Pasar modal syariah mulai semakin populer semenjak topik keuangan syariah menjadi trending dalam beberapa tahun terakhir. Selain sifat saham syariahnya sendiri yang amanah dengan bebas riba, belajar saham syariah juga cukup mudah karena praktek berbisnis sahamnya sendiri di pasar modal tidak berbeda dari berbisnis saham non-syariah. Kali ini saya ingin membagi pengalaman saya berbisnis salah satu saham syariah dalam rangka investasi.
Keunggulan Saham Syariah
Sudah banyak trader yang menulis tentang keunggulan saham syariah di blog mereka. Saya sendiri pernah menulis di sini tentang kenapa saya memilih investasi pada instrumen pasar modal yang berupa saham syariah, tapi biarlah saya menulisnya lagi di artikel ini supaya kawan-kawan pembaca bisa ikut belajar saham syariah.
Memiliki saham berarti kita menanamkan sebagian modal untuk menjalankan satu perusahaan, dan kita mengharapkan hasil dari modal yang ditanamkan tersebut. Dalam prakteknya, manajemen perusahaan akan melakukan berbagai upaya supaya perusahaan tersebut memperoleh hasilnya, sebut saja misalnya menjual produk-produk yang diminati konsumen, menanamkan uang dari para investor pada bank, dan lain sebagainya.
Tetapi dalam prinsip syariah yang dianjurkan dalam agama Islam, ada praktek-praktek perdagangan yang tidak dihalalkan dan bahkan diharamkan. Contoh: berdagang menjual rokok dan minuman keras. Menanamkan uang pada bank yang diharapkan memberikan pendapatan berupa bunga juga tidak dihalalkan, karena bunga dari bank pun bersifat riba.
Jika suatu perusahaan menjalankan usahanya tanpa melakukan hal-hal non-halal itu, maka perusahaan itu sudah bisa disebut perusahaan syariah. Jika perusahaan ini dimodali dalam bentuk saham yang dijual di pasar modal sehingga bisa dibeli oleh publik, mana sahamnya disebut saham syariah.
Jadi, karena saya adalah pelaku pasar modal, di mana tugas saya adalah berbisnis instrumen pasar modal berupa saham, maka saya lebih memilih saham syariah daripada saham non-syariah. Karena saya ingin uang saya hanya dipakai untuk menjalankan usaha-usaha yang halal.
Di Indonesia, lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan aturan bahwa jika perusahaan yang syariah ingin memperoleh pendapatan berbasis bunga, mana pendapatan berbasis bunga tersebut tidak boleh melebihi 10% dari pendapatan total. Selain itu, bila perusahaan ini punya utang berbasis bunga, maka utang perusahaan tidak boleh melebihi 45% dari aset total. Bila aturan ini dilanggar, maka saham perusahaan ini tidak boleh disebut sebagai saham syariah.
Bagaimana Menentukan Saham Syariah
Di Indonesia, ada sekitar 1.000-an perusahaan bersifat syariah yang menerbitkan saham, dan nama-nama perusahaan tersebut bisa diperoleh oleh kita-kita yang investor pasar modal ini melalui Indeks Saham Syariah Indonesia, dan daftar saham syariah ini disebut Daftar Efek Syariah (DES). Daftar ini dinamis, OJK memperbaharuinya setiap enam bulan, dan saya selalu mengeceknya setiap kali daftar ini baru diperbaharui, yakni bulan Juni dan bulan Desember.
Ada beberapa hal yang saya cek, antara lain:
1. Dari portofolio saham yang sudah saya beli, apakah saham-saham milik saya masih berada dalam DES? Kalau saham tersebut sudah di-drop out oleh OJK dari DES saya akan jual saham tersebut.
2. Jika di dalam DES itu terdapat nama-nama baru, apakah saham-saham perusahaan tersebut lebih bagus daripada saham-saham yang sudah saya miliki? Kalau betul, maka saya akan jual saham saya dan saya ganti dengan saham yang lebih bagus.
Bagaimana Cara Investasi Saham
Prinsip ini tidak cuma berlaku jika kita ingin berbisnis saham syariah, tetapi juga berlaku dalam berbisnis saham non-syariah sekali pun. Jika ingin belajar berinvestasi, saya selalu mulai dengan pertanyaan: “Apa tujuan saya ingin berinvestasi pada saham?” Karena tujuan ini yang akan menentukan cara investasi, dan menghindarkan saya dari kerugian (betul, investasi itu bisa merugi).
Ada dua tujuan investasi saham, dan prakteknya sangat berbeda jauh:
1) Investasi jangka panjang
2) Trading
Investasi Saham Jangka Panjang
Investasi saham jangka panjang, artinya berencana membeli suatu saham, dan menjualnya kembali pada jangka waktu tertentu, minimal tiga tahun. Alasan investor memilih jangka panjang ini:
1) Setiap tahun, perusahaan merilis deviden, yaitu keuntungan perusahaan yang harus dibagikan kepada para pemegang saham. Deviden ini yang dikejar oleh investornya.
2) Setelah jangka waktu yang telah ditentukan, investornya percaya bahwa nilai perusahaan telah berkembang, sehingga harga sahamnya pun ikut naik. Maka, investornya bisa menjual saham perusahaan ini pada harga yang lebih tinggi daripada harga ketika ia membeli saham itu.
Contoh simulasi saham: Saham PT Telekomunikasi Indonesia (kode emiten: $TLKM) pada tanggal 1 September 2013 mencapai harga yang cukup murah. Harga saham tersebut saat itu Rp 2.000,-.
Saya membeli saham ini sebanyak 100 lembar, jadi saya mengeluarkan modal sebanyak Rp 200.000,-.
Pada bulan April 2014, saham ini membagikan deviden senilai Rp 89,-/lembar. Karena saya punya 100 lembar saham, maka saya pun mendapatkan deviden sebanyak Rp 8.900,-.
Pada tanggal 1 September 2015, harga saham sudah mencapai Rp 2.650,-. Dan saya merasa sudah cukup memiliki saham tersebut, sehingga saya menjual ke-100 lembar saham itu. Dengan harga jual tersebut, saya memperoleh dana sebanyak Rp 2.650,- x 100 lembar = Rp 265.000,-.
Lalu, karena tiap tahun perusahaan itu mengeluarkan deviden, maka saya pun ikut dapat deviden yang besarnya bervariasi (besar variasi deviden tergantung laba yang diperoleh perusahaan itu juga). Setelah deviden Rp 89,-/lembar yang saya dapat kan pada bulan April 2015,-, saya sempat mendapatkan deviden lagi sebesar Rp 74,-/lembar pada bulan April 2016. Maka keseluruhan deviden yang saya peroleh adalah (Rp 89,- + Rp 74,-) x 100 lembar = Rp 16.300,-
Jadi, dari modal yang cuma Rp 200.000,-, dengan berinvestasi pada saham PT Telekomunikasi Indonesia selama dua tahun, saya mendapatkan modal saya kembali sebanyak Rp 265.000,- + Rp 16.300,- = Rp 281.300,-
Maka keuntungan saya sebesar Rp 81.300,-. Profitnya lebih dari 40% lho.
Senior-senior saya dalam investasi malah lebih berat lagi. Pada tanggal 3 Januari 2011, mereka membeli saham PT TLKM dengan harga saham sejumlah Rp 1.600,-. Karena mereka percaya bahwa PT TLKM akan berkembang pesat, mereka tunggu sampai 5 tahun. Ternyata analisa sahan mereka benar. Lima tahun kemudian, pada tanggal 5 Januari 2016, saham itu nilainya sudah naik sampai angka Rp 3.200,-. Jadi ketika mereka jual 5 tahun sejak mereka membelinya profitnya 200%. Modal mereka kembali. Bahkan kembali dua kali lipat.
Trading Saham
Trading saham, artinya berencana membeli saham pada harga tertentu, dan menjualnya kembali pada saat harga saham sudah naik (atau malah turun) sebanyak presentase tertentu. Alasan investornya tentu saja adalah mengejar profit alias keuntungan yang diperoleh dari selisih harga antara harga jual dan harga beli. Perbedaan para pelaku trading ini dari pelaku investasi jangka panjang adalah, mereka sudah menentukan seberapa persen keuntungan yang ingin didapatkan, sehingga jika mereka mendapatkan harga jual yang mencapai presentase keuntungan yang mereka inginkan, mereka akan langsung jual saham itu, tanpa memikirkan berapa lama saham itu berpotensi berkembang lebih besar lagi.
Contoh simulasi saham: Harga saham PT $TLKM tanggal 9 Mei 2016 masih senilai Rp 3.600,-.
Saya ingin memiliki saham ini, dengan harapan saya nanti bisa menjualnya dengan keuntungan 10%.
Jadi saya membelinya sebanyak 100 lembar, menunggu sampai harga saham itu naik, sampai ke level harga Rp 3.960,-.
Setelah menunggu berminggu-minggu, akhirnya pada tanggal 30 Juni 2016 lalu, saham itu mencapai harga Rp 3.960,-.
Maka saya jual, dan saya memperoleh modal saya kembali sebesar Rp 396.000,-.
Itu adalah profit sebesar 10% yang saya cita-citakan.
(Disclaimer: Saya bukan mempromosikan saham PT Telkom. Penggunaan PT Telkom hanya untuk keperluan ilustrasi simulasi saham yang saya harapkan membuat pembaca lebih memahami tulisan saya. Ada banyak sekali saham di Indonesia yang termasuk saham syariah, dan saham Telkom hanya salah satunya.)
Ringkasan Cara Investasi Saham Syariah
Jadi pendeknya, cara investasi saham syariah yang saya lakukan itu begini:
1. Tentukan tujuan investasi sahamnya. Kapan saya butuh mencairkan saham tersebut.
2. Tentukan apakah saya ingin investasi jangka panjang atau mau trading saja.
3. Mencatat kapan saya mau evaluasi sahamnya. Jika saya investasi jangka panjang, saya akan evaluasi laporan keuangan perusahaan setiap tahun. Tapi jika saya trading, saya akan evaluasi harga saham setiap malam.
4. Memilih saham dari Daftar Efek Syariah untuk dibeli. Paling banyak saya hanya membeli 6 buah saham.
5. Memilih pada harga berapa saya akan membeli saham tersebut.
6. Menunggu sampai beberapa tahun (jika saya berinvestasi jangka panjang) sambil evaluasi laporan keuangan.
7. Menunggu sampai harga saham itu naik (atau malah jatuh, jika saya trading) sambil evaluasi harga.
8. Menjual pada saat yang tepat, dan mencairkan hasil investasinya.
Jadi, cara membeli saham syariah dengan saham non-syariah itu memang sama saja. Perbedaannya hanya terletak pada nama perusahaan yang menjadi sumber saham, apakah perusahaan tersebut masuk DES atau tidak.
Belajar saham sungguh menantang, dan keuntungan yang diraih, kalau mau telaten, pun cukup besar. Dan mengetahui bahwa investasi saham syariah bisa memajukan perekonomian nasional dengan cara yang tetap dihalalkan Allah, sungguh menyenangkan.
Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
Label syariah perlu dicermati apakah sdh syariah apa belum. Bukan saja menghindari riba, tetapi unsur-unsur dalam akadnya apa sesuai prinsip syariah. Kebanyakan banyak yg masih melanggar apa yg telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional ini, apakah itu lembaga perbankan atau keuangan. Panjang utk dijelaskan pada prinsipnya bertanya dulu apakah transaksi atau investasi yg ingin kita lakukan benar2 syariah, termasuk saham dan trading di sini masih terdapat unsur gharar dan ketidakpastian di dalamnya.
Kalau gitu Dewan Syariah Nasional mesti ditanyakan dulu apakah mereka syariah juga atau enggak. 😀
*ngetik gini sambil pura-pura jadi Najwa Shihab*
Lho Dewan syariah nasional itu Di bawah MUI mbak, yg digarisbawahi Di sini apakah Lembaga keuangan Dan perbankan yg berlabel syariah itu benar2 syariah atau mengikuti fatwa MUI melalui DSN tersebut. Dalam Islam itu dikenal prinsip kehati-hatian. Syubhat atau yg sifatnya keragu-raguan Saja mesti ditinggalkan
Terima kasih sudah dijelaskan, Mas Johny.
Kesyariahan lembaga keuangan itu mungkin perlu dikomunikasikan lebih lanjut oleh lembaga terkait.
Saya belum cukup kompeten untuk mempertanyakan apakah lembaga-lembaga berlabel syariah itu sungguhan syariah atau enggak.
Artikel ini menulis tentang saham syariah, bukan tentang lembaganya.
Dan kesyariahan suatu saham ditentukan oleh OJK, dan OJK sendiri sudah bekerja bersama Dewan Syariah National untuk membuat Daftar Efek Syariah ini (menurut website Bursa Efek Indonesia).
Kalau saya punya pengetahuan tentang cara mengevaluasi apakah lembaga keuangan itu syariah atau enggak, kapan-kapan saya bagi.
ilmu pasar saham harus faham betul nih sebelum invest saham. thank you gan. nice artikel
Iya, terima kasih.
Salam kenal semuanya, salam kenal mbak Vicky. Menarik disimak dan selalu ramai diperbincangkan jika sedang membahas investasi syariah. Hemat saya, DSN MUI adalah sekelompok pakar yang otoritatif di bidangnya, sehingga prosedur istinbath (pengambilan hukum) tentunya sudah mengalami tahapan yang sesuai dengan kapasitas keilmuan mereka. So, saya lebih fokus kepada how to make profit with sharia stocks, not how to screen sharia stocks 🙂
Terima kasih sudah mampir, Asep 🙂 Apakah Anda biasa membeli saham syariah tanpa screening? Bagaimana cara Anda tahu bahwa saham itu akan profit lebih banyak daripada saham lainnya?
Saya mau menggarisbawahi beberapa isi dalam artikel anda, kapasitas saya hanya menegur karena saya juga masih belajar. Berikut ini saya berikan link resmi dari Bursa Efek Indonesia mengenai Investasi Saham Syariah.
http://www.idx.co.id/id-id/beranda/produkdanlayanan/pasarsyariah.aspx
Terima kasih, Bathner 🙂
Saya sendiri masih ragu apakah investasi atau trading saham syariah ini syar’i atau tidak. Namun sampai saat ini saya masih mau belajar lebih jauh.
Sepertinya yang masih ragu seperti saya ada juga. Kalau kamu bisa jelaskan, atau mencantumkan link ke sumber yang penjelasannya mudah dimengerti dan fair, boleh juga tuh.
Hai Jay, coba ikut kursus ini deh: http://investar.idx.co.id/education/sekolah-pasar-modal