Mengubah Cafe Jadi Coworking Space

Merombak cafe menjadi coworking space belakangan jadi opsi menarik buat naikin pendapatan cafe.

Di sekitar rumah saya, banyak banget cafe berdiri. Mereka jualan kopi, kadang-kadang ada tehnya, dan beberapa jenis roti buat nemenin pengunjung. Tapi banyak juga yang berangsur-angsur bangkrut karena nggak tahan sepi pengunjung. Maklum, persaingan cafenya ketat euy.

Sebagian pemilik cafe membelokkan cafenya menjadi coworking space. Alesannya, lebih gampang nyewain meja daripada ngejual kopi. Seorang pengunjung bisa berjam-jam nongkrong di coworking space dan ngabisin bercangkir-cangkir kopi, tapi jarang banget ada pengunjung yang mau nongkrong di cafe sambil refill kopi, padahal dia di sana sepanjang sore.

Kenapa Orang Senang Pergi ke Coworking Space?

Alesan nomer satunya: nyari wifi. Nggak semua orang punya wifi yang stabil di rumah, sehingga mereka milih pergi ke coworking space yang wifinya nggak byarpet kayak listrik di desa.

Coworking space juga lebih disukai ketimbang cafe karena suasananya lebih kondusif buat kerja. Orang-orang yang dateng coworking space itu tipe manusia yang kepingin duduk tenang bersama laptop mereka, jadi mereka nggak cocok sama cafe yang cenderung bising.

Beberapa orang bahkan suka ke coworking space karena mereka mau nyewa ruang privat. Di ruang itu, mereka bisa diskusi dengan rekannya tanpa diganggu. Sedangkan cafe belum tentu punya ruang privat. Kalo pun punya ya ada minimum pembayarannya dulu, rese ih..

Mengapa Pemilik Cafe Suka Jadi Coworking Space?

Alesannya, modalnya ya cuman Wifi, meja, dan colokan listrik yang banyak.

Pengunjungnya nggak minta kopi yang pake latte-lattean art, yang penting ada Wifi kencang, maka pengunjungnya siap bolak-balik dateng. Jadi ya nggak perlu pusing ngegaji barista keluaran lomba, yang penting ngegaji waiter yang siap nyambungin kabel olor aja.

Lho tapi kan pendapatannya dikit? Ah siapa bilang? Pengunjung coworking space itu komponen belanjanya banyak. Mereka sewa meja, itu udah pasti. Kalo nyewa meja berjam-jam, lama-lama minta minum. Terus laper, minta makan.

See? Dari seorang pengunjung aja, pemilik coworking space udah bisa narik sewa meja, jualan kopi, sama jualan snack. Di cafe mana ada persewaan meja?

Belum lagi kalo yang disewa bukanlah meja, melainkan ruangan privat. Tipe penyewa ruang privat adalah konsumen yang bawa teman, dan mau pakai ruangannya berjam-jam. Mustahil kalo mereka berlama-lama di dalam ruangan dan nggak minta pesen makan.

Teori Gampang, Tapi Prakteknya Susah

Biarpun gitu, saya belum punya banyak pilihan coworking space di tempat tinggal saya di Surabaya.

Coworking space yang terdekat dari rumah saya, jaraknya masih 5 km-an. Jauh itu sih. Tapi kalo cafe sih bejibun.

Banyak pebisnis kuliner yang saya kenal masih belom berani ngeganti cafenya menjadi coworking space. Soalnya tren digital nomad di Surabaya masih so-so; mereka yang cuma cari wifi masih lebih demen kerja di rumah pake modem. Provider wifi rumahan di Surabaya masih lumayan oke jaringannya, meskipun kadang-kadang kestabilannya layak dipisuhi.

Coworking space di sini baru keliatan profitnya kalo konsumennya mau nyewa ruang privat, bukan nyewa meja doang. Artinya, konsumen terbaiknya ialah pemilik CV atau PT, bukan freeelancers doang. Ini balik lagi ke langkanya iklim wiraswasta.

Belom lagi kalo udah berurusan dengan masyarakat lokal yang masih jadi kaum mendang-mending. Banyak konsumen masih lebih suka nongkrong di teras cafe sambil pesen es kopi. Memang risikonya kena asap klepas-klepus rokok pengunjung lain, tapi mereka masih toleran. Yang penting, wifi harus oye.

Tapi menurut saya sih, ini cuman masalah waktu doang. Banyak coworking space yang berhasil bertahan karena memang wifinya stabil, staf waiter-nya ramah, dan colokan listriknya memang banyak. Review tempat di Google My Business ternyata juga lumayan bantu bikin mereka bisa dapet pelanggan baru. Intinya mah ya pinter-pinter promosi aja.

Kamu gimana? Gampang nemu coworking space yang nyaman buat kerja, atau masih lebih gampang nemu cafe?

15 comments

  1. Raja Lubis says:

    Sepakat, saya juga nyari wifi kenceng nan stabil, dan tentunya banyak colokan. Kalau dulu pas freelance content writer disewain tempat co-working space 1 ruangan (sekitar 4-6 orang) di salah satu cafe di kawasan Buah Batu. Nah cafenya untuk pengunjung umum di bagian depan. Ruangan yang disewain di belakang jadi nggak keganggu orang lewat.

    Kalau skrg depan rumah banget, ada coffee shop yang terpantau sepi, tapi buka terus. Ternyata lantai 2 nya disewain khusus yang pekerja, tarifnya 20 – 30 ribu per jam, termasuk 1 minuman. Nyoba sekali, walau masih tetep deketan sama orang, karena tujuannya sama, ya nggak bising juga.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Wah, Raja, kalau sampai coffee shopnya itu sewain meja bonus minuman seharga Rp 20.000, itu mah pada dasarnya dia udah kepingin jadi coworking space, tapi masih coba-coba pasar.

      Kalau saya jadi pemiliknya, begitu lantai 2 itu rame, udah aja sewain tiket masuk jam-jaman, tapi minum gratisnya hanya air putih.

  2. Avizena says:

    Saya belum pernah nyoba kerja di co-working space, Kak. Beneran bisa dapat privasi ya? Enggak bising?

    Kalau dibandingin ama ngetik di kafe kayaknya mending di co-working space. Biaya juga masih terjangkau.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Coworking space itu pada dasarnya punya 2 macam servis:

      1) meja coworking, ini seperti aula berisi ruang belajar bersama di mana tiap orang punya meja sendiri-sendiri. Masih bisa dengar obrolan orang lain. Tapi kelakuan khas pengunjung coworking space adalah mereka itu berdiskusi dengan suara tenang, jadi tidak bising.

      2) kamar meeting, berupa meeting room kecil yang bisa disewa jam-jaman. Karena kita bisa nyewa satu kamar meeting sendirian, ya tidak bising dan privasinya jelas dapat.

  3. Berhubung aku kaum urban, jadi punya perbandingan nyata nih..
    di daerah sekitar tentu saja adanya hanya “sekedar” cafe, karena pertimbangannya anak-anak seputar situ belum perlu (belum punya?) kebutuhan kerja atau ngerjain tugas di luar rumah mereka. Adanya kebutuhan makan, minum, sekedar nongkrong sebentar.

    Nah pindah jarak sedikit, seputar Gading Serpong dan Karawaci – adalah dua dunia super sibuk. Tentu saja banyak pekerja kantoran, yang kemungkinan besar tinggal di apartemen sehingga lebih nyaman kerja di co working space – apalagi kalo sedang ada forum mini discussion. Jadi tentu saja di sekitar dua tempat ini ada beberapa kafe yang kemudian disulap menjadi co working space.

    Aku sendiri pernah merasakan meeting setengah hari di co working space No 27 (Paramount Gading Serpong) dan nyaman sekali – selain colokan di mana-mana, minuman juga free flow refill (teh dingin dan kopi panas!) dengan harga terjangkau.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Wah, seru banget ceritanya. Bener juga ya, tiap daerah punya nuansa beda-beda. Seneng denger orang-orang banyak ngubah coworking space jadi kafe.

      Aku suka banget sama konsepnya, apalagi kalau ada minuman free flow kayak di tempat yang Mbak Tanti ceritain. Minuman free flow gini bikin konsumen betah berlama-lama dan tagihan jam-jaman mereka juga bertambah.

      Kapan-kapan kalo aku lagi di sekitaran Gading Serpong, kita ketemuan ya, Mbak Tanti, di Paramount yang Mbak ceritain itu. Seru tuh buat ngobrol sambil cerita-cerita soal proyek-proyek kita. 🙂

  4. Brillie says:

    Coworking space yang deket banget dengan rumahku sih nggak ada. Karena rumah tidak dekat dengan area perkantoran atau kampus. Jadi kalau mau ke cafe atau coworking space harus effort banget. Nyampe sana niatnya mau kerja malah nggak jadi. Jadi menurutku, ya lebih nyaman kerja dengan akses internet di rumah sih daripada coworking space. Kalau capek lelah melihat layar, ditinggal tidur siang.

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Semoga suatu hari nanti ada yang mau buka coworking space di dekat rumah Brillie dengan gaya layanan yang asyik, biar bisa jadi tempat seru buat pengusaha macam Brillie dan tetangga-tetangga Brillie yang suka kerja dari rumah.

  5. Ria Rochma says:

    Di tempatku, ada co-working yg nyaman, tp sepi. Karena masuk area mall. Orang jadi terganggu liat wira-wirinya orang lain yg ngemall. Konsepnya masih terbuka, kaca semua. Aku pernah nyoba, berakhir kukutin barang2 ngga ada sejam

  6. Dian says:

    Emang banyak juga tren cafe jadi co-working space ya mbak
    Makin banyak pekerjaan remote, sehingga co-working space juga makin dibutuhkan
    Kalau aku, sejauh ini lebih sering kerja di cafe
    Sebab co-working space yg dekat rumahku nggak ada

  7. Andina says:

    Aku sendiri belum pernah coba kerja di co-working space. Tp karena saya kerja dr rumah, boleh sih jd pilihan kalau suntuk di rumah. Belum tahu juga di kota saya ada apa ngga ya co-working space nyaman. Juga biayanya berapa ya? Kepo juga

Tinggalkan komentar