
Siang itu kami mendaratkan mobil di sebuah jalan kecil di Malang, menyasar sebuah kedai susu coklat yang cukup beken di kota sejuk-tapi-panas-di-tengah-hari itu. Hok Lay sedang membuka pintunya lebar-lebar, dan saya menjumpai sekelompok ibu-ibu pakai hijab sedang menyeruput cwie mie di dalamnya. Saya dan suami mengambil tempat duduk terdekat dengan jendela – kebiasaan kami supaya gampang kalau mau motret makanan, dan pelayannya yang semula sedang mengupasi bawang putih di meja pojok, langsung menghampiri kami membawakan menu.
Pesanan kami, dua botol susu coklat Fosco (Rp 10k/botol) datang hampir berbarengan dengan dua porsi cwie mie (Rp 15-20k/mangkok) sekitar 10 menit kemudian. Kami melahapnya tanpa banyak cingcong, dan ajaib; kami kekenyangan. Aneh. Saya biasa pesan susu coklat di kafe-kafe kopitiam, dan susu seukuran gelas dinosaurus biasanya tidak cukup buat saya, tapi di Hok Lay ini saya kenyang dengan seporsi Fosco saja.

Padahal Fosco-nya cuma dihidangkan dalam botol bekas Coca Cola.
Budiman, pengelola Hok Lay saat ini yang sudah berusia 56 tahun, bercerita kepada saya bahwa keluarga Tio mengelola kedai itu semenjak tahun 1946. Tio Hoo Poo, mendirikan Hok Lay dan membuat Fosco menjadi hidangan khasnya, membuat semua orang di Malang langsung teringat Hok Lay setiap kali menyebut kata Fosco. Tio Hoo Poo punya empat orang anak, dan Budiman adalah sulung dari anak Hoo Poo yang pertama, almarhum Goentarum. Istri Goentarum, Maria E. Permata menjadi pemilik kedai itu sekarang.
Turis-turis yang datang ke Malang kadang-kadang bela-belain masuk ke jalan Ahmad Dahlan yang kecil itu hanya untuk menyicip Fosco di Hok Lay. Kenapa Fosco begitu identik dengan Hok Lay, padahal di kota-kota lain sudah banyak yang menjual fosco? Budiman menyahut bahwa mungkin itu karena Hok Lay selalu mengutamakan kesegaran susunya yang ia buat untuk Fosco. Sepertinya ketika banyak kafe berusaha memodifikasi fosco mereka dengan karamel selegit mungkin, keluarga Tio tetap bersikukuh dengan susu segar mereka untuk membuat fosco mereka menjadi minuman khas Malang yang dirindukan banyak orang.
Orang-orang Malang yang saya tanyai mengenai Hok Lay, nyaris punya jawaban yang seragam. Berpuluh tahun jadi icon, kedai itu tidak banyak berubah. Interiornya masih kuno, serasa berada di jaman pemerintahan Bung Karno. Fasad bangunannya masih lama, tidak tergerus modernitas sementara tetangga-tetangganya berupaya keras memperbaharui bangunan mereka. Budiman masih saja menutup kedai itu pada jam 13.30 dan baru buka lagi pada jam 17.00, alasannya adalah karena tetangga-tetangganya di Malang pun menutup restoran-restoran mereka pada jam serupa.

Budiman punya seorang putra dan dua orang putri, tapi belum tahu siapa di antara mereka yang akan meneruskan usaha keluarga itu. Ia belum berminat untuk membuka cabang Hok Lay di tempat lain, karena ia ingin menjaga kualitas hidangan Hok Lay semaksimal mungkin. Keluarganya nampak masih menikmati kedai itu yang hanya mengandalkan Fosco, cwie mie, dan nasi pancawarna yang membuat orang datang ke sana. Tanpa terdistraksi oleh dinamika trend kuliner kekinian yang cepat sekali berubah. Bisa jadi Budiman akan menjadi generasi terakhir yang mengelola singgasana susu coklat itu, sementara banyak investor sudah mulai melirik untuk memperluas penjualan Fosco mereka ke kota-kota lain.
Ketika saya melangkahkan kaki keluar, beberapa pengunjung berjilbab lainnya masuk ke kedai itu. Taruhan, mereka juga mau makan cwie mie.


Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
Udah 3x ke Hok Lay…makan Lunpia Semarang…Cwie Mie…pake Fosco juga…Endeezzzzz….lunpianya panas panas dan tidak berminyak…Harga terjangkau dengan rasa yg wokeeeehhh….Jadi kangen ke Malang lagi…mampir Hok Lay lagi…..Monggoooooo
Hahaha..saya juga pengen..
Tapi sering susah dapet parkir di sana..
rasa susu coklatnya pasti klasik banget
Original, nggak ditambahi apa-apa.
Semoga ada penerus warungnya Pak Budiman dan mengembalikan Lunpia Semarang ke titahnya
Iya, aku harap juga begitu, Ky..
Enak gak fosco-nya? Aku juga pingin sih kesitu kalo pas ke Malang – next target.
Ya kalo udah jauh2 ke kedai Hok Lay, pastinya makan cwi mie jugalah ya, masak cuma minum sebotol fosco trus pulang hehehe
Fosco-nya enak, Paul. Seger persis susu yang diceritain Pak Budiman.
Sebetulnya memang semula niatku cuman mau nenggak Fosco thok tanpa makan. Tapi ternyata aku tiba di sana pas jam makan siang, jadi ya sekalian aja ngembat cwie mie.
sering kejadian kayak gitu… Restoran berhenti beroperasi karena tidak ada yang mau melanjutkan. Dan kalaupun dipaksa utk dilanjutkan, rasanya udah beda banget
Semoga ada pengusaha yang mau mengembangkan Hok Lay, baik dari keluarga Tio sendiri maupun dari investor yang peduli.