Supaya Kau Tidak Nampak Dungu

Salah satu alasan kenapa orang masih enggan ngeblog adalah karena dengan ngeblog itu bisa menunjukkan kapasitas intelegensia seseorang. Dengan ngeblog, seseorang bisa nampak pintar, tapi bisa juga nampak dungu. Dalam perjalanan ngeblog gw, gw sering banget nemu kondisi (termasuk pada diri gw sendiri) bagaimana seseorang yang tadinya nampak pintar dalam nulis artikel, tapi kalau berkomentar di blog orang lain ternyata dirinya jadi keliatan begonya. Begitu pun sebaliknya, ada yang kalau berkomentar di blog orang lain kesannya kayak yang sotoy alias sok tahu, tapi begitu dibuka link blognya ternyata isinya copy paste semua.

Sekitar beberapa waktu lalu gw menjumpai seorang komentator dalam blog gw. Waktu itu gw lagi cerita tentang salah satu aktivitas kerjaan gw dalam blog, kemudian ada banyak penonton berkomentar di bawahnya. Nah, lalu datanglah seorang komentator yang tanpa tedeng aling-aling, tahu-tahu nanya gini, “Mbak Vicky, sebenarnya Mbak Vicky ini dokter atau bidan?”

Gw agak terhenyak. Wah, batin gw. Jelas banget kalau penonton yang satu ini nggak membaca deretan komentar yang sebelumnya. Coz kalau dia membaca komentar-komentar sebelumnya, dia nggak akan sampek nanya begitu.

(Waktu itu gw agak ragu-ragu, apakah tuh komentar yang masih dalam moderasi mau gw approve atau enggak. Bukan apa-apa, gw kesiyan euy, soalnya kalau gw tayangin tuh komentar, nanti tuh komentator nampak “nggak smart”-nya..)

Tapi kemudian gw menyadari bahwa akar masalahnya sebenarnya simpel: Dia nggak baca seluruh isi blognya. Maksudnya dia baca artikel gw doang, tapi dia nggak baca komentar-komentar yang dateng sebelum dia.

Lha nggak semua orang sudi mbaca semua komentar sebelum dirinya sendiri berkomentar kan? Banyak orang yang cuman mau baca artikelnya aja, terus langsung njeplak komentar tanpa lihat dulu komentar sebelumnya. Ini sah-sah aja. Malah ada beberapa yang lebih parah, mereka cuman mau baca judulnya doang, lalu langsung komentar tanpa baca isi artikelnya dengan seksama. Hasilnya betul-betul gila. Dulu gw pernah nulis “Bercerai Itu Indah”, di mana pada alinea pertama gw menulis, “Akhirnya! Gugatan cerai gw dikabulkan, Sodara-sodara! Lepas sudah hubungan itu, tak ada lagi kewajiban itu, yang perlu gw lakukan hanyalah menuntut harta gono-gini yang jadi hak gw!” tahu-tahu seorang penonton njeplak di komentarnya, “aku gak ngerti, ..kenapa seolah cinta dalam sebuah rumah tangga..mudah luntur ..apakah karena perbedaan prinsip karena pasangan selingkuh.. karena gak cocok.. ahhh… itu klise.. cinta… dimana kau??? ” Padahal, maksudnya artikel itu, gw “bercerai” dari tempat kerja gw di Kalimantan dan pulang dengan bahagia ke Bandung.. Hahaha!

Oleh sebab itu, gw pernah curhat di blognya Bang Bilher, gw biasanya nggak mau komentar dalam sebuah artikel kalau yang berkomentar di situ sudah banyak. Soalnya begini lho, penulisnya kan sudah melempar sebuah topik, lalu para komentatornya sudah komentar ini-itu di bawahnya. Makin banyak yang komentar, gw membaca ke bawahnya makin pusing. Bisa karena ide-ide yang ingin gw ungkapkan ternyata sudah diucapkan oleh komentator lain, bisa juga karena diskusi makin lama makin nggak fokus. Nanti kalau gw ikutan komentar ngeluarin pendapat gw, malah terdengar kayak “setujuu..!” seperti paduan suara DPR, soalnya pendapat gw sudah diucapkan oleh komentator sebelumnya. Atau bisa juga malah jadi kayak komentar bego. “Mbak Vicky ini gimana sih, kan pertanyaan itu sudah diucapkan komentator sebelumnya dan udah dijawab, kok masih mengulang pertanyaan yang sama?

Atau bisa juga, masalah penyimpangan komentar ini juga terjadi karena kondisi yang diciptakan host-nya sendiri. Seringkali orang langsung komentar tanpa baca komentar sebelumnya, karena memang komentar-komentar sebelumnya “nggak keliatan”. Pasalnya, sang host memasang kolom komentarnya dalam bentuk scrolling, di mana untuk melihat keseluruhan komentar, pembaca harus menggeser-geser scroll ke bawah. Lha kalau pembaca mengakses blog ini dari HP, scroll ini nggak keliatan di layar, sehingga suatu artikel yang sebenarnya sudah mendapatkan sekitar 20 komentar malah jadi keliatan seperti baru dapet 3-4 komentar saja.

Makanya, gw nggak pernah ngejar-ngejar jumlah komentar di blog gw. Kalau masih gw rasa jumlah komentatornya kurang, ya gw akan berupaya ngundang orang. Tapi kalau gw rasa jumlah komentatornya sudah berlebihan, gw akan buru-buru bikin tulisan baru supaya perhatian komentator teralih ke tulisan yang baru. Karena makin banyak yang komentar, apalagi kalau jumlah komentarnya sampek ratusan, makin lama diskusi akan makin nggak fokus.

Tulisan ini gw bikin sebagai permohonan maaf kepada teman-teman blogger yang jarang banget gw komentarin padahal mereka udah siap dengan tulisan yang bagus-bagus. Bukan apa-apa, Guys, pasalnya yang berkunjung di tempat kalian tuh udah banyak banget, kayaknya gw cuman jadi penggembira tak berguna nanti. Makanya tho, sering update artikel, jadi makin besar kemungkinan gw untuk jadi komentator fresh di situ. Hahaha!

32 comments

  1. luvly7 says:

    Wadooh … biasa gue akan berkomentar setelah baca keseluruhan dari ates sampe bawah. Tapi, kelar baca postingan yang ini, kyknya gue kudu baca dari ates sampe bawah, MENGERTI, baru komen yaaa Vic … biar gag dikira ikutan ngeJEPLAK doang :p

  2. EmmyChen says:

    hmm jujur kadang aku juga ga selalu baca komentar2 di atasku sih.. habis yg aku komenin kan posting blognya kak vicky.. bukan komen dari kometar2 sbelomnya hehehhe

  3. Problemnya, Cahya, saya nggak sempat online pake laptop dan selalu pake HP. Jadi susah ngopi-ngopi template-nya.

    It's just my problems, trims sudah diperhatiin. 🙂

  4. Cahya says:

    Mbak Vikcy, jika hanya ingin memasang Intense Debate (ID) atau Disqus di blog (blogspot), rasanya tidak perlu belajar deh. Karena prinsipnya sama.

    1. Login (buat) akun Disqus/ID;
    2. Daftarkan blog (blogspot); (ikuti prosedur)
    3. Masuk ke dashboard – tata letak – edit HTML – dan download full template blog;
    4. Upload template ke DISQUS/ID;
    5. Template akan dikonversi ke markah .xml yang baru -> kopi/salin markah tersebut -> masuk lagi ke bagian edit HTML blog -> hapus semua markah lama -> paste/tempel markah yang baru tadi ke situ;
    6. Save/simpan markah .xml/template yang baru.
    7. Selesai

    Hanya tujuh langkah sederhana di atas kok Mbak, ga susah, bahkan kalau di Intense Debate malah ada gambar panduannya apa saja yang harus dilakukan saat prosedur pemasangan di blogspot 🙂

    Saya ada tiga blog dengan mesin blogspot gratisan, semua menggunakan mesin luar untuk komentarnya (masing-masing ECHO, DISQUS, dan INTENSE DEBATE), sekalian saya pakai untuk belajar markah 🙂

  5. Quinie says:

    sama. gua juga gag suka liat komen udah berderet.. beban moral untuk ngunjungin balik. makanya gua juga segera mengupdate. tooosss

    *eh keliatan dungu juga ga? xixixi*

  6. Pengen bikin thread-thread-an juga di sini. Tapi kata Cahya kudu pake Disqus. Sekarang gw yang bingung, kalo gw mau pake Disqus, kapan gw ada waktu buat belajarnya?

  7. Arman says:

    gua juga males baca komen2 di atas gua. kadang2 aja gua baca. tapi seringnya enggak. gua akan nulis komen yang emang pengen gua komen aja. jadi walaupun udah ada org lain yang udah pernah nulis komen yang sama ya gak masalah… kan pokoknya gua menyampaikan komen gua atas tulisan itu. gua bukan mengkomen komentar orang lain… 😀

    that's why gua pasang discussion thread di komen blog gua. kalo emang orang mau memberi komen atas komentar orang lain silakan reply di komentarnya orang itu. kalo gak, ya berarti orang itu mengkomen tulisannya (postingan), bukan komentar orang lain. jadi kalo sampe gua dapet beberapa komentar orang yang nadanya sama ya gua maklum aja dan gua tetep jawab masing2 walaupun jawabannya mungkin sama juga. jadi gua akan menjawab komentar orang seolah2 belum ada komentar lain disitu gitu…

    komentar postingan itu kan hubungannya antara di pembaca dan penulis. bukan pembaca dan pembaca yang lain…

    well ya itu menurut gua sih… 😀

  8. Mbak Lili, kadang-kadang orang keburu baca isi tulisannya ketimbang baca kolom identitas host-nya. Memang begitu deh resikonya kalau berhadapan dengan komentator yang kejar setoran blogwalking. 🙂

    Eh iya, apakah blogwalking juga menganut prinsip kejar setoran?

  9. Gue pribadi kalo mau comment, gue usahain udah baca artikelnya lengkap. Dan gak pernah terbeban HARUS comment.

    Gak semua topik kita kuasai or menarik utk kita. Jd utk tipe topik spt itu, gue baca n jadikan informasi / referensi aja.

    Kdg ada org comment, tau aja nggak nama gue 🙁 Sedihhh..:(

  10. The Michi says:

    Maaf teh datang lagi.. Cuma mau numpang ketawa,,
    BUHAHAHAHA… komentar nya panjaaaaaaang bangeeeet.. Udah kaya ngepost !!
    Yaah..
    Inilah uniknya blog teh vicky.. Membuat orang datang untuk kedua kalinya stlah brkomentar..!
    Tiada duanya..

    Hey tukeran link yuu..!*biar di jitak gw sama teh vicky.

  11. Saya rasa ide yang menarik buat bikin template blog yang warnanya bisa terdeteksi untuk para pengidap buta warna parsial. Mudah-mudahan nanti bisa nemu template yang cocok. Sudah lama sih kepingin ganti template, tapi sering nggak ada waktu buat browsing-nya.. 🙂

  12. Cahya says:

    Karena saking panjangnya, orang bisa membaca blog terlalu cepat. Jadi beberapa bagian bisa terlewatkan, tapi kalau sampai tidak mengena pada inti konten yang mungkin bakal dilewati begitu saja.

    Tapi itu dia fungsinya mendesain blog dengan prinsip W3C, bagaimana komposisi warna blog, bagaimana kontrasnya, bagaimana aksesibilitasnya, termasuk untuk para difabel.

    Kalau orang yang buta warna parsial, mungkin pada beberapa komposisi warna blog tertentu ia akan kesulitan membaca konten karena saking "blur" baginya. Tapi setidaknya ia masih bisa menangkat judul yang memiliki fonta lebih besar dan lebih kontras.

    Jadi salahkah dia berkomentar hanya dengan melihat judul?

    Kadang seorang narablog sendiri mesih intropeksi dulu terhadap kondisi blognya sebelum protes pada pengunjung 🙂

    Ini kadang merupakan unsur-unsur dari sisi kemanusiaan yang terlupakan oleh banyak narablog.

    Saya akan tampak dungu jika protes terhadap pemberi komentar tanpa melihat dulu alasan di baliknya, bukankah begitu Mbak Vicky?

  13. Iya, aku juga kadang-kadang suka males baca komen-komen di atasnya. (Terutama kalo komennya udah delapan biji dan masing-masing panjangnya minta ampun.. :-P)

    Makanya aku juga suka lihat-lihat dulu tipe mood artikelnya. Kalo host-nya lagi mood serius, ya komennya serius. Kalo host-nya lagi ngocol, ya aku ikutan ngocol juga. Tergantung yang punya rumah kasih contoh aja..

  14. huwaaaa…kena tamparan gratis nih hehehehehhe pis2

    oya soal beda gaya komen ama tulisannya..hmm.. menurutku ya biasa aja, karena pas komen itu orang mau refreshing dan yang enteng2 aja

    nah kalo nulis baru serius..hehe

    ya deh nanti aku lebih teliti…
    siiplah buat kritiknya.

    (coz males sih teh..kalau baca komentar atasnya..hehe..ups, nanti kena lagi..he)

    siplah pokoknya…
    makasih2

  15. Michi, tentu saja gw tau nama lu Anang. Kan dirimu sendiri yang nulis di situ. (Iya, gw udah bedah blog lu dari awal dan segera menyimpulkan bahwa nama lu Anang. Hihihi.)

    Maaf jarang komentar. (Atau jangan-jangan belum pernah?) Gw belum bisa ninggalin komentar yang cukup bermutu di blognya Anang. Mudah-mudahan lain kali bisa ya.

    Mbak Inten, salam kenal balik. Saya follow balik ya.. 😀

    Aron, betul tuh Ron, kadang-kadang saya suka bingung juga mau komentar apa. Kalo cuman asal njeplak kok kesannya nggak menghargai yang punya blog? Ya udah, buat saya sih, janganlah komentar karena terpaksa..

    Mbak Dewi, tunggu bentar yah..

    *ngakak*

    Nggak, Mbak Dewi nggak dungu. Suatu saat nanti aku bakal komentar di tempat Mbak Dewi. Biasanya makin sering seseorang posting, makin sering namanya muncul di daftar komentator blogku (bahkan blog temen-temenku), maka makin besar kemungkinanku main ke situ. Aku blogwalking tuh kayak ambil lotere arisan, siapa yang namanya bercokol di paling atas daftar update-an reader-ku, maka dia yang di-BW dan dikomentarin duluan.. 😀

    Tentu saja aku sedih kalo nggak dikomentarin. Biasanya penyebabnya, mungkin tulisanku terlalu "berat" sampek orang nggak ngerti maksud tulisannya apa..

    Adel, biasanya aku tetep bales komentar biarpun ngelantur. Tapi balesanku ya ngelantur juga, hahaha..

    Berapa persen komentar ya yang di-reject? Ah, nggak nyampek 1% tuh. Biasanya yang di-reject tuh kalo komentarnya potensial menghina orang lain. Atau..yang isinya keliatan banget nggak nyambung sama posting. Misalnya, "Hai..salam kenal!" atau, "Tukeran link dong!"

    Biasanya pengen aku jitak tuh, "Situ kalo ndak baca tulisan saya jangan komentar! Bilang aja cuman pengen numpang mejeng link!"
    Tapi kan kita nggak bisa ngomong gitu ya? Hehehe.. Ya udah, paling-paling nama URL blognya aku catet, nanti suatu saat aku main ke sana..

    Oh ya, komentar sok nasehatin gitu pasti ada. Tinggal jenis kedewasaan kita, mau nerima nasehat atau nggak (siapa sih yang seneng dikritik? Bahkan meskipun oleh ibu kita sendiri).
    Paling aku endapin dulu seharian di kolom moderasi. Kalo sampek seharian masih sebel juga baca komentar nasehatnya, ya udah reject aja. Hati nurani kita nggak bo'ong loh, kalo sebel ya sebel aja.

    Adit, yah peristiwa kayak gitu sering terjadi juga. Terutama kalo blognya ta' tinggal setelah berjam-jam, hahaha! Tindakannya ya di-approve dua-duanya dong. Kan salahku tuh kalo dua orang nampak kemacetan di kolom moderasi sampek berjam-jam. Ya itulah uniknya ngeblog. Ada diskusi yang idenya mengalir. Ada yang idenya mirip-mirip, ada yang menyanggah, ada yang nambahin, jadinya sahut-sahutan. Seru kan? 🙂

  16. ditter says:

    Kalo misalkan aku mo komen, trus pas tak liat di kolom komen, belon ada 'ide' yg sama dgn yg mo aku komenin. Akhirnya aku ketik deh tu komennya.

    Tapi, yg sebenarnya terjadi ternyata komen yg di atasku nyampein ide yg sama kyk punyaku. Tapi pas aku liat saat itu, ga keliatan krn si empunya blog pake sistem moderation, belon di approve. Trus kira2 mbak Vicky akan nge-aprrove yg kedua-duanya ato ngga (yg sama itu). Kalo iya, ntar komen yg kedua jadi kliatan oon dong, hehe….

  17. AdeLheid says:

    klo aku komennya ngelantur kira-kira dibales ngga ya 😛
    Mbak Vicky, dari sekian banyak komen yg masuk, berapa persenkah yg direject??…^^
    Aku sendiri paling sebel klo ada yg komen cuap2x nasehatin pdhl ngga nyambung atau nulis hal2 pribadi (secara tiba2x)…mau aku cuekin tapi temen sendiri gimana dunk~

  18. DewiFatma says:

    *mikir* aku nampak dungu nggak ya dimata dokter Vicky?

    Kalo aku sih nggak terlalu ngarep dikomentarin, walau agak sedih kalau nggak ada yang komen. 🙂

    Mbak Dokter kan lom pernah komeng tuh di blog-ku, tapi aku nggak papa. Aku tetap dateng kesini dan ninggalin komen karena aku emang suka kesini. Biz Mbak Dokter lucu sih..
    Apa dengan begitu aku terlihat dungu?

  19. makanya saya jarang komen di blog orang-orang…
    hehehe

    Dah baca, kadang bingung mo komen apa, jadinya ya gak komen, dari pada itu tadi, salah komen..

    Eh tadi kita mbahas apa tho Bu?

    *dah cukup dungu belon ya? hehehe

  20. The Michi says:

    Hemmmmmmm…. I see..

    Salah satu alasan kenapa cuma teh Vicky doang yang manggil saya anang…

    awalnya saya sempet bingung..
    Loh??? looh???

    ko dia tau nama gue!!! padahal.. dia berkunjung juga ngga,ketempat gue,,

    lagi pula.. semnjak gue membuka blog gue untuk umum.. gue ngga pernah menamakan atau memposting nama gue lagi…

    atau jangan jangan ni orang kenal sama gue..

    ternyata ehhh ternyata…
    .
    mba vicki,,baca postingan saya sbelumnya,tapi ngga sempet berkomentar..hehe

    iyaaa,, teh.. gue setuju bgt..!!!
    meski terkadang suka begtuuu,(tampak begooo..)tapi sebgo begonya gue,, gue rasa ngga pernah sebegitu ngga nyambungnya sama postingan…

    sama tehh,, saya juga kesel bgt sama yang koment cuma sekedar koment doang tanpa baca dulu artikelnya..

    alhasil,, komentanya ngga nyambuuuuuuung bgt..

    Loh?loh?..

    Ohhhw.. stelah baca ini,, jadi tau alasan kenapa teteh jarang bgt koment di blog saya…

Tinggalkan komentar