Asyik Sih, Tapi..


Pada tahun kedua kuliah, gw ditanyai teman-teman, kayak gini, “Vicky, Vicky, Vicky, besok gede, mau jadi (dokter) apa?” sambil nanya a la nyanyi Susan n Ria Enes.
Gw jawab dengan mantap, “Aku mau jadi dokter ahli forensik.”

Cita-cita itu disambut dengan “Booo..!” oleh teman-teman gw. Alasannya, kalau gw beneran jadi dokter forensik, beneran gw nggak bisa ditumpangin berobat gratis oleh teman-teman gw. Dokter forensik itu kan dokter spesialis jenazah?

Padahal, gw kepingin jadi dokter forensik lantaran terpesona kenangan akan Dana Scully di X Files yang suka gw tonton dulu. Dana Scully itu salah satu pahlawan favorit gw: dia dokter, cantik, dan senyumnya irit. Dia memesona gw pada banyak adegan, antara lain waktu dia ngoperasi darurat orang di kamar mandi apartemen yang banjir, waktu dia ngotopsi dengan pakai kacamata pilot, dan waktu dia jadi saksi ahli di sidang FBI dan bilang bahwa tersangka pembunuh itu malsuin rekam medisnya. Dialah inspirasi gw buat masuk kuliah kedokteran, dan gw kepingin seperti dia.

*Inilah akibatnya kalau a-be-geh kebanyakan nonton science fiction*

Ada beberapa alasan dulu gw nganggap forensik itu seksi. Kerjaannya dokter forensik itu ngapain, gini nih bayangannya:

1. Pimpin otopsi alias membedah mayat. Misalnya mayat akibat kecelakaan, bencana, atau pembunuhan.

2. Identifikasi DNA. Banyak dipakai buat identifikasi bayi yang nggak jelas siapa bokapnya. Sinetron banget ya? Hahaha!

3. Pimpin penggalian kuburan. Misalnya buat kasus pembunuhan yang mayatnya harus diselidiki ulang, jadi mayat yang dikubur mesti digali lagi. Nah, kasus ginian sering jadi sasaran liputan media massa. Bisa sering masuk tivi, bo’!

4. Kalau ada pembunuhan, dokter forensik diundang ke TKP. Dia lihat sendiri mayatnya posisinya gimana, nyungsep atau telentang, melet atau nyengir, biru atau bersimbah darah. Nanti dia yang nentuin mayatnya matinya gimana. Seru!

Dari sini keliatan kalau waktu itu gw mengira kedokteran forensik itu identik dengan infotainment, hahaha..

Sewaktu gw jadi koass, gw mulai menyadari bahwa pada kenyataannya kedokteran itu tidak seindah yang gw bayangkan. Lebih spesifik lagi, kedokteran forensik itu nggak seindah seperti yang dicitrakan Dana Scully. Waktu gw tugas koass di forensik, gw pun mengalami masalah empot-empotan yang bikin gw meragukan alasan di atas yang sempat bikin gw ngira bahwa forensik itu seksi. Antara lain:

1. Otopsi ternyata mesti temenan sama formalin. Gw tau mayat itu mesti dibalurin formalin biar awet. Tapi gw nggak ngira formalin itu sebau itu! Baunya nggak mau ilang dan uapnya pedih. Huh, masih mending ngupas bawang merah setumpuk deh.

2. Permintaan otopsi terjadi kapan aja, termasuk malem-malem saat dokter mestinya tidur. Sebut aja gw irasional, tapi gw sebel kalau gw lagi enak-enak molor dan tiba-tiba gw dibangunin buat disuruh meriksa orang mati.

3. Sedikit orang Indonesia yang minta diperiksa DNA anaknya. Jadi kurang seru, gitu lho.

4. Menggali kuburan itu seru. Tapi nggak seru kalau pekuburannya panas dan nggak ada pohonnya buat berteduh. Kok kemayu banget kalau Bu Dokter mimpin penggalian kuburan sambil pakai payung cuman gara-gara takut item!

5. Nggak ada ceritanya gw ikut dosen forensik gw ke TKP pembunuhan. Di negara kita, mayat pembunuhan ditemukan di TKP, digotong polisi dulu ke rumah sakit, baru otopsinya belakangan. Padahal kalau dokter forensiknya diundang sendiri ke TKP saat mayatnya masih tergeletak, akan banyak sekali petunjuk perkara yang bisa ditarik di situ.

Tapi dari semua itu, yang jadi perhatian gw adalah kenyataan bahwa dokter forensik sering banget dipanggil oleh kepolisian. Permintaan otopsi biasanya dateng dari polisi yang minta keterangan apakah korban pembunuhan itu dibunuh dengan sengaja atau memang bunuh diri, dibunuh dari jarak dekat atau jarak jauh, pokoknya kayak gitu deh. Sama sekali bukan masalah kalau tugas dokter hanya cerita apa adanya. Tapi jadi nyebelin kalau kita ditowel oleh oknum-oknum siyalan yang request-nya jelek-jelek, misalnya:
1. “Dok, jangan ditulisin ya kalau pelurunya 9 mm.”
2. “Dok, jangan ditulis kalau korban ditembak dari jarak jauh.”
3. “Dok, jangan ditulis kalau lengan korban yang megangin pistol ke kepalanya itu, nggak kaku.”
4. “Dok, jangan ditulis kalau luka tembaknya sebenarnya ada dua.”
5. “Dok, anaknya sekolah di SD Ibu Pertiwi, kan? Nurut aja sama permintaan kami ya.”

Gw nggak kepingin lagi jadi dokter forensik. Gw sangat salut kepada kolega-kolega gw yang mau jadi dokter forensik, coz mereka bersedia jadi saksi kunci untuk kasus-kasus hukum pidana yang njelimet. Mudah-mudahan mereka nggak diteror oleh mafia-mafia jahat yang takut mereka ngomong jujur. Karena, dokter itu, harus berkata apa adanya.

28 comments

  1. ne dr umum bisa lebih beragam nanganin kasus ya…trus kalo ada penyakit yang mesti ditangani khusus tinggal buat rujukan ke spesialis gitu?…
    Go dr Mun'im Idris….(sorry sebut nama) mudah2an tetap memegang teguh sumpahmu. Ngga nyangka ya bahkan oknum pun sampe ke kamar mayat….hiiiii

  2. Dear, kalau aku jadi spesialis kecantikan, nanti blog ini isinya kemenyek semua.
    Kalau aku jadi spesialis forensik, nanti nih blog isinya cerita mayat melulu.

    Dua-duanya, bikin kalian bosan..

  3. fahmi! says:

    eh iya, bagusa jadi spesialis kulit/kecantikan. bisa kerja di salon/klinik sejuk, bukan di TKP yg bersimbah darah. ketemu mbak mbak cantik dan tajir ato mas mas cantik metroseksual (semoga nggak homoseksual), hihihi 😀

  4. tidak mengatakan hal-hal tertentu = pemalsuan laporan karena bohong. hehehe…

    cuma redaksi kata lebih halus. 😀

    kayak begini kak: setengah anggota *** korupsi terus diganti jadi: setengah anggota *** tidak korupsi.

    😀

  5. Mmh..aku sendiri bingung apakah "pemalsuan" adalah istilah yang tepat. Mungkin lebih tepat disebut "tidak mengatakan hal-hal tertentu". Contohnya ya yang seperti di atas. Tapi kan prinsipnya forensik harus detail. Label jeans yang dipakai korban, ukuran 5 x 3 cm aja harus ditulis kok di laporannya..

  6. Oh, gw pernah dapet korban tenggelam itu. Bodinya gembung banget. Pusing gw ngotopsinya, baunya nggak karuan..

    Gw juga bingung kenapa korban kecelakaan lalu lintas kudu diotopsi semua. Padahal paling-paling gelandangan doang. Yang nggak bisa gw lupain ada mayat kesamber kereta api dan kepalanya tinggal 3/4. Cairan otaknya masih ada dan dikumpulin dalam kantong kresek oleh orang yang nemuinnya di TKP. Mungkin dikiranya bisa diisi ulang ke kepalanya..

    Mbak, Scully nggak pernah flirt sama Mulder. Atau gw memang kehilangan adegan yang sangat langka itu? Hahaha..

  7. Ha..ha setuju, tambah satu lagi bisa flirting ama Mulder meski suka gak sepaham.

    Masih mending bau formalin pan daripada bau mayat yang udah berenang berminggu2 di kali. Setahu gua di Unpad emang semua korban KLL di otopsi ya, ckck.. bener2 kerjaan ya.

  8. Nggak serem sih, Des, soalnya kan udah kenalan sama mayat pas ospek, hehehe. Emang sih request-request itu bikin empet. Kayak kasus pembunuhan yang sekarang paling ngetop di negeri ini juga melibatkan request-request itu lho.

  9. keterangan 1,2,3,4,5 saya bisa pingsan duluan sebelum melakukan senuanyah….

    tapi keliatannya enak yah jadi dokter forensik kan mesti melihat tubuh korban dengan keadaan "maaf"tanpa busana… coba kalo korbannya seksi bin imut2.. kan lumayan.. hihihihihihihi….

  10. Betul, Na, kerjaan dokter forensik itu mulia sekali lantaran sumbangsih mereka terhadap penegakan hukum. Tapi menurut saya, resikonya juga besar, coz pasti ada aja orang-orang yang kepingin melakukan apa aja supaya menghalangi penegakan hukum, kan? Termasuk ancaman penghilangan nyawa? Yah, bisa aja..

  11. mawi wijna says:

    Wah saya jadi punya anggapan kalau dokter forensik itu ada di garda terdepan dalam proses penegakan hukum, terutama mengenai pengungkapan fakta. Memang saya akui ancaman kerap kali datang meneror mereka yang ingin menegakkan kebenaran.

    Tapi yang bikin saya bingung; kalau senadainya kita memutar balikkan fakta yang ada apa bukan berati kita menyalahi proses hukum. Tapi toh kita sendiri tak mau terancam hidupnya. Dilematis ya?

  12. Nah, makanya di situ letak seremnya. Kok kayaknya ada celah buat dipaksa berkata nggak jujur, gitu lho. Sejauh ini saya belum pernah sudi disogok ya (mudah-mudahan memang selamanya begitu, amien), tapi kalau udah masalah pemalsuan laporan sih, empet banget. Harganya Rp 1 M? Jelek bener..

    Sekarang saya jadi dokter umum aja dulu..

  13. Newsoul says:

    Vick, bagi saya dokter ahli forensik itu memang seharusnya seksi kok. (Tentu. gak harus perempuan ya. Barangkali karena keahlian yang dituntut, selain sisi keilmuan, juga seni dan keberanian (mental) yang kuat. Bosen juga liat ahli forensik di tv (kasus Manohara, kasus pembunuhan Nasrudin) yang itu-itu juga. Kalo Vicky yang muncul, dijamin lebih hidup suasana, hehe.

  14. Jokostt says:

    Ngomong-ngomong masalah forensik faktor disengaja atau tidak itu menjadi faktor yang sangat penting kalau sudah kaitannya dengan klaim asuransi.

    Saya jadi ingat pengalaman ngurusin salah satu toko kami yang kebakar. Urusan bukan dengan dokter, sih tapi dengan para penegak hukum. Karena hasil LABFOR ini kaitannya dengan klaim asuransi maka perusahaan kami kena todong harus bayar 1 M kalau mau hasilnya keluar dan sesuai harapan kami.

Tinggalkan komentar