Indonesia Timur selalu eksotis. Keindahan alam Indonesia timur mudah diekspos lantaran lingkungannya masih bersih dan belum terjamah, mungkin karena pengunjungnya juga belum banyak. Setiap pelosoknya mengandung cerita yang beragam, dan sejarah di baliknya selalu mengundang kepo maksimal. Dan kali ini, saya ingin merangkum beberapa tempat terindah di Indonesia Timur yang paling sering menjadi tempat berlibur incaran.

Gambar diambil dari sini
Pulau Komodo
Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur ini diakuisisi sejak tahun 1980 sebagai Taman Nasional Komodo bersama tetangga-tetangganya, Pulau Rinca dan Pulau Padar. Dari namanya saja sudah tampak bahwa pulau ini menjadi tempat suaka untuk hewan purba komodo yang merupakan keajaiban dunia ini.
Meskipun demikian, tidak cuma komodo yang menghuni Pulau Komodo, karena berbagai satwa langka lainnya juga bisa kita lihat di sini, misalnya rusa Timor dan musang. Belakangan, ternyata teritori Taman Nasional Pulau Komodo juga mencakup area kelautan sekitar Pulau Komodo. Laut di kitaran Pulau Komodo didominasi taman rumput laut, hutan bakau, plus deretan koral di bawah laut.
Saking uniknya alam di Pulau Komodo dan sekelilingnya, Unesco sampai akhirnya menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage Site dan Men and Biosphere Reserve. Status ini menjadikan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan yang wajib dilindungi dan dilestarikan.
Sebelum Pulau Komodo menjadi World Heritage-nya Unesco, banyak penduduk sekitar pulau ini bekerja sebagai nelayan. Salah satu dampak negatif pekerjaan mereka ialah banyaknya ekosistem laut yang mati karena ditangkapi nelayan dengan menggunakan bom.
Tetapi semenjak Pulau Komodo ditetapkan sebagai lokasi keajaiban dunia, kunjungan turis ke tempat ini meningkat drastis. Banyak nelayan pensiun dini, dan beralih menjadi guide. Tidak tanggung-tanggung, Taman Nasional Komodo bahkan melatih guide-guide serabutan ini dengan pengetahuan ilmiah, sehingga mereka pun menjadi pemandu yang bisa diandalkan buat para turis. Tidak cuma menaikkan pendapatan daerah, namun berangsur-angsur masyarakat belajar untuk menjaga lingkungan kelautannya dengan lebih baik sehingga itu menghidupkan ekosistem laut kembali.
Kalau mau mencapai Pulau Komodo, dapat melalui ferry cepat dari Labuan Bajo. Menikmati pemandangan terindah pada alam tempat ini bisa dengan trekking ditemani para jagawana Taman Nasional Komodo. Nggak suka jalan? Saya tetap senang main di Pantai Merah Muda, yang mana pasirnya yang berwarna pink bersih menjadikannya salah satu pantai terindah di Indonesia.
Danau Tiga Warna
Keindahan alam Indonesia terwakili oleh Danau Tiga Warna, alias Danau Kelimutu, yang sebetulnya ialah tiga buah kawah yang berada di puncak Gunung Kelimutu, yang berlokasi di Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Disebut tiga warna karena air ketiga kawah itu memantulkan tiga warna yang berbeda, sebagai akibat dari perbedaan komposisi maupun kadar dari zat besi, belerang, dan unsur-unsur kimiawi lainnya di kawah danau tersebut.

Gambar diambil dari sini
Masyarakat Ende beriman bahwa Danau Tiga Warna ini merupakan tempat tinggal arwah orang-orang yang sudah meninggal. Setiap warna menandai lokasi dari klasifikasi “arwah” tersebut.
Danau Tiga Warna ini diklasifikasikan oleh penduduk lokal menjadi tiga area menurut warnanya:
1. Tiwu Nuwa Muri Koo Fai. Area ini berwarna biru, dipercayai bahwa arwah yang bersemayam di sini ialah orang-orang yang meninggal dalam usia muda.
2. Tiwu Ata Polo. Area ini berwarna merah. Konon, arwah yang tinggal di sini ialah orang-orang yang selama hidupnya adalah orang jahat.
3. Tiwu Ata Mbupu. Area ini berwarna putih. Penduduk percaya bahwa arwah yang berdiam di area ini ialah orang-orang yang meninggal ketika sudah lansia.
Sesekali kawah-kawah yang menjadi pemandangan terindah pada danau ini berubah warna menjadi hitam, dan kadang-kadang hijau tosca. Jika dipotret dari puncak, perbedaan warna yang sangat kontras membuat Danau Tiga Warna ini semakin mantap menjadi salah satu tempat terindah di Indonesia timur.
Menurut penduduk, arwah-arwah di Danau Tiga Warna ini memberikan kesuburan di daerah sekitar Gunung Kelimutu. Jika kita melakukan trekking ke puncak Gunung Kelimutu untuk melihat danau ini, nampak di sepanjang jalur pendakian bisa kita temukan arngoni, pinus, cemara, dan edelweiss bertumbuhan subur. Hewan-hewan endemik seperti rusa dan ayam hutan pun hidup dengan nyaman di hutan gunung ini.
Saking hormatnya kepada para arwah di Danau Tiga Warna, penduduk Ende bahkan membuat upacara adat Pati Ka Ata Mata, khusus untuk mengantarkan sesajen kepada arwah tersebut. Pada upacara tahunan ini, seluruh mosalaki alias tetua dari sembilan suku sekitar Ende akan berkumpul di sekitar tugu dakutatae di puncak Gunung Kelimutu. Di tugu itu mereka menyajikan sesajen berupa daging babi, sirih pinang, dan tuak moke, kepada arwah leluhur mereka sambil menari-nari gawi di mengelilingi tugu.
Untuk menciptakan devisa, Pemerintah Ende menjadikan upacara Pati Ka Ata Mata ini sebagai agenda festival tahunan. Festival inilah yang seringkali diincar para turis dan menjadi momen strategis untuk menjual kain-kain tenun ikat bikinan rakyat. Menenun merupakan kebiasaan khas rakyat Flores secara turun-temurun, dan di kabupaten ini, hampir semua perempuan asli Ende sangat profisien dalam menenun.
Tana Toraja
Berada di wilayah Sulawesi Selatan, menjadi tempat berdiamnya suku Toraja. Untuk datang kemari cukup bermobil selama delapan jam dari Makassar.
Suku ini beken sekali sejak lama karena kebiasaan mereka memperlakukan kematian. Budaya orang Toraja mensyariatkan agar orang yang meninggal dunia harus dihormati setinggi mungkin. Mereka percaya bahwa orang yang sudah meninggal akan jadi setengah dewa, dan seberapa sempurnanya upacara kematian yang diselenggarakan bagi sang jenazah akan menentukan apakah jenazah itu akan menjadi bombo (arwah gentayangan) atau menjadi deata (arwah dewa pelindung).
Penghormatan terhadap orang meninggal pun bahkan sudah dimulai semenjak mereka belum dikuburkan. Setelah seseorang meninggal, keluarganya tidak langsung menguburnya, melainkan menunggu sampai tiba dilakukannya upacara Rambu Solo, suatu upacara adat yang khusus diadakan untuk “meresmikan” kematiannya.
Sang jenazah masih tetap berada di rumah tongkonannya, mereka tetap memakaikan baju yang rapi kepada orang meninggal tersebut, masih menghidangkan makanan di depannya dan bahkan mengajaknya mengobrol, seolah-olah sang jenazah itu belum meninggal. Selama itu mereka mengumpulkan uang untuk mendanai upacara Rambu Solo yang mereka nanti-nantikan, dan persiapan ini bisa makan waktu berbulan-bulan semenjak sang jenazah meninggal hingga tiba waktunya upacara.
Pada hari ketika Rambu Solo diadakan, seluruh keluarga mereka berkumpul di desa dan mengadakan adu kerbau belang (tedong silaga) yang sudah mereka seleksi dengan seksama. Kerbau itu kemudian disembelih, lalu hasil masakannya disajikan kepada seluruh tamu yang hadir di upacara.
Mereka mengadakan upacara Rante yang meliputi upacara membungkus jenazah dalam peti (mabalun, ma’tudan), membubuhi peti jenazah dengan emas dan perak (ma’roto), menurunkan peti jenazah dari tongkonan (ma’popengkalo alang), lalu membawanya ke tempat peristirahatan terakhir (ma’palao). Tempat peristirahatan tersebut berupa gua khusus pada suatu tebing di Desa Goa Landa atau di Lemo, yang memang sudah didedikasikan untuk menyimpan jenazah.

Masing-masing goa dipajangi boneka tautau yang didesain mirip dengan jenazah yang tersimpan.
Gambar diambil dari sini
Tana Toraja ini berada di lembah sebelah utara Sulawesi Selatan dengan sekumpulan rumah tongkonan berusia ratusan tahun. Perjalanan dari desa menuju Goa Londa akan menyuguhi kita dengan khasnya keindahan alam Indonesia berupa pemandangan sawah yang menghijau dan suasana pegunungan yang sejuk, membuatnya jadi salah satu tempat terindah di Indonesia timur, terutama di Sulawesi.
Pulau Banda Neira
Pulau kecil di sebelah tenggara Ambon ini adalah saksi bisu sejarah penjajahan Portugis dan Belanda di Indonesia. Banda Neira, seperti halnya pulau-pulau lainnya di Kepulauan Banda, merupakan penghasil pala. Saking banyaknya pala yang diproduksi pulau ini, kalau saya pergi ke tempat ini, saya bisa dengan mudah menemukan orang-orang menjemur pala di pinggir jalan. Pala adalah komoditas asli pulau ini sejak berabad-abad yang lalu, dan menjadi bumbu utama dalam makanan penduduknya sehari-hari. Ikan kuah pala merupakan masakan yang mesti kita nikmati jika berkunjung kemari.
Pala juga yang membuat bangsa Portugis dan Belanda ramai-ramai mendatangi Maluku karena menganggap tempat ini adalah supplier rempah-rempah yang tidak akan pernah kehabisan stok. Sebagai bangsa yang pertama kali menjajah Indonesia, Portugis mendirikan Benteng Belgica di Pulau Banda Neira untuk pertahanan dari perompak yang ingin membajak pala di pulau itu. Ganti penjajah menjadi Belanda, Belanda menggunakan benteng itu sebagai gardu pandang untuk mengawasi kapal-kapal niaga, lalu mengembangkannya menjadi markas militer untuk mengontrol penduduk Banda yang sebal karena palanya terlalu dimonopoli Belanda.
Banda Neira sempat menjadi semacam ibukota bagi penjajah Belanda lantaran mereka ingin mengawasi langsung perkebunan pala penduduk yang mereka monopoli. Karena menjadi pusat pemerintahan penjajah Belanda, kota ini menjadi berkembang dengan gaya Eropa. Hingga kini, kita masih bisa menyaksikan gedung-gedung kuno a la Eropa peninggalan Belanda berdiri kokoh di Banda Neira.
Benteng Belgica masih berdiri sampai hari ini. Jika kita menaiki benteng itu sampai puncak, kita akan memperoleh pemandangan terindah Laut Banda yang saat ini telah ramai dikunjungi para pecinta olahraga menyelam maupun snorkling yang ingin menyaksikan keindahan terumbu karang di dasar laut Banda. Sekaligus mengawasi pulau-pulau tetangga Pulau Banda Neira dan juga Gunung Api yang menjulang tinggi.

Gambar diambil dari sini
Kepulauan Togean
Kepulauan kecil di Teluk Tomini ini beken sebagai taman nasional lantaran menjadi habitat berbagai satwa dan tumbuhan endemik. Nggak cuma daratannya yang sarat dengan bakau, tetapi lautannya juga penuh dengan terumbu karang sehingga menjadikannya sebagai spot diving favorit yang sarat pemandangan terindah. Mendatanginya cukup dengan naik kapal selama empat jam dari Ampana, Sulawesi Tengah. Ampana sendiri berjarak tiga jam perjalanan bermobil dari Poso.

Gambar diambil dari sini
Kepulauan Togean, bagian dari Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah, sebenarnya terdiri atas gugusan gunung bawah laut yang membentuk beberapa pulau sekaligus (Pulau Togean, Pulau Wakai, Pulau Batudaka, Pulau Kadidiri, Pulau Malenge, Pulau Una-una, dan puluhan lainnya yang berukuran kecil-kecil). Kepulauan ini diresmikan sebagai Taman Nasional Kepulauan Togean semenjak tahun 2004 dan praktis menjadi bukti keindahan alam Indonesia, terutama akan sumber daya lautnya. Highlight dari kepulauan ini adalah karangnya; daratannya yang sarat karang menjadikan kepulauan ini khas sebagai gugusan pulau karang. Bahkan area bawah lautnya sendiri dipenuhi terumbu karang warna-warni, yang menjadikan daerah ini sebagai salah satu tempat yang koleksi terumbu karangnya paling beragam di dunia. Di laut, kita akan bisa menemukan karang atol, yaitu karang besar berwarna-warni yang luas dengan danau di tengah-tengahnya (dan atol ini langsung nampak dari atas perahu yang kita naiki).
Istimewanya sendiri, kawasan bawah laut Kepulauan Togean ini merupakan bagian dari Coral Triangle alias Segitiga Terumbu Karang. Coral Triangle ini adalah daerah terumbu karang luas penting dan paling beragam, yang meliputi Filipina, Malaysia, Sulawesi, sampai Mikronesia. Sebagian terumbu karang di Kepulauan Togean bahkan berupa Ecropora yang merupakan terumbu karang endemik, dan sebagian ikan di sekitar terumbu karangnya sendiri juga merupakan spesies endemik.
Selain santer akan perairan sekitar Pulau Kadidiri yang jadi tempat snorkling dan menyelam, Kepulauan Togean juga sarat dengan hewan yang hanya hidup di daerah ini. Mengembara di daratan kepulauan ini bahkan kasih kita kesempatan untuk melihat hewan-hewan liar seperti monyet dan biawak, dan lagi-lagi monyet dan biawaknya juga merupakan spesies endemik khas Togean, sama seperti tangkasi (sejenis tikus yang cuma hidup di malam hari dan hanya ditemukan di Sulawesi).
Status Togean sebagai taman nasional masih kontroversial hingga kini. Konsekuensi dari status taman nasional ialah pelarangan terhadap nelayan untuk mengebom ikan, padahal nelayan masih melakukannya atas nama mencari nafkah. Hampir semua penduduk Togean memasang mata pencahariannya sebagai nelayan.
Suku Bajo di Pulau Malenge, bahkan terampil dalam urusan memburu ikan. Mereka bisa menyelam sampai kedalaman 30 meter hanya bermodal kacamata, dan kembali ke permukaan air dengan menggendong barakuda dan trengginas hanya dalam tempo 5-10 menit.
Masih banyak tempat indah lainnya di Indonesia Timur yang mengasyikkan untuk dieksplorasi. Saya masih terus mengupdate lebih banyak lagi tempat terindah di Indonesia Timur ini dengan jalan pintas: nonton acara Ring of Fire Adventure di Kompas TV saban Sabtu jam 21.00. Acara ini sarat dengan pengalaman host-nya yang travelling ke tempat-tempat menarik di seluruh belahan penjuru Indonesia dan cuma bermodal naik sepeda motor. Anda nonton juga, kan?

Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
saya nonton episodenya sekaliiii, mereka ke daerah terpencil di Sulawesi Tenggara (kalau gak salah) untuk membawa surat2 yg buat dicoblos saat PEMILU… gile perjuangannya…
Dan memang bener, tempat bagus di Indonesia ada banyak dan masih kurang diperhatikan bahkan oleh kita2 sendiri
Sebetulnya perlu dipertanyakan juga ke masyarakat aslinya yang menduduki tempat bagus tersebut. Apakah mereka menyadari bahwa tempat mereka bagus?
Kalau sudah bagus, apakah mereka merasa hidupnya sudah sejahtera?
Kalau belum, apakah mereka mau berusaha “menjual” tempat mereka kepada orang lain (misalnya untuk keperluan pariwisata) supaya mereka bisa lebih sejahtera?