Menyatakan Ketidaksetujuan

Waktu saya ambil kursus John Robert Powers beberapa tahun yang lalu, saya dapet pelajaran yang agak menarik. Soal etika-etikaan.

Salah satu pesan yang disuruh dibawa pulang waktu itu, “Kalau sedang mengobrol dengan orang, hindari topik yang bisa menimbulkan pertentangan.”

Dalam skala sempit, dulu saya menyangka bahwa topik yang bisa menimbulkan pertentangan itu misalnya tentang agama, suku, pilihan politik. Yaa pokoknya urusan SARA gitu deh.

Ternyata pertentangan lebih luas dari itu.

Contoh, dalam konteks jaman sekarang ya, kalau lawan bicaramu nggak suka K-Pop, jangan kau ngeyel untuk membicarakan kekerenan K-Pop. Meskipun kau hafal sekeren apapun Exo dan BTS.

Contoh lain, kalau lawan bicaramu suka makan brutu, sedangkan kau anggap brutu itu jijay, janganlah kau ngeyel untuk berkoar tentang kenapa kau benci brutu.

Tadinya saya pikir, Lho, gimana sih, kan tiap orang beda-beda, suka-suka kita dong mau berpendapat.

Ternyata ada pelajaran lebih lanjut dari urusan menghindari pertentangan topik itu. Karena sebenarnya tujuan akhir dari mengobrol itu adalah menjalin relasi. Untuk networking. Bukan untuk membuat lawan bicaramu menjadi satu kubu denganmu.

Saat kita memaksakan sikap bahwa pandangan kita itu bertentangan dengan pandangan lawan bicara kita, maka sebetulnya secara asadar kita menciptakan jarak dari lawan bicara kita untuk menjalin relasi dengan kita. Efek buruknya, kita kehilangan peluang yang bisa dimanfaatkan dari lawan bicara itu.

Bayangkan seandainya kita mau bikin pesta. Untuk bikin pesta, kita butuh katering. Yang punya katering itu, adalah teman kita yang kebetulan suka K-Pop.

Kita mau minta diskon ke teman yang punya katering itu. Tapi si teman, yang dulu ingat bahwa kita pernah ngenyek K-Pop, memutuskan bahwa dia sedang tidak bisa memberi kita diskon.

Padahal antara diskon katering dan K-Pop itu tidak ada hubungannya. Tapi karena dia tidak merasa kita ini berada di “sisi” yang sama dengannya, makanya dia tidak mau kasih diskon. Sayang kan?

Bukannya kita harus selalu setuju dengan lawan bicara. Tapi untuk menyatakan ketidaksetujuan itu perlu dipikirkan, apakah memang perlu dinyatakan atau tidak. Kalau memang perlu dinyatakan, bagaimana cara mengatakannya supaya lawan bicara hanya merasa bahwa yang ditolak itu cuma pilihan artis kesukaannya, bukan dirinya yang ditolak.

Contoh ketidaksetujuan yang memang harus dinyatakan itu, “Maaf ya, saya ini nggak bisa makan brutu yang kamu makan itu. Soalnya brutu itu mengandung kolesterol banyak, sedangkan saya lagi diet rendah kolesterol, takut stroke..”

Tak perlu mengatakan bahwa brutu itu menjijikkan.

Contoh ketidaksetujuan yang dinyatakan tanpa membuat lawan bicara merasa ditolak, “Maaf ya, saya ini kurang sering mendengarkan K-Pop. Soalnya K-Pop itu jarang nongol di Spotify saya..”

Tak perlu mengatakan bahwa kau benci K-Pop sebab artis-artisnya semua nampak cantik. Bahkan artis yang cowok pun juga nampak cantik.

Sebab pada akhirnya yang paling penting adalah kita tetap bersama teman kita (yang tidak satu selera itu). Supaya dia tetap mau berbagi rasa dengan kita. Bukan memaksa si teman untuk paham bahwa kita tidak setuju dengannya.

Karena sesungguhnya, kita dan orang lain pasti punya banyak kesamaan yang bisa dibagi bareng. Perbedaan satu-dua hal mestinya nggak perlu dibesar-besarkan.

11 comments

  1. Prima says:

    Dalam konteks pertemanan yang sudah akrab biasanya bahasanya bisa lebih frontal ketika si teman “berbeda kubu” dengan kita seperti, “Yo embuh, aku lak gak seneng K POP koyo awakmu” dan risiko berantem pun minim, hampir nggak ada.

    Yang a lil bit challenging itu, ketika lingkupnya dengan orang lain yang tidak terlalu akrab, tapi perbedaan antara dia dan kita begitu jauhnya, kitanya mati2an jaga kebersihan, eh dianya kemproh.

    Challenge-nya kan gimana supaya antara dia dan kita saling memahami dan menghormati perbedaan pandangan tentang higienitas ini. At some point, memang harus tegas ketika sudah bersinggungan dengan core value kita mbak.

    Bukan begitu?

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Kebetulan konteksnya artikel di atas kalau sedang mengobrol. Sebelum mengobrol, mestinya ya core values masing-masing orang sudah bisa ketahuan.

      Kalau bertemu tatap muka, tentu kita sudah bisa menilai orang depan kita apakah dia kemproh atau tidak. Secara alamiah, tidak mungkin kita akan mengobrol dengan orang ini lama-lama. Karena naluri kita pasti tidak mau deket-deket (apalagi mengobrol) dengan orang kemproh.

      Tapi kalau tidak ketemu tatap muka, mungkin kita masih mau mengobrol dengan orang ini. Topik tentang hygiene sebagai core value tentu bisa dihindari.

      Memang saya nggak mempersempit bahasan di atas mengenai konteks lokasi mengobrol yang potensial menyinggung core values masing-masing orang.

  2. Menjalin pertemanan demi silaturahmi itu penting. Penting juga untuk belajar mengungkapkan sesuatu yang ga kita sukai dengan cara dan bahasa yang ga menyinggung dia atau mereka. Bukan berarti takut kehilangan teman. Tapi lebih kepada memahami orang lain dan terkadang bersama mereka banyak nilai2 positif dan manfaat yang bisa diambil 😀

  3. Sarieffe says:

    Kadang suka lupa ngerem pas ngetik, auto nyesel di akhir kalau udah keliru ngetik.
    Tapi emang benar, setuju atau tidak setuju itu pasti selalu ada tapi kudu pinter-pinter menyatakan agar nggak menyinggung orang lain

  4. Menjadi pelajaran yang berarti buatku, kak Vicky.
    Aku sesungguhnya pernah keluar dari komunitas karena merasa dipojokkan atas pendapatku. Dan setelah itu, mereka berdalih bahwa apapun yang terjadi “Emangnya salah gw, salah temen-temen gw..”
    Aku gak tau saat itu sesembak ini sedang bercanda (melecehkan) atau tidak. Sehingga aku pertimbangkan kalau gak ada manfaatnya, aku gak berlama-lama di sebuah komunitas yang membuatku tidak sehat.

    Hihi~
    Maaf yaa, kak Vick.

    Numpang curhat.
    Mumpung tulisannya aku banget ((bawa-bawa Kpop)). Hehhee~

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Pendapat kita belum tentu salah.
      Tapi dalam bergaul itu, kadang-kadang kita perlu setuju untuk tidak setuju dengan banyak orang.
      Karena tujuan akhirnya adalah menarik manfaat sebanyak-banyaknya dari orang-orang yang tidak setuju dengan kita.

      Gakpapa ya, Len, namanya belajar bergaul, pasti pernah ada salahnya. 🙂

  5. Nova says:

    Ya..gak perlu menunjukkan ketidaksetujuan apalagi dengan cara yang frontal atau memperlihatkan pilihan kita lebih baik..

    Padahal selera beda2, bakal memberikan jarak.. , kita komunikasi untuk menjaga hubungan baik..bukan buat musuhan..

Tinggalkan komentar