Jam 5 pagi dan 40 meja kasir masih lengang. Petugas kasir termangu menunggu pembeli yang mau bayar. Tapi di area container buku impor, ratusan pengunjung sudah ramai memilah-milah bukunya, terus bertambah, dan nampak tidak kepingin pulang dari The Big Bad Wolf Book Sale Surabaya.
Saya ingin menyambut Anda yang baru mendarat di review tentang bazaar buku impor terbesar di Indonesia ini. Tepat ketika publik Indonesia sedang jadi bangsa dengan minat baca terendah di Asia (hanya sedikit lebih tinggi dari Botswana), Big Bad Wolf Book Sale datang dan memporak-porandakan stigma nggak keren itu. Ribuan orang datang ke acara ini, setiap hari, selama 24 jam, dan mendorong troli mereka yang berisi puluhan buku dengan hard cover dan jumlah halaman minimal 500. Memang sepertinya butuh bangsa Malaysia untuk membuktikan bahwa orang Indonesia masih doyan bacaan bermutu.
Malaysia yang Mengajak Indonesia Membaca
Big Bad Wolf Book Sale memang berasal dari Malaysia. Adalah perusahaan distributor buku impor Big Bad Wolf Sdn Bhd kepunyaan Andrew Yap asal Selangor yang menularkan acara jual buku impor besar-besaran.
PT Jaya Retail membeli franchise event bazaar ini, menghelatnya di Tangerang selama 9 hari pada bulan Mei lalu dan sukses membuat Serpong macet karena jutaan orang berduyun-duyun ke sana untuk beli buku impor. Jaya Retail mengulanginya lagi bulan ini di Surabaya dan mendulang ribuan kunjungan setiap hari. Sebagian besar pengunjung mengeluh dompetnya jadi kempes, dan lebih banyak lagi yang mengeluh karena baru beberapa lusin hard cover saja yang mereka bisa borong.
Murah, Murah
Karena Big Bad Wolf Book Sale ini memang berasal dari perusahaan Malaysia, praktis bazaar buku ini memang didominasi buku impor. Ketika saya keluar dari kasir, troli saya penuh dengan buku-buku terbitan Penguin Random House dan Hachette Books.
Big Bad Wolf Book Sale memang jual buku dengan membanting harga bukunya serendah mungkin. Buku yang saya beli, Social Media Engagement for Dummies bikinan Aliza Sherman, dijual di Amazon seharga USD 21, tetapi di bazaar ini cuma dijual hanya Rp 80k. Belanjaan saya lainnya, Bart Simpson’s Manual of Mischief dibanderol USD 19 di Amazon, namun bazaar ini cuma menagihi saya Rp 80k. Buku untuk anak saya Fidel, Prickle’s Pigs First Words karya Richard Scarry, dijual seharga AUD 9 oleh Five Mile Press, tapi (ibunya) Fidel cukup bayar Rp 45k saja..
Biarpun distributor buku ini jual buku dengan harga yang murah, tapi saya tidak merasa berjejalan datang kemari. Saya sendiri datang tiga kali, dan dua kunjungan saya lakukan hari Sabtu dan Minggu. Waktu hari Minggu malah saya datang sendiri sambil menggendong Fidel sendirian tanpa ditemani suami, dan kami berdua kelayapan cari buku di sana sekitar enam jam.
Bebas Memilih
Yang bikin nyaman bagi saya, semua buku di sini tidak dibungkus plastik. Saya bisa membolak-balik halaman buku di sana, lalu memutuskan untuk membeli atau batal. Anehnya, kebebasan ini juga nggak bikin pengunjung lainnya membuka-buka buku secara serampangan apalagi sampai bikin halaman bukunya lecek. Bahkan anak-anak pun juga dengan riang membuka-buka buku, lalu memutuskan untuk memoroti orangtuanya (“Mama, aku dibeliin ini yaa..!”) Dan nggak ada juga yang aji mumpung berdiri di situ sambil membaca buku seolah-olah tempat itu perpustakaan pribadi.
Servis pegawai di Big Bad Wolf Book Sale ini juga cukup bagus. Pengunjung disambut di pintu masuk dan diarahkan untuk mengambil troli. Ada pegawai di tiap sudut yang siap ditanyai. Kasirnya juga bertindak cepat dan antriannya tidak sampai mengular. Padahal sebagian besar pegawainya merupakan mahasiswa yang sedang magang dan mereka tidak pakai name tag di badan mereka.
Jaya Retail sepertinya sudah mengantisipasi bahwa urusan beli buku impor berkarung-karung saja bisa bikin pengunjungnya teler. Jadi mereka menyediakan food court dadakan (yang nampak lebih mirip tempat piknik ketimbang gerai food court), musholla, dan ini yang paling penting: tempat penitipan buku.
Iya, buku yang belum dibayar boleh ditag dulu. Pengunjung yang belum selesai beli buku, tapi sudah tepar, boleh menitipkan trolinya sambil pasang nama dan nomor kontak di area tertentu, lalu mereka tinggalkan untuk sholat/makan/merenung cari wangsit untuk bayar kalau-kalau uangnya kurang. Isi troli yang tidak diambil dalam tempo 24 jam, dianggap batal dibeli.
Ribet Membayar
Bagian yang mungkin tidak saya sukai adalah cara pembayarannya. Big Bad Wolf Book Sale sengaja memasang peraturan bahwa kalau memang pembeli mau membayar secara tunai, maka pembeli hanya boleh membayar sampai Rp 150k untuk sekali antri. Lain-lainnya hanya boleh dengan kartu kredit. Konon sih karena panitianya ingin bantu pemerintah mensukseskan Gerakan Non Tunai. Tapi menurut saya sih, ini siasat untuk mencegah pemborong yang tidak doyan buku untuk aji mumpung. (Andrew Yap sendiri memang memasang idealisme bazaar ini dibikin supaya publik senang membaca buku tanpa harus bayar mahal).
Lucunya, kartu kreditnya pun cuma boleh dengan Master Card atau Visa. Nggak boleh pakai American Express. Dan nggak boleh pakai kartu-kartu keluaran BCA. Ada apa dengan banknya Michael Hartono itu?
Pengunjung masih diijinkan pakai kartu debet, tapi hanya boleh kartu debit Mandiri. Kartu debet lainnya dilarang.
Di lapangan, saya melihat panitianya membagi cluster kasir menjadi kasir tunai, kasir kartu Mandiri, dan kasir kartu kredit non-Mandiri. Antrean di kasir tunai sedikit lebih panjang ketimbang kasir-kasir lainnya (biarpun tidak mengular), pertanda orang masih harus mengantre lama kalau cuma mau bayar sampai Rp 150k. Nggak heran kan?
Unclassified
Tapi cari buku impor di Big Bad Wolf Book Sale ini butuh perjuangan juga. Jangan harap kita bisa bawa to-buy-list lalu bisa langsung ketemu dan beli buku impor incaran.
Pada dasarnya, bazaar ini membagi area menjadi tiga kawasan. Sayap utara ialah tempat mereka jual buku anak-anak, sedangkan sayap selatan diisi buku untuk orang dewasa.
Buku untuk dewasa sendiri ditata per kontainer menurut genrenya. Ada genre sejarah/biografi, bisnis/ekonomi, transportasi, olahraga, kecantikan, seni/crafting, masak-memasak, dan agama/new age.
Kategori buku anak-anak ternyata lebih ajaib lagi. Baru di bazaar ini saya belajar bahwa buku anak-anak itu ada beberapa kategori: Picture Board Book (buku yang sederhananya hanya didominasi gambar dan sedikit kata, dan halamannya dibikin dari papan tebal untuk mencegah lecek, biasanya untuk bayi atau anak yang baru belajar mengenal buku), Activity Book (buku yang isinya menyuruh anak mempraktekkan sesuatu, misalnya menggambar, menulis, bahkan merakit mainan), Reference Book (biasanya berupa atlas atau ensiklopedia), dan Young Adult (novel untuk ABG). Malah ada deretan kontainer khusus yang sengaja dipakai untuk memajang buku berbonus mainan.
Repotnya, buku-bukunya di sini nggak dipajang per nama pengarang atau per judul secara alfabetis. Kalau Anda adalah seorang kutu buku fanatik pengarang tertentu dan datang sendiri sambil bawa to-buy-list, sebaiknya tabahkan hati untuk menelusur dan cari buku tiap kontainer satu per satu.
Tapi itu nggak masalah. Karena nggak ada kata “nggak sempat” kalau memang sudah kepincut ingin datang. Bazaar ini buka 24 jam (ya, panitianya nggak tidur), sudah semenjak tanggal 20 Oktober lalu, dan baru akan ditutup tanggal 31 Oktober nanti.
Lokasi Big Bad Wolf Book Sale 2016 Surabaya:
JX International Conventional Exhibition, Jalan Ahmad Yani 99, Surabaya
Saran dari saya: Nggak perlu percaya diri bahwa mobil Anda akan dapat parkir di venue Jatim Expo ini. Parkir meluber sampai ke pinggir jalan.
Banyak dari teman saya memilih datang di jam-jam tidak konvensional, misalnya jam 11 malam, jam 1 pagi, atau jam 3 pagi. Alasannnya, supaya nggak berjubel di gedung dan mobilnya bisa dapat parkir.
Padahal panitia sudah bikin shuttle bus gratis dari Jatim Expo ke Pusvetma untuk merangkul mereka yang nggak dapat parkir. (Saya nggak ikutan dirangkul. Saya sih naik Uber saja dong ah..)
Sebetulnya, yang bilang minat baca buku orang Indonesia rendah itu siapa?
Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
uhhhh…beneran ngiler kalo liat sale buku, apalagi di acaranya BBW book sale ini.., mau nitip sama Wiwit (temen blogger) di Sby tapi lupaaa… ;p
Aku belum dianggap temen ya, jadi Mbak Zata nggak nitip ke aku, padahal aku ke sini sampai empat kali 😀
Pantas saja selalu ramai, ternyata memang harganya jadi murah sekali ya 😉
Ya, cukup murah kalau dibandingkan harga aslinya 🙂
Ngiler liat tumpukan buku yang siap menanti majikan baru. Di KL juga bakal diadakan tanggal 9 desember, sayangnya bertepatan dengan jadwal pulkam, huhuhu. Belum berjodoh nih….
Haiyaa..di Malaysia digelar sembilan kali per tahun. Tunggu sajalah di sana..
Sedari dulu jika berdebat waktu kuliah (karena saya jurusan Ilmu Perpustakaan), saya selalu bilang minat baca kita itu tinggi. Hanya saja fasilitasnya yang kurang memadai. Itu terbukti di sekolah-sekolah desa tidak ada perpustakaan yang menyediakan buku bacaan (selain LKS) 😀
Mungkin perlu acara tertentu untuk mengalirkan stok buku ke perpustakaan-perpustakaan itu. Coba kalau murid-muridnya bikin acara bazaar snack. Penonton boleh beli snack, tapi bayarnya bukan pakai uang, melainkan bayar pakai buku (boleh baru, boleh bekas). Niscaya deh banyak orang mau sumbangkan bukunya ke perpustakaan sekolah itu 🙂
Duuh coba ada deket dari rumah, bisa ikutan berburu buuku kalau begini ya.
Lha, Mbak Liswanti? Bazaar ini kan ada di Tangerang pada bulan Mei yang lalu?
Wow pake shuttle bus jg ya, kemarin ke sana parkir di KFC trus nyebrang.
Ohiya nih, sering banget aku liat di Gramedia. Orang trus baca buku, kek lagi di perpus gt. Sebenarnya itu diperbolehkan nggak ya? Scara kan bukunya jadi lecek setelahnya 🙁
Hmm..kalau aku jadi pengusaha Gramedia-nya ya, buku lecek itu pasti sudah jadi bagian dari risiko kalau kita mau mengedarkan sampel buku sebagai bagian dari strategi promosi. Karena sudah jadi bagian dari risiko, maka aku juga nggak merasa rugi. Karena itu cuma sampel, dan sampel itu membuat orang jadi gampang mengetahui isi buku itu, dan membuat mereka lebih tertarik untuk membeli. 😀
Kayaknya gak cukup sekali keliling di event ini, pasti ingin semua dijelajahi. Ih seru banget hunting buku2 yang diinginkan di sana 🙂
Bulan Mei lalu kan bazaar ini ada di Tangerang, Ceu Ani. Ceuceu ke sana nggak? 😀
Dari Malang – Surabaya demi BBW, nggak kapok hunting buku di sini :’)
Lima jam nggak berasa sama sekaliii…
Itung-itung olahraga sambil nyari buku.
Rekor saya enam jam juga nggak terasa kok.. 😀
Hebat Mbak Selvia ini mau jalan dari Malang ke sini hanya untuk ke BBW. Saya punya kawan yang tinggal di pinggiran Gresik aja males kalau diajak kemari, katanya terlalu jauh.. :-))
Wuidih mantap banget…. surga buat para pembaca buku. Harus tau jadwal pamerannya bia bisa nabung dr sekarang buat beli banyak buku 🙂
Kalau Mbak Yulia follow socmed saya, Mbak akan tahu jadwalnya karena tahun depan akan saya beritahukan di sana 😀
6 jam ngiderin? Ngeri! Tapi ya kmaren pas gramedia cuci gudang jg padat antriannya pas di jogja, jd males mau kesitunya
Mungkin kedengarannya mengerikan, tapi saya menikmatinya 😀
Dan saya berencana lagi ke sana besok malam 🙂
Pertama kalinya saya habis jutan belanja buku di BBW di ICE beberapa bulan lalu dan memang event ini bagus banget buat probing minat baca orng-orang.
Ya, saya baca tulisan Dani tentang Big Bad Wolf di ICE itu.
Panitia Jaya Retail bilang bahwa mereka akan membuat Big Bad Wolf book sale lagi tahun depan. Apakah Dani kapok ke sana? 😀