Harus Ya Ngabsen Nama-nama Sapi?

Ya sholat di Bandung, ya sholat di Surabaya, sholat Idul Adha selalu terasa sama aja buat saya.

Tiap tahun, saya sholat Id itu pergi ke mesjid sambil menjinjing tas mukena, selalu dengan harapan yang sama: Moga-moga ceramahnya nggak lama.

Pidato pemimpin sholat Idul Adha itu sama aja kayaknya dari tahun ke tahun. Saya curiga templatenya sama. Soal pengorbanan Nabi Ibrahim. Yang kemudian dikonversi menjadi penyembelihan binatang tiap kali bulan Dzulhijjah.

Saking hafalnya isi ceramah itu, saya nggak pernah lagi menyimak isi ceramah itu dengan seksama. Tiap kali bapak pemimpinnya berpidato, saya milih main Twitter atau Instagram aja. Ibu saya, (dulu saya masih tinggal dengannya, walhasil ya jadi sholat Id dengannya) awalnya mencela saya dan nyuruh saya menyimpan HP di tas tiap kali sholat Id. Tapi dulu saya rasa mencela itu karena ibu saya gaptek. Buktinya semenjak bisa SMS-an dan foto-fotoan pake kamera HP, ibu saya malah jadi ikutan main HP kalau lagi ceramahnya sholat Id.

Tapi ada lagi yang lebih menjengkelkan buat saya soal ceramah sholat Id ini. Yaitu: mendengar pengurus masjidnya mengabsen nama-nama sapi. Dan nama-nama kambing.

Rutin Aja yang Diomongin

Sebelum sholat Id dimulai, pengurus mesjid biasanya ambil corong mikrofon lalu ngumumin hasil kegiatan kurban. Bilang, tahun ini terima jumlah sapi berapa ekor. Terima jumlah kambing berapa ekor. Biasa itu.

Sebetulnya saya nggak pernah ambil pusing ada berapa ekor jumlah sapi dan kambing yang ada di halaman mesjid itu, yang siap dikurbankan. Lha bukan saya yang bakalan disuruh nyembelih. Bukan saya juga yang diem-diem jualan sapi dan kambing dan sibuk memprospek kira-kira tahun depan saya kudu siap nyetok berapa ekor. Menurut saya info kayak gitu lebih baik untuk kalangan internal pengurus mesjid aja, bukan buat diumumin di corong mikrofon, menurut saya lho ya. Kenapa saya kudu mengulang-ulang kata itu sampai dua kali?

Juga pengurus mesjidnya ngumumin, tahun ini mau dikasih ke berapa ratus orang miskin. Biasa juga itu.

Dan saya juga nggak ambil pusing dengan angka-angka itu. Saya bukan petugas dinas sosial yang bertugas mendata jumlah orang miskin. Soalnya data kayak gitu mesti aja nggak akurat. Ada yang miskin tapi nggak ketiban daging kurban karena pasti E-KTP-nya belom jadi. Ada yang nggak miskin tapi malah ketiban, alesannya karena dibagiin sama Pak RT.

Saya mungkin lebih tertarik kalau dibacain, bahwa data tahun ini menunjukkan jumlah yang terima kurban sudah menurun. Soalnya banyak yang dulunya miskin, terus sekarang jadi nggak miskin lagi. Atau jumlah orang yang terima kurban meningkat. Soalnya banyak yang dulunya tajir, terus sekarang jadi miskin. Data kayak gini lebih penting, bisa menggugah orang awam untuk berpikir.

Tapi yang bikin saya ogah dengerin pengumuman rutin ini, adalah ketika sampai pada pengumuman nama-nama orang yang berkurban. Saya mulai males ketika denger pengurus kurban berkata, “Dan nama-nama warga yang berkurban sapi adalah.. Satu, Bapak X… Dua, Bapak Y…”

Gambar sapi di atas diambil dari artikel tentang psikologi sapi

Holy God ya ampun astaghfirullah.

Dan mulailah saya overthinking kalau sudah mulai kegiatan absensi sapi ini. Dari sekian banyak nama-nama itu, nggak ada yang satu pun saya kenal. Mungkin karena saya nggak banyak bergaul sama orang-orang kaya. Atau orang-orang kaya yang saya kenal itu memang nggak pernah sholat. Lagian saya nggak butuh kenal sama pengorban sapi juga. Buat apa ya?

Tambah annoying lagi kalau sebut jabatan orang-orang yang berkorban. Bapak X, kepala kantor dinas anu. Bapak Y, direktur PT anu. Bayangan pikiran saya akan melayang ke gedung kantor bapak-bapak itu. Oh, pantesan mereka berkorban sapi, lha wong gedungnya bagus, mesti jabatannya mentereng. Mereka tajir karena punya jabatan. Coba kalau nggak punya jabatan, apa bisa berkorban sapi?

Lalu hati saya bilang, aslinya yang nggak punya jabatan itu juga ada kok yang berkorban sapi. Tapi nggak bilang-bilang. Dan kesehariannya mereka tetap menyamar sebagai office boy.

Kuping mungkin agak tegak kalau nama-nama kambing/sapinya ada yang saya kenal. Ah, Bapak X itu yang rumahnya di ujung jalan. Memang rumahnya bagus. Tapi rasanya saya pernah lihat dia keluar dari pager rumahnya. Badannya bongkok, matanya puffy eyes. Apakah orang itu sudah mulai sepuh sampai-sampai sakit ginjal? Barangkali dia berkorban sapi mumpung masih punya duit dan nyawa.

Tapi saya makin bosan dengerin daftar absensi nama-nama sapi itu. Ngapain sih kudu diumumin segala? Saya jadi penasaran, apakah ada yang terinspirasi mendengar nama-nama itu? Jangan-jangan, itu yang berkorban sapi nggak mau nama-namanya diumumin.

Makanya saya kalau mau sholat Id itu, selain bawa mukena, sajadah, dan koran bekas, saya selalu bawa earphone. Biar nggak usah dengerin daftar nama sapi.

Ibu saya dulu selalu bilang, “Dengarkan itu.. (kata-kata pengurus mesjidnya)”

Saya jawab, “I don’t wanna listen to a bunch of name list of riya’. Useless.

Wuih..sudah lama nggak nulis sarkas kayak gini. Lyfe!

25 comments

  1. Zam says:

    mungkin maksudnya untuk transparansi.. tapi ya kalo diumumin pas di solat eid ya buang-buang waktu.. biasanya di masjid ada daftarnya, bisa dibaca.. termasuk jumlahnya.. kalo di rumah biasanya nama si pengkurban dipanggil saat kurbannya akan disembelih..

  2. Nahh… saya juga sebenarnya gak setuju klo nama2 sapi dan kambingnya disebutin gitu.. cukup jumlah totalnya aja.. kebayang klo ada 100 org yang kurban lalu disebutin semuanya.. astagaaa.. Sholat Idnya mau kapan dimulainyaaa..

    Tapi mungkin niatnya bagus sih buat semacam laporan pertanggungjawaban gitu.. tapi teteup lah tidak usah disebutin namanya sih menurutku. Gak penting banget lahh..

    Tapi sebagai anak kecil (kata rangorangtua) gak sopan tau negur orangtua.. huft!

      1. Dhani says:

        Alhamdulillah di tempat saya ga diumumin sapi atau kambingnya siapa. Iya ya bu kayaknya untuk isi khutbah semacam ada templatenya. Seragam aja gitu bahkan mungkin kalo dikumpulin se-Indonesia kayaknya ga akan jauh berbeda hehe

      2. Hani says:

        Di kompleks kami diumumkan jumlahnya aja sebelum sholat Ied. Disembelih baru besoknya. Naaa…baru deh dipanggil para pequrban tsb. Soalnya aturan masjid sini hrs disaksikan oleh pequrban. Yg bikin geli, lengkaaap lho disebut smp sa’ gelarnya. Pequrban no 27, an bapak Prof.Dr.H xyz, ibu Hajjah abc…dst. Kedengeran smp rumahku yg jaraknya 400m dari masjid. Siiip kaaan…

        1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

          Mending dong kalau diumumkan jumlahnya aja.
          Tapi kalau pekurban harus menyaksikan, wah, mungkin budaya lokal sana memang masih mewajibkan pekurban datang menyaksikan sendiri ya. Keluargaku sendiri nggak pernah menyaksikan acara kurban-kurbanan, karena sudah percaya aja sama masjidnya. Seringnya malah pengurus masjidnya sembelihkan, lalu antarkan dagingnya ke rumah pekurban. Pekurbannya tinggal duduk manis aja di rumah :))

  3. Ratna Dewi says:

    Kalau aku sih masih biasa aja misal ada penyebutan nama-nama yang kurban, positive thinkingnya aku mungkin itu sebagai bentuk pertanggungjawaban pengurus masjid atas siapa-siapa saja yang kurban ke jamaah dan transparansi ala mereka. Cuma kalau sampai disebutin ke jabatan atau gelarnya sih nggak banget, haha. Untung mesjid dimana aku sering solat nggak kayak gitu.

  4. di masjid dekat rumah kita juga diumumkan namanya… well, aku sih dengarkan saja, positive thinking tanpa memikirkan riya atau tidak. Yang pasti, pemilik kambing atau sapinya tidak minta disebutkan namanya kaaaan hehehe.

  5. Diperumahan kami juga disebutkan dapat berapa sapi dan kambing yg didapat…cuma gak pernah disebut siapa aja yg qurban..malah ditawarin yang mau arisan qurban utk tahun depan silahkan hubungi panitia, arisan ini artinya menabung sama panitia..biar lebih terasa ringan pengeluarannya… Jadi semua orang bisa berqurban tiap tahunnya…

  6. Ceramahnya memang pasti berkisar pengorbanan karena itu momennya seperti perayaan lain juga disesuaikan dengan momennya. Saya tak pernah bosan karena sampai saat ini saya belum bisa memaknainya secara utuh apalagi mengaplikasikanya. Agar bisa berkorban apa pun itu hanya karena Allah, ikhlas semata…sulit itu. Jadi betul2 diingatkan. Kita sulit ikhlas walau pengorbanan kita sangat kecil banget dibanding harus berkorban nyawa tapi bisa seikhlas itu tanpa ada penolakan. Masya Allah…

    Tentang nama2 sapi itu memang menganggu terlebih saat kita ikut kurban, asyik banget nama kita disebutin, jadi ada perasaan nih gue kurban Tapi di sinilah ujiannya, bisa kah kita ikhlas saat nama kita disebut-sebut. Karena pada kenyataannya mau setuju atau tidak rutinitas transparasi ala2 mereka ya seperti itu. Tinggal kita menyikapinya aja dengan sabar…masih banyak orang yg hanya mengikuti kebiasaan alias rutinitas dari tahun ke tahun… atau mending dibilangin aja langsung sih kalau berani..xixixi

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Pingin dibilangin, tapi nggak tahu lewat mana jalur komunikasinya. Orang-orang ini emailnya tidak tercantum. Kalau mau sampaikan kritik itu lewat mana, belum ada alamatnya juga.

  7. Mugniar says:

    Wah ada gitu ya sampai menyebutkan jabatan yang berkurban segala? Belum pernah dengar saya … duh syukurlah belum pernah dengar …. semoga tidak deh.

  8. Evi says:

    Kalau menurut Mbak Vicky, waktu sebelum shalat dimulai, sebaiknya diisi dengan apa selain mengumumkan nama-nama sapi? Benaran jadi penasaran karena di tempat saya kurang lebih juga gitu kejadiannya 🙂

  9. Yelli says:

    Supaya lebih memotivasi yang lainnya untuk berkurban tahun depan. Bukankah, berlomba2 dalam hal kebaikan itu dibolehkan? Semoga nama sapi mba disebut tahun depan, Amin.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Saya kalau berkurban, nggak mau nama saya disebutkan. Takut jadi riya. Kalau mau kurbannya memotivasi orang lain, saya tidak kepingin jadi orang untuk memotivasi, karena kurban saya hanya karena niat kepada Tuhan, bukan untuk mengedukasi orang lain melakukan niat serupa. 🙂

  10. nirma says:

    Mungkin karena dia ga ngasih laporan khusus jadi nyebutin siapa2 aja yg nitipin kurbannya. Tapi harusnya ditempel aja gitu ya semacam pengumuman. Kalo dibacain ya orang juga cape nungguin namanya disebut.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Lha iya, nggak semua orang butuh pengumuman itu 🙂 Perlu dipikir apakah semua orang di acara sholat Id itu butuh mendengarkan daftar nama sapi itu atau tidak.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Memang kalau di Islam, kurban itu ada aturannya, Ded. Ada doa yang mesti diucapkan, ada aturan kepala hewannya dihadapkan ke mana, jadi ada semacam standar prosedurnya gitulah yang sudah ditetapkan di agama Islam. Karena standar prosedurnya itu kebetulan hanya kaum tertentu yang tahu (biasanya sih pengurus mesjid), makanya seringkali pemilihan dan penyaluran hewan kurban itu didelegasikan ke mesjid. Tapi ya dampak negatifnya, seringkali nama orang yang mendanai kurban itu bocor ke publik.

Tinggalkan komentar