksi apabila terjadi terus-menerus.

Pola makan keluarga yang salah pun juga bisa menjadi penyebab stunting. Mulai dari menu makanan yang gizinya tidak seimbang, sampai jadwal makan anak yang tidak teratur, ternyata membuat tubuh anak tidak bisa mencerna makanan dengan sempurna. Akibatnya gizi pun tidak bisa terserap tubuhnya, dan jadilah stunting.

Ada salah satu contoh bagus yang sempat saya peroleh dari Kabupaten Pesawaran, di Lampung. Salah satu dokter di Puskesmas sana berkawan baik dengan tetangganya yang kebetulan punya anak stunting. Anak ini sudah ketahuan stunting semenjak masih balita, dan kini, hingga usia si bocah mencapai 9 tahun, tinggi badannya belum ada 1 meter.

Tidak, bocah ini tidak miskin. Ayah dan ibunya sama-sama Pegawai Negeri Sipil. Mereka sekolahkan bocah ini ke sekolah swasta. Menurut dokter, bocah ini sebetulnya pintar. Tetapi memang pola asuhnya tidak pro-ASI eksklusif.

Semenjak masih bayi, bocah ini sudah dicekoki susu formula. Karena ibunya juga bekerja sebagai PNS, bocah ini diasuh asisten rumah tangga. Menurut ibunya, semua anak di keluarga itu tidak diberi ASI karena ibunya merasa payudaranya kecil.

Dari orangtuanya, bocah ini diwarisi asma. Ia sering sesak nafas, jadi sering berobat ke dokter. Tetapi dengan tak adanya ASI yang masuk ke tubuhnya, agak susah mengharapkan bocah ini terhindari dari infeksi yang sering menyertai asma, ditambah lagi malnutrisi yang menghinggapi dia akibat tak ada ASI ini.

Malnutrisi dan kesalahan pola asuh inilah yang sepertinya menjadi penyebab stunting pada bocah ini.

Contoh anak stunting
Seorang anak stunting berdiri di barisan depan, keempat dari kanan.
Nampak dibandingkan teman-temannya, ia paling pendek.
Lokasi foto di Pesawaran, Lampung.
Wajah di foto ini sengaja diburamkan untuk melindungi identitas para anak.
Apa yang Sudah Dilakukan Pemerintah untuk Mencegah Stunting

Pemerintah negara kita sebetulnya sudah sadar tentang isu stunting ini, dan sudah banyak yang dikerjakan para pemimpin ini semenjak masa pemerintahannya Pak SBY. Kalau Anda rajin baca berita menyangkut kegiatannya orang-orang Kementerian Kesehatan, pasti pernah dengar yang namanya Kerangka Intervensi Stunting. Ada dua macam tindakan yang sudah dilakukan Pemerintah dalam mencegah stunting, antara lain program Intervensi Gizi Spesifik dan program Intervensi Gizi Sensitif.

Program Intervensi Gizi Spesifik umumnya mencegah stunting dengan memperhatikan mereka-mereka yang terlibat dalam 1000 hari pertama kehidupan. Misalnya bumil, busui, bayi-bayi di bawah umur enam bulan, dan batita di bawah umur 2 tahun. Bisa ditebak, kegiatan perbaikan gizi seputar 1000 hari pertama kehidupan ini ya diisi dengan Program Makanan Tambahan buat bumil.

Ada juga pembagian suplemen zat besi. asam folat, sampai obat cacing. Para busui didorong untuk menyusui eksklusif demi menggairahkan tumbuh kembang bayi, termasuk dimotivasi buat melakukan inisiasi menyusui dini. Plus diajari menyelesaikan beberapa permasalahan anak usia dini, dengan memberikan MPASI. Dikejar-kejar untuk imunisasi, dan dijaga supaya jangan sampai kena diare.

Vaksin MR
Meskipun nampaknya vaksinasi ini hanya memberi suntikan imunisasi, tetapi acara ini adalah kesempatan Puskesmas untuk menyaring warganya yang nampak stunting.

Program Intervensi Gizi Sensitif lebih komprehensif lagi. Sasarannya masyarakat yang lebih luas. Di sini, Kemenkes juga kolaborasi bareng kementerian lainnya untuk mengurusi hal-hal seperti pembangunan akses fasilitas air bersih dan perbaikan sanitasi. Dengan Kementerian Pertanian misalnya, mereka minta supaya garam, terigu, dan minyak goreng yang beredar di kalangan masyarakat itu difortifikasi supaya memenuhi standar kesehatan.

Pemerintah juga gencar kampanye KB. Juga bikin aneka program untuk meringankan pengeluaran rakyat kayak bikin jaminan kesehatan nasional, jaminan persalinan, bahkan bantuan uang tunai untuk para bumil dan busui supaya bisa membeli makan. Mereka juga bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan buat bikin kampanye penyuluhan kesehatan reproduksi buat remaja.

Termasuk pembagian beras miskin (raskin) untuk orang-orang yang kurang berada itu, juga untuk menjaga ketahanan pangan supaya anak-anak mereka nggak sampai mengalami stunting.

Semua kegiatan intervensi ini bahkan sudah digandeng dengan aneka perangkat hukum. Salah satunya yang paling sering saya dengar adalah Peraturan Pemerintah tentang ASI Eksklusif. Perundangan yang satu ini sampai-sampai bikin banyak tempat umum termotivasi buat bikin kamar-kamar menyusui di gedung mereka, supaya gedung mereka lebih busui-friendly.

Kamar menyusui pencegah stunting
Kamar menyusui di mall Surabaya Town Square.
Jika orang awam berpikir bahwa kamar menyusui adalah bentuk gaya-gayaan dari suatu mall, well.. Sebetulnya ada tujuan lain yang lebih dari itu.
Kamar menyusui di tempat umum menyebabkan para busui bisa menyusui anaknya kapan saja.
ASI yang diberikan akan membantu pertumbuhan bayi, bonding yang terjadi akibat menyusui mengakibatkan anak jadi punya jiwa yang baik.
Kontribusi kamar menyusui untuk membantu tumbuh kembang bayi, mencegah stunting dan menciptakan bangsa yang maju, lebih besar daripada sekedar menjadi ruangan asesoris di mal.

Tetapi, meskipun sudah banyak kegiatan yang dikerjakan Pemerintah buat mencegah stunting seperti di atas, stunting di Indonesia masih saja gede. Survey Riskesdas bilang, kejadian stunting di Indonesia masih di angka 37%. Kenapa?

Salah satu penyebab yang paling mungkin adalah karena secara teori, program-program Intervensi Gizi Sensitif terbilang kurang berhasil daripada mengeksekusi program-program Intervensi Gizi Spesifik. Bukan programnya jelek lho ya, tetapi karena memang program Intervensi Gizi Sensitif itu mesti memaksa Kementerian Kesehatan berkordinasi bareng kementerian-kementerian lain, sedangkan kordinasi itu sendiri masih sulit dikerjakan di lapangan. Dan sebetulnya, melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik saja hanya akan bikin pencegahan stunting ini berhasil sekitar 30%. Sisa 70%-nya lagi sangat dipengaruhi keberhasilan program Intervensi Gizi Sensitif.

Ambil contoh aja, untuk bikin para bayi mendapatkan gizi secara optimal, teorinya ya mesti dapat ASI eksklusif. Busui yang mau kasih ASI eksklusif kan kadang-kadang perlu pergi ke mall. Karena masih menyusui, busui perlu diberi kamar menyusui di mall. Tetapi kalau Kementerian Perdagangan nggak ikut campur menyuruh mall-mall untuk bikin kamar menyusui, maka cita-cita Kemenkes untuk bikin para bayi tetap dapet ASI eksklusif di mall pun sepertinya kandas.

Ada lagi contoh miskordinasi lain yang cukup bikin stunting nggak ilang-ilang: pernikahan remaja. Teorinya, kalau kita ingin para janin dan bayi dapat gizi optimal, orangtuanya harus siap secara finansial untuk menghidupi anaknya, ya kan? Tapi, kalau orangtuanya menikah tanpa perencanaan (misalnya karena menikah terlalu cepat lantaran ada yang hamil sebelum menikah, atau menikah terlalu cepat karena alasan susah mempertahankan kematangan hawa nafsu), tentu sulit mengharapkan para ortu muda ini bisa kasih anaknya makanan bergizi.

Pernikahan remaja
Meskipun ide gerakan menikah muda tanpa pacaran dulu itu kedengerannya imut, tapi ada bom waktu yang tidak bisa disembunyikan dari gerakan ini.
Remaja-remaja yang menikah tanpa kematangan organ seksual dan tanpa kematangan finansial, punya potensi besar menghasilkan keturunan yang tidak memperoleh gizi dan perilaku hidup sehat yang baik.
Kedua hal ini, akhirnya punya kontribusi besar untuk menimbulkan anak-anak yang stunting.
Gambar diambil dari sini.

Makanya Kemenkes mengusulkan supaya di SMA dan SMP diajarkan penyuluhan kesehatan reproduksi, supaya para remaja labil itu menjaga kesehatan reproduksi mereka dengan lebih cermat. Namun, kalau Kementerian Pendidikan Nasional belum menyiapkan program buat sekolah-sekolah mereka untuk kasih penyuluhan kesehatan reproduksi ini, maka cita-cita untuk mencegah bayi lahir dalam keadaan ortunya masih ABG labil, barangkali cuman di angan-angan.

Introspeksi Pemerintah

Pemerintah sepertinya paham bahwa tanpa kordinasi semua orang, anak-anak stunting akan semakin banyak. Makanya, tahun ini, Pemerintah mau berusaha lebih keras lagi mencegah stunting dan berupaya melibatkan lebih banyak orang.

Salah satunya, bikin kampanye dengan media untuk mencegah stunting (termasuk ya melibatkan blogger untuk bicara tentang stunting kayak artikel yang sedang Anda baca ini). Mengajak para media bicara kepada masyarakat, akan bikin masyarakat lebih tertarik untuk mencegah anak-anak kerdil lahir di antara mereka.

Pemerintah juga berusaha memperbaiki Puskesmas, Posyandu, dan lembaga-lembaga lainnya supaya kinerja intervensi stunting mereka lebih baik lagi. Termasuk kasih intensif bagi program intervensi stunting yang biayanya diambil dari Dana Desa.

Stunting di Indonesia
Infografis diambil dari artikel tentang stunting di Indonesia

Di daerah-daerah dengan kasus stunting yang banyak, program intervensi stunting ini lebih rajin lagi. Pemerintah sampai-sampai bikin daftar 100 kabupaten/kota yang dianggap punya prosentase balita stunting terbanyak, dan daerah-daerah ini diprioritaskan untuk program Intervensi Stunting. Coba simak daftar di bawah, siapa tahu daerah asal Anda ikut menjadi prioritas 🙂

Nanggroe Aceh Darussalam: Aceh Tengah, Pidie

Sumatera Utara: Langkat, Padang Lawas, Nias Utara, Gunungsitoli

Sumatera Barat: Paseman, Paseman Barat

Riau: Rokan Hulu

Kepulauan Riau: Natuna

Jambi: Kerinci

Sumatera Selatan: Ogan Komering Ilir

Kepulauan Bangka Belitung: Bangka Barat

Bengkulu: Kaur

Lampung: Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah

Banten: Pandeglang

DKI Jakarta: Kepulauan Seribu

Jawa Barat: Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Bandung Barat, Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Cirebon, Sumedang, Indramayu, Subang, Karawang

Jawa Tengah: Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Wonosobo, Klaten, Grobogan, Blora, Demak, Pemalang, Brebes

Daerah Istimewa Yogyakarta: Kulon Progo

Jawa Timur: Trenggalek, Malang, Jember, Bondowoso, Probolinggo, Nganjuk, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep

Bali: Gianyar

Nusa Tenggara Barat: Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, Sumbawa, Dompu

Nusa Tenggara Timur: Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Timur, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Lembata, Ngada, Manggarai, Manggarai Timur, Sabu Raijua

Papua Barat: Sorong Selatan, Tambrauw

Papua: Jayawijaya, Tolikara, Nduga, Lanny Jaya, Dogiyai, Intan Jaya

Maluku: Maluku Tengah, Seram Bagian Barat

Maluku Utara: Halmahera Selatan

Sulawesi Utara: Bolaang Mongondow Utara

Gorontalo: Gorontalo, Boalemo

Sulawesi Tengah: Banggai

Sulawesi Barat: Majene, Mamuju, Polewali Mandar

Sulawesi Tenggara: Buton

Sulawesi Selatan: Enrekang

Kalimantan Barat: Ketapang

Kalimantan Tengah: Barito Timur

Kalimantan Selatan: Hulu Sungai Utara

Kalimantan Timur: Penajam Passer Utara

Kalimantan Utara: Malinau

Apa yang Bisa Kita Kerjakan untuk Mencegah Stunting di Keluarga Kita?

Di level keluarga, kita bisa memilih hanya menggunakan garam, terigu, dan minyak goreng, yang sudah difortifikasi oleh Kementerian Kesehatan. Pola pikir untuk memasak seperti ini akan menular ke seluruh keluarga, termasuk para bumil dan busui yang sedang menggalang gizi untuk anak-anak.

Punthuk Setumbu
Pemerintah sampai membuat program Cinta Terencana untuk membangun keluarga yang mengutamakan kesejahteraan dan kebahagiaan ibu, ayah, dan para anak. Orang tua yang menjadi sahabat anak akan bisa mencegah pernikahan dini ketika anak besar nanti.

Selain itu, kita bisa mengalokasikan waktu lebih banyak untuk bercengkerama dengan anggota keluarga. Prioritasnya adalah membuat figur ayah dan ibu lebih dekat dengan anak, terutama menjadikan mereka sahabat terdekat bagi anak-anak yang mulai remaja. Komunikasi yang dekat antar orang tua dan anak akan mencegah anak-anak dari penyimpangan perilaku seksual, sehingga bisa mencegah kehamilan dini, dan bikin para remaja bertanggung jawab untuk bercita-cita merencanakan keluarga dengan penuh persiapan.

Bisakah Kita Mencegah Stunting dalam Populasi yang Lebih Besar?

Di level masyarakat, kita bisa berupaya lebih banyak untuk memberdayakan masyarakat supaya dapat akses air bersih. Kalau kita kebetulan punya dana sedikit lebih dan ingin berkontribusi buat program corporate social responsibility bagi perusahaan-perusahaan yang sering kita pakai produk/jasanya, coba salurkan dana ini ke perusahaan-perusahaan yang memprioritaskan kegiatan CSR-nya untuk bikin sarana air bersih.

Sebab, air bersih mempermudah hidup banyak orang. Selain untuk memasak bahan pangan buat para bumil, busui, dan bayi-bayinya; juga untuk mencegah para bayi dari penyakit infeksi yang terjadi karena kontaminasi air yang tercemar. Silakan scroll lagi ke atas untuk lihat bagaimana kejadian infeksi bisa menyeret para anak menjadi stunting.

Kita bisa kasih perhatian lebih pada teman-teman kita, para bumil yang sedang menyiapkan kelahiran anak-anak mereka. Dengan cara kasih motivasi-motivasi kecil seperti mendorong mereka ikutan kursus-kursus singkat tentang ASI, MPASI, sampai babywearing. Tidak semua bumil paham tentang printilan-printilan begituan, bahkan meskipun pendidikannya tinggi. Padahal ASI dan MPASI punya kontribusi banyak bagi tumbuh kembang bayi (termasuk untuk mencegah stunting). Sementara kegiatan babywearing alias menggendong bayi itu punya andil banyak buat perbaikan pola asuh yang bisa mencegah stunting.

Kita bisa bikin workshop-workshop kecil bertema perencanaan keuangan dengan mengundang para financial planner yang belakangan ini makin rajin wara-wiri sharing ilmu di Instagram. Keberadaan financial planner penting buat mengajari para (calon) orang tua muda untuk mengatur keuangan mereka lebih baik, terutama menghadapi kebutuhan-kebutuhan penting seperti biaya pemeriksaan kesehatan, biaya persalinan, dan biaya-biaya lainnya yang cukup menguras rekening bank kita. Mereka yang masih kekurangan bisa mencari bantuan untuk dapat jaminan kesehatan dari Pemerintah, sementara mereka yang keuangannya sudah sedikit berlebihan bisa menyiapkan uangnya untuk pos kesehatan yang memerlukan lebih banyak biaya (misalnya Sectio Cesar, imunisasi Hib, konsultasi langganan ke klinik tumbuh kembang anak). Pada keluarga ekonomi menengah ke atas, semua pos ini punya kontribusi gede untuk mencegah stunting.

Cara mengatur keuangan
(calon) keluarga-keluarga muda perlu belajar tentang mengelola keuangan, mulai dari semenjak menyiapkan pernikahan, sampai ketika memutuskan untuk mempunyai anak kedua.
Merencanakan kemampuan finansial keluarga adalah upaya membangun keluarga yang punya kontribusi besar untuk mencegah stunting.

Jadi, ternyata, stunting itu bukan isu yang cuma berputar-putar di kalangan aparatur penyelenggara negara. Kita sebagai rakyat biasa ternyata punya andil yang strategis untuk ikut melakukan pencegahan stunting. Dan dengan tindakan-tindakan sederhana, ternyata kita bisa menciptakan Indonesia Sehat untuk generasi masa depan kita yang lebih baik.

pencegahan stunting
Pencegahan stunting yang menyeluruh secara nasional itu diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan bangsa. Gambar diambil dari artikel penyakit.

Suatu hari nanti, 20-30 tahun dari sekarang, kita tinggal duduk saja menikmati hari tua, sambil memandangi bangsa yang dikelola oleh anak-anak berperawakan sehat yang telah kita bantu gizinya sejak sekarang.

Foto-foto selain karya sendiri juga diambil dari Kompas.com, NCBI, dan www.sehatnegeriku.kemkes.go.id

20 comments

  1. Wow, lengkap Mbak. Stunting berkorelasi sama pendapatan rendah apa karena rata2 anak stunting terlahir di keluarga miskin ya? Anyway itu 100 daerah tertinggi stuntingnya yg aksesnya sulit sepertinya. PR banget nih soal air bersih dan sanitasi. Masih banyak banget daerah di Indonesia yang akses higienenya rendah. Termasuk yang kesulitan mendapatkan pangan bergizi:(. Workshop Fin plan ini oke juga ya, catat dlu siapa tau suatu hari bisa ngadain workshop kayak gitu buat calon ortu. Thanks Mbak info nya lengkap

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Err..aku nggak terlalu setuju jika stunting itu rata-rata terjadi pada anak miskin. Nanti aku cek lagi berapa pendapatan keluarga anak-anak yang stunting.

      Lalu tidak hanya daerah yang sulit diakses yang sampai banyak stunting-nya ini. Malang, Bandung, adalah contoh perkotaan yang kena stunting juga dan mereka jelas daerah yang gampang diakses.

      Kurasa masalah sebetulnya adalah pola pikir untuk menghindari infeksi dan meningkatkan pemaparan gizi pada masa 1000 hari pertama kehidupan. Selama 10 tahun terakhir, kordinasi Kemenkes dengan kementerian-kementerian lain memang kurang, sehingga agak susah mengurangi stunting.

      Untuk keluarga-keluarga miskin, seandainya pembangunan infrastruktur ditingkatkan, masyarakat akan lebih mampu mengakses air bersih, sehingga mereka bisa membuat sistem sanitasi lebih baik, dan itu akan mengurangi infeksi yang menjadi latar belakang stunting. Infrastruktur juga akan mempermudah arus bahan pangan bergizi, jadi publik bisa memberi janin-anak mereka dengan nutrisi yang cukup.

      Tapi situasinya tidak sama bagi keluarga-keluarga yang bisa terjangkau infrastruktur yang bagus, contohnya ya seperti di Malang atau Bandung. Persoalan pola asuh dan kesalahan pola makan mungkin lebih berperan untuk mempermudah stunting. Selingkuh dari ASI eksklusif dan kekhilafan memberikan MPASI yang tidak seimbang mungkin bisa jadi faktor penyebab stunting untuk anak-anak dari keluarga yang berkecukupan.

      Terima kasih ya Mbak Dian, sudah mampir 🙂

  2. Real definition of “the future is now”
    Masa depan anak-anak, dan bangsa eventually, ditentukan dari asupan nutrisi yang sekarang diberikan pada mereka.
    Mindblown juga waktu tahu stunting tidak hanya dialami rumahtangga miskin.

  3. Enny Law says:

    Aku tinggal di Surabaya dan masih nemuin anak2 di sekitar rumah yg stunting. Eh kok ya malah anakku yg “disalahin” katanya boros lah apalah. Padahal kalau mau ditelisik lbh jauh lagi, anak2 yg lbh tua dari Aisyah tp tbhnya justru lbh kecil ini ya stunting.

    MPASI dini bisa jd penyebab stunting jg gak ya?

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Begini caranya bagaimana MPASI dini menyebabkan stunting:
      Sistem pencernaan bayi didesain oleh Allah SWT untuk bisa menyerap MPASI setelah berumur 6 bulan. Sebelum umur itu, baik lambung maupun usus bayi tidak bisa menyerap makanan selain ASI.

      Ketika bayi yang belum berumur 6 bulan menelan MPASI, lambungnya akan penuh dengan MPASI, tapi tidak terserap. Sehingga MPASI ini tidak akan menjadi kalori. Padahal di saat bersamaan, tubuhnya sedang membutuhkan kalori untuk tumbuh.

      Sebetulnya, jalan untuk memberikan kalori pada bayi umur di bawah 6 bulan hanya melalui ASI. Tetapi, karena lambung bayi sudah telanjur dicekoki dengan MPASI, maka ASI yang sudah ditelan bayi pun jadi tidak terserap semua, karena lambungnya sudah kepenuhan.

      Karena bayi tidak menyerap ASI, maka bayi tidak bisa dapat kalori banyak. Akibatnya, tubuhnya juga tidak tumbuh banyak karena kalorinya tidak dapat. Dan kalau ia terus-menerus gagal menyerap ASI sampai umur 6 bulan, maka ia menjadi stunting.

      Dan ini semua terjadi hanya gara-gara dia memperoleh MPASI sebelum umurnya 6 bulan. 😀

  4. Abis nyocokin data tinggi badan. Yeayyy Raffi termasuk normal di 114cm mau 5 taun sekarang. Cuma karena anakku paling muda di kelasnya (lainnya udah 5-6 taun), tinggi badannya tetap kerasa paling pendek. Huhuhu

    Stunting itu sebenarnya kayak bola bergulir di era sekarang, kadang anak juga jadi malas bergerak karena ‘fasilitas’ yang ada. Tapi aku baru ngeh juga stunting itu luas banget ya ternyata. Sampai pemerintah perannya sangat penting, kalau nggak bisa-bisa generasi ke depan bisa seperti itu tanpa disadari.

    cuma kalau semisal gennya pendek bagaimana, mba

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Faktor genetik memang menyebabkan anak menjadi bertubuh pendek, tetapi pengaruhnya hanya sebesar 60%. Sisa 40%-nya dipengaruhi oleh faktor nutrisi, terutama nutrisi di sepanjang 1.000 hari pertama kehidupan.

      Sudah pernah ada penelitiannya di negara miskin yang penduduk wilayahnya pendek semua. Sebagian ibu hamil diberi suplemen nutrisi tambahan, sebagian ibu hamil lainnya tidak diberi suplemen tambahan. Ketika bayi-bayi mereka lahir, ternyata panjang badan bayi dari bumil yang diberi nutrisi tambahan lebih besar daripada yang tidak diberi nutrisi. Artinya apa? Kalau memang dari sononya genetiknya memang bertubuh pendek, keturunannya masih bisa bertubuh tinggi asalkan nutrisinya ditingkatkan semenjak masih dalam masa kehamilan.

      Bagian yang sulit dari anak-anak yang bertubuh pendek bukan cuma sekedar badannya jadi kerdil, tetapi kurang gizi menyebabkan organ-organ tubuh mereka tidak berfungsi optimal. Ini mengakibatkan di masa dewasa nanti mereka rentan kena macam-macam penyakit, misalnya penyakit jantung. Karena organnya tidak optimal inilah, ketika dewasa nanti mereka cenderung kurang produktif daripada orang-orang yang organnya lebih optimal. Dan organ yang optimal dibangun dari cukup gizi yang diperoleh semenjak masih dalam kandungan.

      Artinya, biarpun (calon) orang tua itu bertubuh pendek, sebetulnya mereka masih punya kesempatan sebesar 40% untuk memperbaiki keturunan mereka supaya nggak ikutan stunting juga. Caranya ya perbaikin gizi, juga mencegah infeksi supaya gizinya tetap dikonsentrasikan untuk membangun tubuh, dan juga perbaikan pola asuh supaya mereka bisa memasukkan gizi dengan optimal. Beda lho, anak hasil dari orang tua pendek tapi berupaya keras dalam gizi dan pencegahan infeksi, dengan anak hasil dari orang tua pendek yang “tidak berbuat apa-apa”.

  5. Ruli retno says:

    Saya juga fokus banget sama asupan gizi anak-anak saya untuk mencegah stunting ini. Buat saya sehat saja belum cukup, tapi harus juga tumbuh tinggi ideal. Saya setuju, anak-anak dengan tubuh yang tinggi bisa mempengaruhi perkembangan suatu negara

  6. Dian says:

    Angka ASI eksklusif di indonesia jg masih rendah. Memang benar, ASI juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan anak, begitu juga dgn kasus stunting ini.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Beberapa kekurangan pada pola asuh anak terkait ASI yang menyebabkan stunting:

      1. Anak ini tidak lulus ASI eksklusif. Sehingga nutrisi yang dialirkan dari ibunya pun tidak maksimal, akibatnya mengurangi pertumbuhan sel-sel otak.

      2. Anak ini lulus ASI eksklusif, tetapi ASI tetap diandalkan sebagai sumber kalori utama, sedangkan MPASI-nya tidak memadai. Akibatnya anak ini tidak memperoleh kalori maksimal untuk pertumbuhan sel-sel otaknya.

  7. Abuathar says:

    Asupan ASI dengan sufor memang terlihat hasil yg berbeda saat anak berusia balita, baik dr sistem imun maupun krearifitas dan semangat belajarnya

  8. Kesadaran akan pentingnya menerapkan pola hidup sehat dari para orang tua menjadi penentu banget ya mba. Sayangnya ada banyak keluarga yang abai bahkan ketika mereka berkecikupan materi sekalipun. Prioritas akan pentingnya protein buat anak iuga penting.

    Sedih mendengar bila 1 dari 3 anak Indonesia masih stunting tapi inilaj faktanya. Semoga ke depan angkamya makin menurun. Agar indonesia menjadi lebih baik

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Ya, kalau mau Indonesia lebih baik, pola pikir orang tua Indonesia juga perlu diperbaiki. Tidak cuma ayah ibunya yang cuma konsentrasi mikir untuk selalu mengenyangkan perut anaknya, tetapi juga mesti mikir bagaimana sistem rumah tangga dan masyarakat mereka bisa mendukung mereka untuk hidup sehat. Sebab perkara stunting ini bukan sekedar perkara kurang gizi, tapi sudah masuk ke perkara membangun masyarakat secara utuh.

  9. dani says:

    Sebelumnya saya ga terlalu ngeh soal stunting ini. Hamdalahnya istri rajin banget ikutan kelas-kelas sebelum kelahiran (sambil memaksa saya ikut tentunya). Memang edukasi bener-bener diperlukan sih buat para calon orang tua. Kalaupun tidak mampu secara ekonomi, banyak yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting ini.

    Artikelnya bagus. Lengkap dan sangat membantu para calon orang tua!

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Thanks a lot..
      Sebetulnya kalau sebelumnya kamu nggak terlalu paham, kamu nggak sendirian. Persoalan stunting cuma jadi isu perdebatan di kalangan tenaga kesehatan, tetapi baru tahun ini isu ini dilempar ke publik. Terutama semenjak Pak Wapres ingin para kepala daerah lebih peduli akan stunting dan memutuskan untuk membuat 100 daerah prioritas intervensi stunting.

      Semoga kamu bisa ikut campur mengasuh janin kalian supaya tidak sampai stunting juga ya 🙂

Tinggalkan komentar