Semenjak saya menulis beberapa bulan lalu bahwa saya mengerjakan investasi reksadana, praktis Whatsapp saya sering dibanjiri pesan dari teman-teman, terutama berisi pertanyaan tentang keuntungan reksadana. Nampaknya publik sepantaran saya sekarang sudah mengerti bahwa perencanaan keuangan itu penting. Dan mengerti itu juga termasuk paham bahwa investasi itu adalah gaya hidup, dan krusial banget buat bikin impian masa depan jadi kenyataan.
Bicara tentang instrumen perencanaan keuangan, sekarang reksadana itu menjadi instrumen yang banyak banget penggemarnya. Tapi, masih banyak kawan yang belum paham tentang gimana caranya buat punya investasi reksadana, dan gimana mengelolanya. Macam-macam deh pertanyaan yang sering saya dengar, misalnya:
1. Di mana bank untuk beli reksadana? -> yang membuat saya paham bahwa sepertinya orang masih menyangka bahwa reksadana itu dibikin oleh bank, mirip deposito
2. Uang saya pas-pasan, berapa modal yang harus saya kumpulkan untuk beli reksadana? -> ini mengingatkan saya pada jaman 5-10 tahun lalu, ketika deposit untuk beli reksadana minimal harus Rp 50 juta. Nggak heran kan kalau orang yang punya investasi reksadana selalu disangka orang kaya?
3. Jenis reksadana jenis apa yang cocok untuk mahasiswa / ibu rumah tangga seperti saya? -> ya ampun, situ mau beli reksadana atau mau beli laptop? Apa hubungan reksadana dengan profesi?
4. Gimana kalau investasi reksadana milik saya malah rugi tanpa saya ketahui, padahal saya tinggal diam-diam aja simpan uangnya di bank? -> sepertinya dia sangka membeli reksadana itu sama seperti membeli saham. Bisa mirip, bisa enggak.
5. Reksadana apa yang cocok kalau saya ingin mengambilnya untuk keperluan mendadak, misalnya kalau ada musibah kecelakaan? -> aduuh..ini sih jangan pakai reksadana dong ah..
dan pertanyaan lain sebagainya. Memang wajar kalau pertanyaan-pertanyaan lugu begini masih sering keluar, karena memang pengetahuan kebanyakan orang tentang perencanaan keuangan, apalagi tentang investasi reksadana, masih sedangkal pesisir pantai Ancol. Ingat kan, kita selalu diajari dari kecil untuk menabung, mengirit, tapi jarang diajarkan kalau tabungan itu nanti sudah banyak, bagaimana memanfaatkannya. Padahal hasil kerja kita yang berupa slip gaji atau transferan proyek itu bisa digunakan untuk rencana kita dalam jangka panjang, misalnya menyekolahkan anak, mengumrohkan pembantu, atau sekedar backpacking ke Korea (kayaknya sudah berkali-kali saya menulis impian saya ini ya, mudah-mudahan Anda belum bosan :-D).
Baca Selengkapnya