Suatu ketika, saya lagi duduk-duduk semeja bareng beberapa food blogger Indonesia di sebuah restoran cepat saji. Restoran itu lagi nraktir kami makan. Sambil ngunyah ayam tepung, saya nyeletuk, “Eh, kira-kira kalo kita sudah ngetwit segini banyak hari ini, kunjungan ke restoran sini bakalan membludak nggak ya?”
Lalu salah satu kawan saya curcol, “Aku gak semangat lagi nulis kulineran di blog. Sudah bubble, tapi fee-nya kurang.”
Seharian itu, kami kerja ngetwit dan posting Instagram tentang restoran tempat kami lagi makan itu. Bagian yang bikin geli pada hari itu adalah, restorannya ngundang kami karena kami ini food blogger dan restorannya baru aja nge-launching menu anyar, tapi restorannya nggak minta kami nulis menu barunya itu di blog kami, malah mintanya upload fotonya doang ke Twitter dan Instagram. Kenapa nggak minta wartawan halaman kuliner aja sih?