Satukan Famili dalam Website Keluarga

Kali ini saya mau cerita bagaimana saya bikin website keluarga yang berhasil menciptakan silaturahmi di antara seluruh keluarga kami. Teaser: Keluarga saya berjumlah 251 orang dan sudah mencapai lima level generasi.

Saya lahir dari sebuah keluarga besar, dan saya generasi keempat. Generasi-generasi di atas saya berserakan tinggalnya di seluruh Indonesia, sehingga mereka jarang sekali kumpul lengkap. Tapi mereka punya grup WhatsApp, dan di situlah mereka saling menyapa.

Lalu satu per satu, para cicit (termasuk saya) pun masuk grup famili itu. Di sinilah mulai timbul kecanggungan; gap generasi timbul karena memang beda minat, beda attitude, plus faktor nggak pernah ketemu di dunia nyata. Anak-anak baru ini terlalu banyak, sulit dihafal, akibatnya ya sudah dikenal, dan efeknya pun jadi susah disayang.

Saya mikir, kalau nggak pernah ketemuan, terus jadi nggak kenal, gimana? Mosok mau menyalahkan jarak tempat tinggal?

Kemudian saya berpikir, apa yang bisa saya bantu supaya setiap orang bisa tetap saling kenal biarpun nggak pernah ketemuan di dunia nyata. Maka saya dapat ide, bikin aja website keluarga.

Ngapain Butuh Website Keluarga?

Saya punya visi, dengan website ini, kalau saya meng-googling nama saya sendiri, saya bisa menemukan bahwa saya adalah bagian dari keluarga X. Saya punya sepupu bernama Y, orangtuanya bernama Z dan mereka tinggal di kota K, foto wajahnya seperti ini, jadi kalau saya ketemu dengan orang-orang ini di restoran McDonald’s, saya akan makan burger bareng mereka.

Kalau cuma bikin website yang berisi nama-nama setiap anggota keluarga beserta anak-cucunya, bikin aja blog di Blogspot. Tapi kemudian saya mikir, nanti alamatnya jadi mbahdjojo.blogspot.com. Nama itu sangat panjang dan susah diingat! Alternatifnya, gimana kalau namanya mbahdjojo.com? Nama itu lebih mudah dihafal oleh keluarga kami karena pendek (kakek buyut saya bernama Mbah Djojo). Tantangannya, itu berarti kami harus beli domain pribadi dong?

Sulit membuat seluruh keluarga bersedia membeli domain pribadi untuk website keluarga kami. Kira-kira begini tanggapan mereka waktu saya mengusulkan bikin website keluarga.

Vicky: “Om-om dan Tante-tante, untuk membuat website ini hanya butuh biaya Rp 260.000,-“

Om: “Siapa yang mau bayar?” -> pertanyaan ini akan memaksa satu orang terpaksa jadi donatur tunggal, dan saya menghindari ini.

Vicky: “Om-om dan Tante-tante, kalau ada 26 pasangan suami-istri di keluarga ini bersedia menyumbang Rp 10k saja, maka website ini sangat mungkin bisa diwujudkan.” (Apakah tadi saya sudah bilang bahwa jumlah anggota keluarga saya ada 251 orang?)

Pakde: “Mbayarnya lewat mana?” -> bingung membayangkan dirinya harus ke ATM cuman buat nyetor Rp 10k hanya untuk memasukkan dirinya di dalam website, bisa-bisa diketawain sama mesin ATM

Tante: “Aku gak ngerti. Kalo nggak nyumbang, namanya nggak akan dimasukin ke dalam website?”

Saya: *pingsan*

Website Keluarga Jadi Kenyataan

Tapii…setelah bolak-balik saya menyeletukkan ide itu dalam berbagai percakapan ringan di grup Whats App yang isinya kebanyakan cuman copas itu, lama-lama saya didengarkan. Suatu hari sepupu saya tanya lagi berapa resource untuk bikin website keluarga itu, dan saya menegaskan lagi bahwa saya cuman butuh Rp 260k untuk membelikan bahan website itu. Tiba-tiba beberapa menit kemudian saya ditransferi uang oleh sepupu saya (setelah dia membujuk para tetua kami yang mengurusi kas arisan keluarga besar). Dan..bam! Mendadak saya harus bekerja.

Saya beli domain dan hosting yang paling murah di Qwords.com. Saya merancang menu, theme, dan sitemapnya. Pertama, saya menaruh keterangan tentang kakek buyut saya sebagai halaman utama. Lalu saya membuatkan page untuk setiap anggota keluarga. Di tiap page, saya tuliskan nama lengkapnya, nama suami/istrinya, nama anak-anaknya, foto mereka, dan keterangan tentang tempat tinggal. Tiap nama diberikan hyperlink menuju halaman masing-masing page, dan ada hyperlink menuju alamat Facebook masing-masing. Lalu jadilah website keluarga saya di http://mbahdjojo.com. Halaman tentang diri saya sendiri ada di http://mbahdjojo.com/vicky.

website keluarga
Beberapa screenshot dari halaman website keluarga saya, www.mbahdjojo.com.

Saya mengerjakan itu selama sebulan. Ada beberapa tantangan selama saya mengerjakan website ini:

  • menemukan nama-nama lengkap dari ke-251 anggota keluarga besar saya. Susah karena banyak banget dari keluarga kami yang sudah menghilang tanpa jelas. Untung sekali paman saya mau jadi tukang sensus dan menelfoni setiap orang untuk serahkan nama dan alamat

 

  • menemukan foto dari masing-masing anggota keluarga. Ini sih saya rampok dari Facebook masing-masing. Ternyata beberapa orang nggak punya Facebook. Lalu yang lebih penting lagi, saya ingin pasang foto tiap orang bersama ayah-ibu mereka. Biar semua orang tahu, siapa anaknya siapa, siapa bapaknya siapa. Dan ternyata ini susah karena nggak semua orang punya foto keluarga. Ada saudara saya yang akhirnya ngaku ke saya bahwa dia nggak pernah berfoto bareng ayahnya seumur hidup karena ayahnya meninggal/bercerai/pergi dari rumah dan lain-lain. Sedih ya?

 

  • memasang link yang menyambungkan setiap halaman, dan menyambungkan ke halaman profil Facebook-nya. Copy-paste link doang sih gampang di laptop. Tapi ternyata, anak saya yang baru berumur 8-9 bulan bolak-balik minta menyusu. Terpaksalah saya mengerjakan website ini hanya dengan smartphone!

Apa Kata Keluarga

Setelah website itu jadi, rasanya beban saya plong terangkat. Sambil cengar-cengir geli karena saya sendirilah yang mengusulkan pengerjaan website. Keluarga saya senang tapi protes juga. Ada yang namanya salah eja. Kenapa fotonya cuma ditampilkan sedikit. Minta fotonya diganti karena merasa fotonya yang saya comot dari Facebook itu membuatnya nampak gendut.

Tapi beberapa testimonial yang saya tunggu-tunggu, adalah dari sepupu saya, “Makasih ya Mbak Vicky, gara-gara website ini, aku jadi tahu keluargaku itu siapa aja..”

“I don’t understand. Jadi Nenek itu punya adik yang meninggal waktu bayi?? Inna lillahi, sedihnya..”

“Selama papa-mamaku masih hidup, aku nggak pernah bikin foto keluarga, Mbak. Tapi ngeliat foto papa-mamaku ada di situ, aku jadi merasa bahwa aku pernah nggak sendirian..”

Dan begitulah, website keluarga yang super sederhana itu, yang saya beli domain dan hostingnya di Qwords.com dengan harga domain relatif terjangkau, ternyata memberikan informasi berharga buat seluruh keluarga saya. Bahwa mereka punya sanak saudara, yang bisa dihubungi. Berkat hyperlinks yang saya pasang itu. Dan website itu membantu keluarga besar kami semakin bersatu.

Karena pada akhirnya, aset paling berharga yang kita miliki memang keluarga besar kita. Dan website keluarga, adalah alat yang strategis untuk membuat kita bisa menjangkau mereka semua.

Widget Lomba

8 comments

  1. anonim says:

    Ide yang bagus, cuma sangat berbahaya menyebarkan informasi yang sangat penting ke internet, di mana nama ibu sering digunakan untuk administrasi bank

Tinggalkan komentar