Berapa Hargamu?


Ada apa? Kenapa gw tanya-tanya harga Anda? Emangnya gw mau beli Anda? Emangnya gw mau nawar Anda? Emangnya Anda siapa bisa ditawar-tawar?

Media akhir-akhir ini rame dengan pemberitaan Manohara Pinot yang katanya sering disilet-silet suaminya yang pangeran Kelantan. Terus terang aja, tadinya gw nggak tertarik dengan berita ini, coz gw sangka ini cuma gosip tentang “satu lagi seleb bego yang kawin sama cowok idung belang”. Gw nggak tau siapa itu Manohara, gw nggak tertarik dengan model manapun kecuali kalo dia bisa nge-blog. Gw nggak tau Kelantan itu kerajaan, gw kirain Kelantan itu negara bagian. Tapi keseringan baca koran lama-lama bikin gw apal juga, dan menghenyakkan gw sesuatu, kenapa Manohara nggak bisa membebaskan diri aja? Apa dia senang punya suami yang gemar main silet?

Lalu masalah-masalah lainnya bermunculan. Pernikahan Manohara sah secara hukum Malaysia, jadi nggak bisa digugat oleh pengacara Indonesia. Keluarga Manohara kan dari awal sudah restuin Manohara kawin sama si Kelantan itu, jadi rada aneh kalo sekarang keluarganya mengamuk sama si mantu. Entahlah, gw angkat tangan dan nggak bisa nawarin solusi. Tapi tetap ada tanda tanya besar di sini. Berapa sih harga diri Manohara, keluarganya Manohara, dan akhirnya bangsa Indonesia, sampai-sampai Manohara bisa disia-siakan di Kelantan yang kerajaannya bahkan nggak dikenal di buku teks anak sekolah Indonesia?

Masalah Manohara sebenarnya mirip dengan masalah TKI di Malaysia yang carut-marut. Bedanya kalo kita sudah muak dengan masalah para asisten pribadi alias bedinde yang kebanyakan dipentungin, kali ini kita digugah oleh seorang mantan model Harper’s Bazaar turunan Bugis (eh Bugis gitu ya? Lupa gw) yang kebanyakan disilet. Geleng-geleng kepala kita liat Kepolisian Indonesia nggak bisa melindungi warga Indonesia yang dicelakain di Malaysia. Oh ya, apakah Manohara masih warga negara Indonesia? Bukankah perempuan kita yang menikah dengan warga asing, secara otomatis pindah kewarganegaraan jadi ikut negara suaminya?

Secara logis, dari awal nyokapnya Manohara udah liat ada yang aneh dari si Kelantan itu, bahkan semenjak awal pernikahan. Keluarga Manohara diundang ke Kuantan waktu Manohara dan si pangeran masih pacaran. Disuguhin makanan enak, suvenir ini-itu, dan sekonyong-konyong mereka dinyatakan sebagai suami-istri. Padahal hukum Islam bilang, pernikahan disebut sah kalo ada restu dari ayah kandung mempelai perempuan. Apakah keluarga Manohara diperdaya sampai dibikin “tak sengaja” bilang ijab kabul dengan bahasa Kelantan?

Kedua, bertahun-tahun kemudian, Manohara udah ngeluh ke nyokapnya bahwa dia sering disiksa. Nyokapnya udah mau mulangin Manohara, tapi dicekal nggak boleh masuk Malaysia. Pertanyaannya, ada salah apa ibu warga negara Indonesia sampai nggak boleh ketemu anak kandungnya sendiri di Malaysia?

Ketiga, nyokapnya Manohara melunak setelah keluarga kerajaan Kelantan mengajak Manohara dan keluarganya umroh. Pertanyaannya, apakah melukai anak orang bisa dimaafkan begitu saja dengan ngajakin keluarga anak itu umroh bareng?

Mungkin suaminya Manohara yang salah. Mungkin Manohara yang salah. Mungkin keluarga Kelantan yang salah. Mungkin keluarganya Manohara yang salah. Mungkin petugas imigrasi Malaysia yang salah. Mungkin pemerintah Indonesia yang salah. Kalo dirunut-runut, masalahnya nggak akan pernah selesai.

Gimana dengan Anda? Berapa harga mas kawin yang kudu gw bayar supaya gw bisa ngawinin Anda dan akhirnya bisa nyilet-nyilet dada Anda? Berapa kali gw kudu bayarin keluarga Anda umrah supaya gw bisa terus jadi mantu Anda? Berapa yang harus gw bayar supaya Anda nggak usah deket-deket sama anak Anda yang udah gw kawinin?

Semua pertanyaan itu berpulang kepada harga diri kita. Seberapa jauh kita menghargai diri kita, anak kita, warga negara kita. Kalo kita tau seberapa mahalnya harga diri kita ini, nggak akan pernah kita sengsara lantaran disakiti orang lain.

Tiru ibu-ibu negara Filipina yang sampai ke Bandara Aquino Manila lantaran rela jemput para bedinde yang disuruh pulang gara-gara dipukulin majikan Singapura. Tiru Obama yang sampai ngeluarin surat khusus buat bikin operasi pembebasan kapten kapal USA yang disandera di Somalia. Tiru bokapnya sahabat gw yang nekad gugat cerai ke besannya gara-gara sobat gw itu diselingkuhin suaminya.

Waktu wartawan Meutia Hafidz disandera pemberontak di Timur Tengah dulu, Deplu sampai turun tangan minta diplomatnya di sana-sini buat bebasin Meutia. Kenapa Manohara nggak bisa diperjuangin? Kan sama-sama disakitin? Apakah karena Meutia dilindungi asosiasi pers internasional sedangkan Manohara hanya seorang (mantan) model?

Postingan ini untuk Manohara, dan untuk semua perempuan yang disiksa habis-habisan oleh kekasih dan bossnya dengan mengatasnamakan duit. Tak ada yang bisa bebasin kalian selain diri kalian sendiri. Kita nggak bisa dibeli! Harga kalian semua mahal, Ladies! Jangan mau diinjak-injak! Jadi berdoalah, berpikirlah, dan yang lebih penting lagi.. bertindaklah!

29 comments

  1. Asssseeemmm… pedofil itu menurut UU Perkawinan Tahun 1974 apabila gw kawinin perempuan dibawah 16 Tahun…. Kalau manohara mah udah dewasa….

  2. Bu pertanyakan dong ortunya…. kenapa sampai kasih anak ABG. Salahin juga Manohara kenapa cari Bojo sampai ke Malaysia… wong disini banyak laki, single, baik hati dan tidak sombong…. contohnya gw **sekalian promosi**

  3. Mau pangeran yang mana, Wan?
    Pangeran Diponegoro: udah meninggal
    Pangeran Cinta: berantem melulu sama Maia Estianty
    Pangeran Dangdut: ntie poligami pula kayak bokapnya..

    Repot cari pangeran di Indonesia!

  4. Mungkin bener, mungkin salah. Mestinya kan ada foto bukti. Apa Manohara nggak tau caranya motret dada sendiri lalu ngirimin fotonya ke nyokapnya? Kan ada internet..

  5. Rudy says:

    Emangnya ada foto dada-nya si Manohara ya mbak??
    Kayaknya sih tuh cuma untuk menaikkan rating aja kok, toh dari pihak kerajaan nggak ada yang membenarkan cuma sekedar isu-isu doang???

  6. zenteguh says:

    belum ada bukti Manohara Pinot disiksa. Hampir semua media, termasuk yang namanya infotainment melakukan liputan jurnalistik secara cover both side. Tiap hari omonganya ibuknya mulu, gak ada suara orang Kelantan. Angkat jempol utk RCTI yg mlakukan investgasi hngga ke Malysia..

  7. Farid says:

    Rumah, mobil, sawah gak harus dijual, kalau memang perlu dan menjadi syarat/mahar, sekalian akan diberikan tanpa harus dijual terlebih dahulu hehehehe :p

  8. TRIMATRA says:

    kritisnya ngalir terus kayak mata air surga, salut akuh.

    kok ngerti juga ya soal presiden pilipin yang ngelabrak negara yg berani melukai warganya? ckckck….

  9. eel's says:

    Satu hal yang saya tahu.., kebahagiaan itu bisa diraih kalau ada cinta yang tulus, cinta dalam arti yang luas…, bukan berdasarkan materi…
    Bukan begitu Vicky? thanks ya dah mau mampir blogku

  10. detEksi says:

    begitulah, manohara mau dinikahi karena silau harta anak raja, begitu sudah kurang menarik lagi atau tidak memuaskan di ranjang maka disiletnya..

    ndak bisa protes, kan sudah dapat hartanya!

  11. Sebenarnya waktu awal nih Manohara diijinin kawin, soalnya:
    – usianya udah 16, jadi udah legal buat nikah (iya gitu? Temen-temen SH, bantu dong!)
    – si cowok Kuantan itu nampaknya pria baik-baik
    – Manoharanya mau-mau aja
    – rada “terpaksa”, coz pertemuan yang tadinya cuma makan-makan ternyata udah berubah jadi ijab kabul

    Gw rasa kunci penyelesaian masalah ini adalah Manohara sendiri. Kalo pengen cerai ya mintalah, kalo si suami ngga mau ya paksalah. Tapi kalo mau ditindas seumur hidup (secara fisik dan batin), ya diem ajalah.

  12. Arman says:

    gua gak ngikutin banget sih, tapi dari beberapa artikel yang gua baca kok gua nangkep kesan ini mah awalnya nyokapnya yang ambisius juga. apa obsessed ya?

    lha orang anak masih umur 14-15 th kok udah disodor2-in ke orang umur 30 th??? apa gak termasuk pedofilia gitu ya? 😛

    yah kalo akhirnya udah jadi begini, mamanya sekarang koar2. kayaknya mamanya nih yang suka nyari2 sensasi dah!

    jadi jelas manohara nih korban dari 2 pihak. ya dari suaminya, ya dari mamanya.

    yah moga2 manohara bisa cepet bisa diselametin, dan kalo udah selamet, mungkin dia bisa nuntut mamanya soalnya udah menjerumuskan… 😛

    namanya anak masih di bawah umur, harusnya orang tuanya melindungi dong, bukan malah diiyain untuk pacaran ama orang 30th dan akhirnya sampe ‘jebol’ pula. haiyaaaa…. dunia emang udah edan!

  13. Betul, Mbak. Siapapun mestinya udah belajar “risk management” waktu dia mutusin menikah atau bahkan waktu mutusin tetap melajang. Termasuk saat dilamar usia 16 tahun, pasti dia cukup dewasa untuk itu. Gadis-gadis kita cukup pintar untuk mikir ke arah situ. Iya kan? Iya kan?

  14. Fanda says:

    Kalo nurut aku seharusnya memang wanita harus menentukan masa depannya sendiri dan mengambil resiko atas keputusannya itu. Jgn memutuskan kawin hanya karena uang, tp kalopun sdh memutuskan, ya ambil resikonya. Semua keputusan kan ada resikonya. Entah itu memutuskan menikah, berumah tangga, punya anak, berkarir, atau being single.
    Grow up! Jangan cengeng!!

  15. Bukan problem anti pernikahan. Tapi kita tidak bisa dibeli dengan pernikahan. Tuhan memfirmankan pernikahan untuk mengesahkan lembaga keluarga, tapi bukan untuk membeli manusia dengan menukarkan segepok uang.

  16. mawi wijna says:

    Jadi ini kayak pepatah cinta itu buta, membutakan segala-galanya, sampai masa depan pun dibikin buta.

    Membaca artikelnya mbak dokter ini lagi-lagi bikin pikiraan saya yang nggak kepingin menikah mencuat kembali.

Tinggalkan komentar