Wisata Anak Mesti Sarat Edukasi

Salah satu kenangan saya tentang masa kecil adalah saya sering diajak jalan-jalan keluar kota oleh orang tua saya. Ayah saya hobi nyetir jarak jauh, dan salah satu tempat kesukaannya untuk mengajak saya adalah rumah kakaknya. Waktu itu, kami tinggal di Surabaya, dan di waktu weekend kami sering bermobil ke rumah Tante saya yang bernama Tutie itu di Semarang. Perjalanan Surabaya-Semarang terasa jauh banget, kadang-kadang bisa sampai delapan jam. Untuk mengisi waktu, ayah saya ngajarin saya kota-kota apa aja yang kami lewatin. Saya hafal lho, bahwa dari Surabaya ke Semarang itu kami harus lewat Gresik, Lamongan, Babat, Tuban, Rembangan, Juwono, Pati, Kudus, Demak secara berturut-turut. Umur saya empat tahun waktu itu, saya belum tahu bahwa di dunia ini ada buku bernama atlas, tapi ayah saya sudah menyediakan pelajaran geografi yang sangat berguna buat saya. Sampai hari ini saya masih hafal jalur Surabaya-Semarang tanpa harus lihat Google Maps.

Sekitar beberapa waktu yang lalu salah satu sanak saudara saya mengajak anaknya yang baru berumur sembilan tahun piknik ke luar negeri. Pulang-pulang dari sana wajahnya sumringah banget. Saya tahu sih mereka bersenang-senang, kelihatan kok dari foto-fotonya di Path. Lalu saya iseng mengajak ngobrol anaknya itu, “Kamu selama di sana, ke mana aja?”
Ajaibnya, si anak njawab, “Ngg..aku lupa.”

Saya tercengang.
Saya iseng memancingnya lagi dengan pertanyaan “Kamu foto di mana itu yang sama Obama?”
Si anak inget bahwa dia foto-fotoan sama patung Obama di Museum, tapi dia lupa nama museumnya, dia bahkan lupa Museum itu ada di kota mana. Wah.
Ketika saya tanya selama di sana dia makan apa, si anak pun menjawab, “Chicken nugget.”

Oke, itu piknik yang sangat tidak menarik buat si anak.

Kita para orang tua mufakat semua bahwa kita dan anak-anak butuh piknik, tetapi kita sering nggak tahu bagaimana piknik yang lebih banyak memberi manfaat kepada anak kita daripada buang-buang duit.

Paula Suseno di artikel ini beberapa bulan yang lalu bilang bahwa ia mengajak ketiga anaknya liburan berenang di Bali, ternyata ketawa anak-anaknya sama kencengnya dengan main di kolam renang tiup di carport rumah mereka. Saya setuju. Piknik bukan masalah pergi ke mana, bukan masalah bayar berapa, tapi ini masalah tentang value apa yang diperoleh anak-anak selama piknik itu.

Wisata anak edukasi
Mengajak anak memungut sampah di Sungai Cikapundung.

Seorang teman saya, ngajak anaknya piknik dengan naik perahu karet sepanjang Sungai Cikapundung sembari mungutin sampah dari sungai. Pulang dari sana, anaknya komentar bahwa orang yang buang sampah ke sungai adalah orang yang norak.

Teman saya lainnya, bawa anaknya jalan-jalan ke dinas pemadam kebakaran. Di sana, petugas-petugas yang lagi selo ngajarin supaya kalau ada api di rumahnya, si anak harus lari dan nggak boleh masuk lagi meskipun hanya untuk ngambil boneka Teddy Bear yang ketinggalan.

Wisata anak edukasi
Salah satu program wisata anak berupa petualangan edukasi yang mengajari anak ketika berhadapan dengan orang asing yang menawari permen.

Teman saya yang lain malah mendaftarkan anaknya ikutan wisata petualangan edukasi bersertifikat khusus anak-anak. Di wisata petualangan edukasi ini, selain diajarin bekerja sama dengan anak-anak lain, anak-anak juga diajarin caranya melindungi diri dari orang asing yang kira-kira sebenarnya adalah pedofil, dan bahkan juga diajari bagaimana melindungi diri dari bullying.

Banyak sekali gagasan buat ngajak anak piknik yang memberikan value lebih daripada harga yang harus dikeluarkan. Ide Anda, mungkin lebih kreatif daripada saya.

Semua gambar oleh Superkids Eduventure.

11 comments

  1. Seringnya ngajak Zafran ke taman. Yang berkesan Taman Scientia di Gading Serpong. Mulai lari-larian di taman, naik-naik ikut-ikutan panjat tebing, berkebun hidroponik, melihat kandang kelinci. Bagus pokoknya tamannya. Tempo hari ke Kuntum Nursery di Bogor, semacam peternakan edukasi juga. Meskipun belum dua tahun, tapi mulai mengajak jalan-jalan ke yang bersifat edukatif dan adventure gitu, secara waktu sama ortunya sedikit banget.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Scientia Square Park itu menarik ya. Cocok buat orang tua yang kepingin ngajarin anak pakai miniature. Apakah di sana ada guidenya yang kasih silabus materi tentang objek-objek yang ada di sana?

  2. paula says:

    Ada namaku disini 🙂
    Wisata harus mendidik setuju. Sekarang sebenernya cukup banyak wisata yang beredukasi asal kuat macet berjam2. Di Batu banyak dari museum A sampe museum F, semuanya mendidik asalkan ga membosankan penyampaiannya. Begitu membosankan ya lewaaaat, lupa semua
    Di Jakarta ada salah satu tempat namanya kidzania, sangat meng’edukasi’ dengan ditunggangi beberapa brand terkenal. Keluar dari tempat itu, anakku yang baru berusia 7,5 tahun aku kasih tebakan
    Tadi di dalem main pembawa berita dimana? Metro TV
    Pabrik teh namanya apa? Pucuk Harum (padahal dia ga main disana looo)
    Dokter gigi dimana? Pepsodent
    Bikin roti di pabrik apa? Sari Roti
    Emesing gak sih…. hahahaa
    Mungkin kita bisa mencontoh caranya mengedukasi dari sono…secara melekat banget brandingnya

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Ya, soalnya komentarmu sesuai banget sama target tulisanku, Ce 😀

      Batu itu amazing banget. Aku nggak sabar nungguin anakku rada gedean supaya aku bisa ngajarin dia masuk Museum ini Museum itu di sana. Aku bahkan sudah ngekhayal pingin liburan di sana selama 3-4 hari kerja supaya bisa optimal kasih dia pengalaman di tiap objek di sana.

      Kidzania itu juga keren. Bau bisnisnya kental banget! Kalau punya brand, usahain deh bisa nampang di Kidzania, niscaya marketing-nya melesat.

      Tinggal masalah apakah kita mau meluangkan waktu untuk bermacet ria demi wisata edukasi buat anak-anak? Atau, bisa nggak kita ikutkan anak ke wisata edukasi tanpa harus berurusan dengan macet?

Tinggalkan komentar