Kita sendiri mungkin sering lihat bagaimana cara para toko jual buku karangan penulis favorit ketika bukunya baru dirilis. Ditaruh di rak di tengah-tengah toko, kadang-kadang disediain stand sendiri yang dihias-hias segala. Pokoknya produk buku itu diperlakukan bak raja. Bikin pembeli yang membeli bukunya ikutan bangga. Lalu memamerkannya di segala social media. (Coz sampek saat ini saya belom pernah ketemu orang yang ngundang saya ke rumahnya selain untuk ngajak saya makan siang masakan bikinannya. Apalagi yang bilang gini, “Ayo main ke rumahku, Vic. Aku baru beli buku baru bikinannya Clara Ng, lhoo!”
Lalu tiba-tiba beberapa bulan kemudian, pas kita main ke toko itu lagi, buku itu udah mendarat di rak bagian sale. Harganya udah jatuh kira-kira sampek 30%. Kita yang ngeliatnya merasa mual. Apakah karena kepopuleran buku itu sudah turun juga sampek 30%? Terus, apakah kebanggaan kita untuk memiliki buku itu juga terjun sampek 30%?
Kolega saya sampek bilang, males buru-buru beli buku di Gramedia. Dos-q sekarang cuman sudi beli buku yang dikarang oleh penulis favoritnya aja.
Kalau saya sih, lebih curang lagi. Dari dulu saya cuman make Gramedia sebagai barometer rilisnya buku-buku baru. Tapi urusan belanja buku, saya lebih seneng beli buku di Togamas atau sekalian aja nunggu Gramedia ulang tahun.
Bagian alhamdulillahnya adalah karena saya bukan kutu buku. Saya bukan penggemar fanatik buku. Saya penggemar Meg Cabot dan Clara Ng, tapi hanya mau beli buku mereka kalau preview bukunya bikin saya ketawa. Malah lebih sering saya beli buku cuman gegara faktor preview di cover belakangnya. Buat saya urusan judge-the-book-from-the-cover sangat menentukan.
Sebenernya penggemar buku akan seneng banget kalau harga buku itu dipertahankan untuk kurun waktu yang pas. Lebih bangga lagi kalau dapet bukunya juga ditandatangani asli oleh pengarangnya. Makanya roadshow penulis sangat dinanti-nanti. (Cuman sampek sekarang saya jarang denger Clara Ng bikin roadshow ke Surabaya. Apalagi Meg Cabot meet and greet di Surabaya, wah..nggak pernaah!)
Beberapa tips untuk naikin penjualan buku buat para penerbit:
1. Bikin kuis yang memaksa pesertanya membaca buku tersebut.
2. Bisa aja sih bukunya didiskon, tapi cetak ulang dengan harga yang baru dan cover baru yang jauh lebih keren.
3. Bikin program loyalti, misalnya beli buku 10 biji terbitan penerbit tersebut dan gratis 1 buku.
4. Suruh pembeli bikin review buku, dan taruh di internet. Review yang mengarah pada penjualan baru dihargain voucher untuk buku lagi.
Para penerbit sebaiknya hati-hati. Karena banyak penulis sekarang sudah mulai cari alternatif dengan menerbitkan bukunya sendiri, seperti yang saya tulis di sini. Lama-lama omzet penerbit bisa turun dong?

Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
Kalo gw kasusnya gini, vic :
Gw punya OS langganan yg bisa kasi diskon 25% kalo pre order buku baru. Ini jelas lebih murah drpd online shop lain yg cm berani kasi diskon 15%, paling banter 20%. Apalagi beli langsung di toko, walah gak diskon.
Dan karena itu, dulu gw tergiur mulu sama pre order.
Bayangkan betapa betenya ketika dlm wkt 2-3 blm buku yg gw pre order dgn diskon 25% itu lalu diobral gramedia seharga 10-20 rb.
Haisshh……
Kalo obralnya diskon 30% sih masih mending. Lah kalo banting harga kayak gini kan nyebelin.
Apalagi harga buku skr menggila
Standarnya 75-100 rb. Yg masih bisa harga 50rb ya buku yg tipis2.
Kelihatannya menjadi seorang "investor" buku itu tidak gampang sekarang. Ia harus bisa menentukan apakah buku yang diincarnya itu memang layak ia beli. Dan kapan sebaiknya ia miliki (harus sekarang, atau bisa kapan-kapan). Keputusannya itu akan mempengaruhi harga yang harus dikeluarkannya untuk membeli buku. Dan kepuasannya untuk memiliki buku tersebut dapat berkurang bila ia mendapati nilai buku itu jatuh dalam periode yang relatif singkat.
Kok hidup lu berat amat ya, Dew.
Gramed sebagai produsen/penjual sudah mempunyai rencana profit dari jumlah stock yang direncanakan. Akhir2 ini mereka menggunakan metode sharing profit moment. Di saat "Hot" yaitu awal rilis, profit dikatrol ke level optimal (harga mahal) dengan memanfaatkan psikologis para pemuja gengsi, karena gol ini bangga sebagai pembeli "pertama". Di moment selanjutnya profit diturunkan, karena sudah ada "subsidi" profit dari moment sebelumnya. Sasarannya konsumen secara umum, yg menempatkan harga sebagai pertimbangan utama.
Apakah ini efektif? Akan terlihat di tahap evaluasi. Kalau tepat sasaran akan dilanjutkan jika tidak pasti berubah. Bisa jadi seperti yg Vicky usulkan di atas.
Klo aku sendiri termasuk pembeli yg berpedoman, buku dan isinya gak pernah basi. Kalau isinya sudah g Up2date? Anggap saja sebagai buku sejarah 🙂
Makasih Mas Tri yang udah kasih sudut pandang dari produsen buku. Ini taktik dagang yang cukup bisa dimengerti, tapi akan membuat sakit hati konsumen pembeli "pertama". Tinggal masalah konsumennya, apakah mau menempatkan diri sebagai konsumen pembeli "pertama" atau mau jadi konsumen umum. Sepertinya psikologis konsumen yang akan menjadi penentu keputusan.
Ide tentang menganggap buku yang out of date sebagai buku sejarah itu mengusik aku. Pasalnya banyak buku yang cuman kubaca satu kali dan tidak pernah aku baca ulang karena aku anggap nggak relevan lagi sebagai referensi. Tapi menganggapnya sebagai buku sejarah membuatku ikhlas untuk membuang uang demi membeli buku yang terancam out of date 🙂
ya emang tergantung laku atau enggak sih wong sekali kontrak cetaknya ratusan atau ribuan, dan aku juga yang termasuk judge the book by it's cover, kalau gambarnya bagus, kadang gak liat review aku beli (kalau lagi merasa kebanyakan duit #eh) :p
hmm…wah, para pembeli bakal dimanjakan dong dengan turunnya harga buku
Coba Iwan baca lagi isi posting di atas supaya ngerti maknanya.. 🙂
Kok aku malah jarang banget lihat ada diskon di Gr*med ya?
Itu makanya aku maleeeesss banget belanja di sana… emang lebih enak beli di Tog*mas. Pasti dapat diskon hehehe.
Kalau aku sih bukan pemburu buku baru… karena aku bisa bersabar sampai harga buku benar2 jatuh 😀 *perhitungan banget ya?*
Mbak ini memang bukan pecinta buku 🙂
yang harganya terus melesat naik kayaknya cuma komik :p