Orang tua yang sudah pikun cenderung mengalami kemunduran di semua lini kehidupan; baik kekuatan fisik, daya ingat, dan kadang-kadang, empati. Anak-anak mereka mesti menopang orang tua mereka ini, mulai dari membantunya melakukan aktivitas sehari-hari sampai menanggung finansial. Kesabaran anak untuk menghadapi orang tua diuji karena orang tua yang pikun sudah banyak lupa; mereka sering lupa di mana menaruh barang mereka, mereka lupa nama-nama banyak orang (dan bahkan lupa nama cucunya sendiri), mereka lupa ini hari apa, bulan apa, bahkan tahun berapa. Saking banyak lupanya, kadang-kadang cara bicara mereka sudah tidak karuan sehingga bisa bikin orang lain tersinggung. Makanya, bagi anak-anak yang punya orang tua yang sudah pikun ini, berbakti kepada orang tua mereka bisa jadi tantangan tersendiri. Kali ini saya akan cerita bagaimana keluarga saya berbakti kepada Grandma saya yang sudah pikun.
Selama bertahun-tahun di blog ini, saya sudah bolak-balik bercerita tentang keluarga, terutama Grandma. Tapi biarlah kali ini saya akan menceritakan tentang beliau untuk kesekian kalinya. Saat ini Grandma sudah berusia 94 tahun. Beliau anak pertama dari 10 bersaudara, dan tujuh adiknya sudah meninggal. Beliau menikah dua kali, dan suami-suaminya itu sekarang sudah meninggal. Dari pernikahannya, beliau mendapatkan empat orang anak, dan anaknya yang kedua sudah meninggal dua bulan lalu. Luar biasa berapa banyak orang-orang terdekatnya yang sudah satu per satu wafat, sementara beliau hari ini masih saja segar-bugar tanpa penyakit apapun (kecuali jika kepikunan dianggap sebagai suatu penyakit). Jadi setiap kali beliau ketemu orang dan mengobrol, beliau selalu mengucapkan umurnya itu dengan bangga, seolah-olah itu pencapaian terbaik yang beliau dapatkan (dan memang iya sih, hahaha..)
Tetapi menjadi lansia yang pikun tetap saja masalah besar. Grandma menderita short term memory loss, kehilangan ingatan jangka pendek. Ingat Dory di film Finding Nemo, ikan koi yang lupa setiap lima menit? Nah, Grandma saya seperti itu. Mengobrol dengan Grandma adalah aktivitas yang bisa bikin badan pegel biarpun cuman duduk doang. Apa yang dibicarakan lima menit lalu, Grandma cepat lupa. Kalau saya mengobrol dengan Grandma, Grandma bisa menanyakan nama saya setiap lima menit, kadang-kadang malah setiap tiga menit. Iya, saya cucunya, dan karena saya cucu yang berbakti dan kepingin masuk surga, jadi saya meladeni pertanyaannya yang repetitif itu. Tapi orang lain kan belum tentu sesabar itu. Dan karena saya mempunyai nenek yang seperti ini, saya selalu maklum kenapa orang muda hampir selalu malas ngobrol dengan lansia.