Selama sebulan terakhir saya fokus merawat beberapa artikel di blog saya, sehingga beberapa hari terakhir usaha perawatan itu mulai kelihatan dampaknya.
Minggu ini, salah satu artikel saya tentang sushi mulai menunjukkan lebih banyak klik di Google Search Console, kalau dibandingkan seminggu sebelumnya. Setelah saya lihat, ternyata beberapa queries yang mengarah pada artikel ini ternyata mengalami klik. Jadi dulu-dulunya cuman dapet impresi doang, tapi nggak diklik. Tapi kini, selain dapet impresi, ya diklik.
Saya sendiri gembira dengan hasil ini, soalnya sudah lama saya gundah dengan artikel ini. Banyak sekali queries dari artikel satu ini yang mendapatkan ranking atas di Google, macem ranking 1, 2, 3, tapi kok CTR-nya nol. Saya pikir ngapain dapet posisi atas kalo nggak ada yang ngeklik?
Setelah saya coba iseng googling sendiri queries tersebut dengan Google Incognito, ternyata saya mendapatkan bahwa queries itu memang dapet ranking 1-2-3, tapi..dapet ranking-nya di images. Lha, menurut saya berat banget kalo kudu bersaing di Google Images, karena ini berarti harus kuat-kuatan bagus-bagusan foto. Artinya saya kudu menampilkan foto sushi yang paling cantik di antara jutaan foto sushi di search engine, dan saya males banget melakukannya.
Mendapatkan sushi yang cantik itu susah lho, karena belum tentu sushi yang kita dapatkan itu masih dalam keadaan rapi, tobikonya masih tertata rapi, mayonaisenya belum celemotan, iketan norinya belum geser, intinya.. plating-nya belum ancur deh. Makanya saya pikir, ketimbang saya perang di Google Images, mending saya bertempur di Google Web.
Semula, saya mencoba masukin queries yang sekiranya belum termuat di artikel aja. Misalnya, kalo di daftar queries di GSC itu ada frase cara menikmati wasabi, terus ternyata saya belum nulis tentang wasabi, ya saya masukin aja ke dalem body artikel.
Saya juga coba masukin queries ke dalem meta image. Belakangan saya baru ngeh bahwa banyak images di artikel sushi saya itu belum ada info meta-nya, kayak belum diberi alt image, belum dikasih metadescription di halaman image-nya, gitu deh. Setelah saya inget-inget, memang tuh artikel dulu dibikin dalam keadaan terburu-buru, kudu segera kejar tayang, karena pada pekan itu saya harus menggarap sesuatu yang lain. Karena saya ada prioritas lain, maka kegiatan masukin alt image dan info meta lalala-lilili itu jadi prioritas belakangan yang akhirnya nggak tergarap.
Setelah saya mulai menggarap queries di body dan meta-nya images ini, ternyata di Google Analytics mulai kelihatan hasilnya. Trend unique pageviews yang mula-mula kayak jalan makadam gronjalan, lama-lama mulai membukit. Memang bukitnya nggak terlalu curam naiknya, tapi kelihatan membukit. Yaa membukitnya mungkin kayak nyetir dari Jalan Pasir Kaliki ke Jalan Sukajadi di Bandung deh. Kan ruas jalan di sana itu nggak datar, semakin lama nginjek pedal gas kudu semakin dalem karena jalanan cenderung membukit.
Tapi yang jelas kelihatan buktinya adalah ketika saya mulai merombak setiap metadescription dari masing-masing images. Ini bikin saya pegel-pegel sendiri, karena rasanya ada 6-7 buah images di situ, yang masih separuh kosongan alias cuman berupa nama files dan alt images doang. Tau nggak yang saya kerjain?
Masing-masing images itu, saya isiin metadescription-nya di plugin SEO pakai queries dari GSC yang belum terpenuhi. Lalu, tiap images-nya sendiri itu kan body artikelnya masih kosongan. Jadi saya isiin body artikelnya pakai queries lagi. Mengarang indah lagi. Itu pun sebelum mengarangnya, saya tengok dulu artikel-artikel kompetitor yang menembak query itu sebagai keyword utama. Saya pelongin metadescription-nya kompetitor, apa kelebihan mereka yang bisa saya tiru dan apa kekurangan mereka yang bisa saya cover.
Hasilnya beneran drastis. Trend unique pageviews yang semula kayak jalanan dari Jalan Pasir Kaliki ke Jalan Sukajadi, berubah menjadi dari gurun pasir Bromo menuju Puncak Gunung Batok!
Kalo dulu-dulu nih artikel cuma bisa menang klik organik sebanyak 29 biji, setelah di-treatment ternyata bisa dapet klik organik sampai 40 biji. Dikit? Oh menurut saya ya itu peningkatan banyak. Soalnya kemaren artikelnya rerata di ranking 14-17, alias di Halaman Dua, alias di kuburan perut bumi. Tapi sekarang rerata artikelnya di ranking 9-10, masih di kuburan tapi ya kuburan permukaan. Dengan queries-nya rerata ranking 9-10 gini, bisa diklik 40 kali per minggu gini, ya alhamdulillah banget, hahaha….
Sampai di sini saya merasa lega mendapatkan kenyataan bahwa metode yang saya perjuangin selama berminggu-minggu terakhir ini ternyata mulai menunjukkan hasil engagement organik dengan efisien. Sebetulnya ada PR query lagi yang belum saya cover, tapi sepertinya untuk memenuhi query ini saya kudu bikin sebuah konten, yang mana untuk bikin ini saya kudu beli suatu jenis sushi yang nggak saya sukai. Ini agak-agak tricky buat saya, karena menurut saya sih jenis sushi yang satu ini bukan sushi autentik Jepang, jadi agak-agak nggak valuable gitu lho ngebahasnya. Tapi ya gimana ya, kalo GSC nunjukin permintaan yang tinggi buat query atas jenis sushi yang satu ini, berarti memang orang Indonesia sukanya sama sushi yang model palsu beginian, hahahaa…

Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
Aku suka bingung. Semisal cek queri di GSC itu apakah kita menang perlu buat artikel baru lagi atau bisa nyelip-nyelipin aja di artikel lama. Well. Banyak pertimbangan. Jadi bikin nggak gerak-gerak. Anyway, thank you insight nya. Aku jadi bisa memikirkan jalan yang ingin kucoba untuk blogku.
Tiap blogger punya pertimbangan sendiri-sendiri ya, jadi mungkin pertimbanganku dengan pertimbangan Yuni itu berbeda.
Pada dasarnya, nggak semua queries itu cocok untuk diselipin ke dalem suatu artikel, karena ada perbedaan konteks antara beberapa queries dengan konteks artikelnya. Dan perbedaan konteks ini terjadi karena “gap” antara tingkat pengetahuan pengunjung dengan pengetahuan bloggernya.
Kalau konteks query-nya udah beda gini, maka query nggak perlu dimasukin ke artikel, dan membuat artikel baru tentu adalah tindakan yang lebih bijaksana. Tapi kalau konteks query-nya masih sama dengan konteks artikelnya, maka tinggal dimasukin aja ke dalem artikelnya.
Kalau saya sedang membersihkan 3xx yang ternyata ribuan, tepatnya 2.130. Syukurlah sekarang sudah di angka 676 dan last June sudah harus 0
Semangat Mbak, saya pun sambil edit 3xx edit juga artikel dan parameter lain dengan tools SEOnya
Terus gimana, Rahmah, bersih-bersih status 3xx sudah kasih hasil apa, Mah?