Jadi Tester Coklat Praline di Perkebunan Kakao

Coklat praline, alias coklat batangan kecil-kecil yang sering kita beli di toko-toko itu barangkali adalah produk coklat ngehits yang nggak akan lekang kelezatannya dimakan zaman. Anda mungkin akan dengan senang hati mau menyebut praline favorit Anda, mulai dari merk Hershey sampai coklat koin berbungkus kertas warna emas di toko kelontongnya tetangga. Tapi mohon jangan iri sama saya karena kali ini saya akan cerita pengalaman saya jadi tester untuk praline yang dibikin langsung di pabrik coklat yang berada langsung di perkebunan coklat itu sendiri. *nyengir kuda sambil pamer gigi yang ada sela-sela coklatnya*

Wisata ke Jember
Di pintu masuk Coffee and Cocoa Science Techno Park.

Coffee and Cocoa Science Techno Park

Minggu ini saya beruntung karena bisa main ke sebuah perkebunan kakao di kawasan Jember. Jadi ceritanya, di Jember ini ada sebuah properti pusat riset bernama Coffee and Cocoa Science Techno Park, yaitu sebuah lembaga penelitian yang berfungsi bikin riset tentang kakao dan kopi. Lembaga ini berada di sebuah area perhutanan di daerah barat daya Kabupaten Jember, dan propertinya didominasi kebun coklat dan kebun kopi yang rimbun banget mirip hutan. Karena namanya aja lembaga penelitian, maka perkebunan yang ada di sini difungsikan buat bikin bibit coklat dan bibit kopi. Bibit-bibit ini nanti akan diambil dari pohonnya, lalu didistribusikan ke kebun-kebun coklat dan kopi milik rakyat di seluruh Indonesia.

Selain bikin bibit, sebagian pohon coklat kakao dan kopi di sini juga dibiarkan tumbuh sampai berbuah. Buahnya sendiri dipanen, lalu diolah di pabrik yang juga ada di dalam kompleks perkebunan ini. Makanya Techno Park ini punya pabrik-pabrik pengolahan yang kegiatannya mengolah buah coklat dan kopi menjadi barang-barang jadi, termasuk menjadi cokelat dan kopi yang bisa kita nikmati sehari-hari.

cara membuat coklat praline
Staf di pabrik pengolahan kakao sedang mengemas coklat untuk dijual.

Saya sempat masuk ke pabrik pengolahan kakao ini dan salah satu staf menunjukkan mesin-mesin yang mereka pakai untuk mengolah buah coklat ini sambil bercerita tentang cara membuat coklat dari buah kakao. Ternyata, nggak cuman coklat batangan buat dimakan, karena ternyata di pabrik ini saya menemukan banyak banget ide produk yang berasal dari coklat.  Sebuah kakao bisa menghasilkan coklat bubuk, coklat praline, coklat batangan, sampai jadi lipstik (kebayang kan lipstik rasa coklat?).

Umumnya, coklat-coklat hasil pengolahan kakao di pabrik ini mereka salurkan ke mitra-mitra mereka di Jawa Timur. Techno Park yang digawangi oleh Pusat Penelitian Kakao dan Kopi ini punya perjanjian kerja sama dengan selusin pengusaha kecil di Jawa Timur, dan pengusaha-pengusaha UMKM inilah yang mengemas beragam coklat praline dan coklat batangan untuk dijual kembali menggunakan nama pengusaha-pengusaha ini.

Selain menjualnya ke mitra, sebagian coklat dari pabrik ini dijual juga oleh Techno Park ini di sebuah toko milik mereka yang juga berada dalam kompleks hutan. Macam-macam yang mereka jual, mulai dari aneka coklat praline, coklat batangan, sampai sabun. Di sini juga dijual produk-produk kopi bikinan mereka, mulai dari kopi bubuk sampai kopi luwak.

Menjadi Tester

Pabrik pengolahan kakao di tempat ini luasnya paling-paling cuma sekitar dua kali lapangan basket. Sewaktu saya datang, sebagian staf sudah libur Lebaran sehingga saya cuman bertemu sekitar tujuh orang yang sedang membungkus-bungkus coklat praline. Saya masuk sambil pakai sandal khusus yang sudah disediakan oleh pabrik untuk pengunjung. Pakai penutup kepala juga yang ternyata barangnya sama saja dengan penutup kepala yang saya pakai kalau sedang bertugas di unit sterilnya rumah sakit.

Sebetulnya aturan untuk pengunjungnya adalah pengunjung mesti pakai jas untuk masuk ke pabrik ini. Cuman sehubungan saya datang dengan rombongan sebesar 15 orang, nggak ada cukup jas untuk orang-orang sebanyak ini, hihihi.. Saya sempat tanya ke staf setempat, kenapa pengunjung harus pakai jas yang seperti jas lab mahasiswa itu. Terus dijawab, katanya supaya baju kami nggak bau coklat. Saya malah ketawa dengarnya. Ya padahal biarkan saja baju kami bau coklat, supaya bawaannya jadi kepingin beli coklat di warungnya Puslitkoka itu.. (seloroh manusia bermental pedagang)

Masuk pabrik ini lebih mengesankan bagi saya ketimbang masuk museum, karena mesin-mesin yang dipajang di sini memang sungguhan masih dipakai oleh pabriknya, sehingga masih terawat. FYI jika Anda kepingin tahu bagaimana cara membuat coklat: Biji buah coklat ini disangrai, lalu dikupas dan digiling sehingga menjadi pasta kakao. Lalu pasta kakao ini akan dipisahkan antara ampas dan lemaknya. Ampas kakao dikumpulkan menjadi seperti cake, lalu dihaluskan dan jadilah coklat bubuk.

Lemak kakao ternyata lebih ajib lagi. Kita punya dua opsi, antara membiarkannya tetap menjadi lemak coklat murni atau malah mencampurkan lemaknya dengan susu dan gula. Lemak coklat yang tetap murni, dimampatkan menjadi coklat batangan maupun dicetak menjadi coklat praline, kemudian akan disebut dark chocolate. Sedangkan lemak coklat yang dicampurkan dengan susu dan gula akan menjadi white chocolate.

Sebagian dark chocolate malah disisihkan untuk tidak dimakan, tetapi dikirim ke industri kosmetika untuk diolah menjadi sabun dan lipstik. Kita mungkin cukup familiar dengan sabun coklat yang banyak mengandung antioksidan ini.

Cara Membuat Coklat di Puslitkoka

Oh ya, saya sempat bikin video lho waktu lagi jalan-jalan ke pabrik pengolahan kakao ini. Link-nya ada di balik gambar ini: 

coklat praline
Saya sedang menguji apakah coklat praline ini cukup enak untuk dimakan.
Komentar saya, “Kurang. Kurang banyak! Saya mau satu lagi!”

Melihat staf-staf pabrik sedang membungkus praline pun, saya jadi tergiur kepingin mencicipi. Saya pun jadi tester untuk 1-2 potong coklat batangan kecil ini. Ternyata rasanya enak!

Perkebunan Kakao yang Mirip Lokasi Pre-Wed

pohon coklat
Buah Coklat berwarna kemerah-merahan bermunculan dari pucuk-pucuk pohon kakao.

Pertama tiba di perkebunan, saya dihadapkan ke satu jalan yang di sebelah kanannya adalah perkebunan kakao, sementara di sebelah kirinya adalah perkebunan kopi. Sebatang pohon coklat ternyata cuman setinggi bahu saya, dengan buah coklat yang kira-kira segede bola basket yang sudah gepeng. Saya agak nyesel karena kurang persiapan untuk datang kemari, sebab ternyata saya lupa pakai repellent. Ya yang namanya perkebunan pastilah habitat sempurna untuk nyamuk, ya kan? Makanya pas main ke sana saya malah sibuk teplok sana teplok sini. Mana saya kan juga bawa Fidel yang baru berumur setahun,dan saya sibuk nggendong dia sambil waspada, siapa tahu ada nyamuk yang iseng nongkrong di kulit anak saya ini, hahaha..

Vicky Laurentina Eddy Fahmi Rizki Firmansyah di perkebunan
Semua orang mengantre foto prewed.
Baiklah, kami bikin foto keluarga saja.
Lumayan, agak mirip Winter Sonata made in Kaliwining.

Oh ya, ternyata jalur perkebunan ini sering dipakai orang buat foto pre-wed lho. Memang landscape-nya sih oke ya, kalau kata mereka-mereka yang penggemar drakor sih mirip lokasi sinetron Winter Sonata. Saya sih nggak paham-paham amat soal sinetron Korea, tapi kalau Anda kepingin foto-fotoan prewed a la Korea tapi nggak punya budget buat ke Pulau Nami namun punya fotografer yang jago memainkan filter, bolehlah  coba prewed di perkebunan ini. Boleh minta bantuan saya untuk booking hotel terdekat.. (lha kok jadi ngiklan?)

Destinasi Wisata Baru di Jember?

Mmmh..saya tidak yakin, jujur aja.

Sebetulnya saya melihat Coffee and Cocoa Science Techno Park ini bisa menjadi obyek wisata yang menarik untuk para turis yang rela mendamparkan dirinya di Jember. Jember saat ini adalah kota yang pertumbuhan ekonominya paling pesat nomor tiga di Jawa Timur, setelah Surabaya dan Malang tentunya. Persoalannya Jember masih baru menarik untuk kalangan pebisnis, namun belum jadi atraksi menarik buat para turis (kebanyakan peta turis di Jember hanya berputar di Pantai Papuma dan Kawah Ijen. Dan Jember Fashion Festival.)

Padahal alasan saya menulis tentang tempat ini adalah karena Techno Park ini adalah satu-satunya pusat riset tentang coklat di Indonesia. Kebun coklat sih banyak berserakan di seluruh Indonesia, tetapi semua kebun itu mengambil bibitnya di Techno Park ini, yupz..di tempat ini. Jadi kalau mau belajar pengolahan coklat ya memang idealnya di Techno Park sini dong. Dan tempat ini sebetulnya nggak eksklusif melulu untu para peneliti, mahasiswa dan sebangsanya yang kayak kutu buku itu, karena petugasnya cukup informatif dan komunikatif terhadap orang-orang awam yang kelakuannya seperti turis (seperti contohnya rombongan saya ini. Ada yang bawa bayi, ada yang kerjaannya selfie-selfie melulu pakai tongsis, ada yang datang cuma pakai daster. Yang terakhir ini adalah nenek saya yang berumur 93 tahun. :-p)

Bahkan kalau Anda adalah pengusaha kelas besar maupun kelas kecil yang ingin cari coklat dan kopi baik dalam bentuk bibit maupun bentuk curah untuk digrosirkan, Techno Park ini adalah tempat yang tepat untuk diajak bermitra. Secara reguler, mereka mencabut batang-batang pohon coklat berumur dua bulan untuk mengepaknya dalam kantong-kantong polybag, lalu mengirimkannya dengan kapal ke perkebunan-perkebunan kakao rakyat di luar Jawa.

Intermezzo: Indonesia ternyata punya banyak banget perkebunan kakao; populasi perkebunan kakao terbesar ada di Sulawesi.Parahnya lagi, Indonesia ternyata adalah supplier terbesar untuk buah coklat di dunia, dan saingan kita cuman Pantai Gading dan Ghana. Kakao-kakao kita diekspor ke pabrik-pabrik coklat di luar negeri untuk jadi bahan baku. Kalau Anda senang dengan coklat impor asal Belgia, Anda boleh curiga, jangan-jangan itu dibikin dari kakao kiriman Indonesia. 😀

Saya sendiri menyempatkan mampir ke toko coklat milik Puslitkoka yang menjual macam-macam produk olahan coklat dan kopi ini. Coklat-coklat produksi Puslitkoka dijual dengan merk Vicco (singkatan dari Village Chocolate Company), dengan harga yang cukup terjangkau. Versi paling premiumnya adalah praline dari dark chocolate 70% seberat 200 gram, yang dibanderol dengan harga coklat Rp 45k saja. Jika Anda tidak makan coklat karena gigi Anda keropos, Anda masih bisa mendapatkan coklat bubuk seharga Rp 25k.

Cuman sayangnya, outlet ini nggak menyediakan fasilitas kartu gesek. Jadi kalau mau borong coklatnya harus bawa segepok duit tunai. *tepok jidat* Dan coklatnya nggak dijual di luar Jember pula. Saya browsing Vicco di internet, kok nggak ada yang jual?

Mau Main ke Coffee and Cocoa Science Techno Park?

Alamat: Desa Kaliwining, Kecamatan Rambipuji, Jember. Posisi sekitar 30-45 menit naik mobil dari Stasiun Jember.

Telepon: 0331-757-130

Semua foto oleh Eddy Fahmi

Many thanks to Staf PTPN XII @didiekharijadi, @emilmasaganti dan @kartika__ayu for assistance, guidance and haha-hihi-s along our visit to this place. 😀

9 comments

  1. MeriskaPW says:

    Waah, aku taunya wisata coklat di Blitar.. kayaknya ini bisa jadi salah satu wisata anti mainstream di Jember ya mbak.. belum banyak yg ngeshare..

    1. Vicky Laurentina ( User Karma: 0 ) says:

      Oh, mungkin yang Memey maksud itu Kampung Coklat di Blitar ya?
      Ya, kalau Kampung Coklat itu sebetulnya perusahaan yang bekerja menanam coklat dari bibit kakao sampai memanennya dan menjadikan coklat panennannya sebagai bahan Kuliner.

      Adapun Science Techno Park yang aku tulis ini adalah lembaga yang menyuplai bibit-bibit kakao untuk dijual ke perusahaan-perusahaan perkebunan rakyat. Salah satu contoh perusahaan yang menadahi bibit kakao itu ya Kampung Coklat yang Memey bicarakan itu 🙂

Tinggalkan komentar