Makan tauto Pekalongan berasa kayak ketemu bangsa China dan India yang jadi satu. Bumbu tauto yang khas India bercampur soun khas China seperti membawa pesan untuk akur rukun bersama dalam sebuah mangkok.
Saya nyicipin tauto ini di Pekalongan dalam perjalanan mudik weekend lalu. Dalam suatu kedai pinggir jalan, pemiliknya menghidangkan tauto hangat berwarna merah membara di meja saya.
Ini suatu soto berisi potong-potongan daging sandung lamur. Daging-daging ini ditemani juntaian soun panjang-panjang plus kecambah. Lalu dikucuri guntingan daun bawang dan seledri kecil-kecil. Tapi yang menarik perhatian saya jelas adalah kuahnya, yang kontras merah.
Warna merah kuah ini berasal dari tauco Pekalongan. Tauco inilah yang jadi ciri khas tauto. Nama tauto sendiri adalah singkatan, TAUco soTO. Alias soto pakai tauco.
Bumbu
Bumbu tauto sendiri didominasi bumbu tauco khas India. Tauco India ini sebenarnya campuran pedas dan gurih, tetapi di kawasan Pekalongan, tauconya lebih terasa manis daripada tauco di daerah-daerah lain.
Kalau mau bikin bumbu tauto ini, kita perlu nyiapin bumbu dasar kuning dulu. Standar aja bikinnya, yaitu bawang putih, bawang merah, kunyit bakar, dan kemiri sangrai digerus jadi halus. Lalu hasil bumbu halusnya dicampur sama pala, cabe, merica, dan sisiran gula merah.
Bumbu yang semula berasa Jawa banget ini ditumis sama tauco dan jahe. Mulai deh terasa anget pedas khas India-nya. Tapi kemudian jadi seger ketika diselipin daun jeruk, daun salam, serai, dan lengkuas.
Sudah laper?
Resep
Sejarah
Tauto sendiri nongol di bumi Pekalongan hampir berbarengan dengan munculnya imiigran-imigran China.
Sekitar abad ke-17, orang-orang China berkuncir belakang dateng ke Jawa dan bikin perkampungan di kawasan pesisir, salah satunya di Pekalongan. Mereka biasa masak makanan sop berisi soun, suatu mi berwarna putih yang dimakan anget-anget.
Ketika itu, ada perkampungan lain yang juga dihuni orang-orang imigran, tapi imigran itu berasal dari India. Orang-orang India itu biasa makan daging kerbau dengan bumbu tauco. Maka orang-orang China meniru masakan itu dengan nambahin sop soun khas mereka sendiri.
Sop India hasil karang-karangan orang China ini kemudian mereka sebut “caodo”. “Cao” artinya “rempah-rempah”, sebab orang India kan masaknya pakai rempah-rempah. “Do” artinya jeroan, sebab orang China waktu itu masaknya pakai daging jeroan.
Caodo ini lalu dijual orang China keliling kota Pekalongan. Mereka mondar-mandir dari satu kampung ke kampung lain, termasuk ke kampung orang-orang Jawa.
Orang Jawa tertarik melihat bakul China yang berjalan sambil memikul dagangan sop caodo ini. Logat Jawa mereka meniru “caodo” sebagai “soto”. Maka sejak itu sop apapun yang dibikin orang China, mereka kenal sebagai soto.
Lalu karena cuman di Pekalongan ini orang-orang masak soto memakai tauco, maka mereka sebut ini tauco soto, alias tauto.
Bertahun-tahun kemudian, populasi orang Jawa yang makan tauto menjadi lebih banyak daripada orang India pemilik tauco itu sendiri. Mulailah terjadi pergeseran mata pencaharian penduduk, di mana orang-orang lebih banyak beternak sapi ketimbang kerbau. Akibatnya, tauto yang dulu-dulunya dimasak memakai daging kerbau, mulai banyak yang dimasak pakai daging sapi.
Di masa kini, sudah jarang penduduk China di Pekalongan yang jualan tauto. Tapi industri tauco masih maju di Pekalongan, dan tauto tetep jadi makanan khas orang Pekalongan. Penjual tauto kini kebanyakan ialah orang Jawa.
Warung Tauto di Pekalongan
Sewaktu saya mampir di Pekalongan, ternyata kedai tauto berserakan di mana-mana. Di setiap 2 km, kayaknya saya gampang banget nemu warung yang memang khusus jualan tauto.
Sebagian warung tauto di Pekalongan sudah buka semenjak siang-siang, tapi ada juga beberapa warung beken yang buka baru pas sore-sore. Banyak kedai tauto yang udah jualan selama beberapa generasi, dimiliki dari kakeknya dan sekarang dikelola oleh putunya. Sebagian kedai bahkan sudah punya cabang beberapa biji meskipun jualannya masih di kisaran Pekalongan juga.
Salah satu kedai tauto yang saya mampirin namanya Soto Tauto Bang Dul. Lokasinya cuman jalan kaki 5-10 menit aja dari stasiun kereta api Pekalongan. Saya pilih kedai ini, karena kebetulan saya lagi di jalan tol, dan kedai ini yang posisinya paling deket dari gerbang tol Pekalongan.
Di sini, saya menjumpai suatu ruang makan yang muat untuk 30 orang dengan meja-meja panjang. Mejanya dialasin taplak bergambar iklan teh. Di meja sudah ada sambel, botol kecap manis, plus krupuk-krupuk dalam kaleng.
Pemilik warungnya menyetok sotonya di gerobak pada pintu depan. Asap mengepul-ngepul dari dalem wadah kuah sotonya. Pemiliknya yang ternyata suami istri itu, nawarin saya soto daging sapi dan soto ayam. Saya bisa menikmati pakai lontong atau boleh juga pakai nasi.
Saya sama suami saya pilih soto daging sapi, tentu saja. Tapi untuk anak saya, saya belikan soto ayam. Bang Dul ternyata pasang kebijakan bahwa soto ayam dos-q nggak pakai tauto, alias kuahnya nggak pedas, jadi bisa dinikmati nak-kanak yang sensian.
Seneng banget saya bisa menikmati tauto lagi, setelah terakhir kali saya makan tauto itu sekitar 15 tahun yang lalu. Menurut saya, tauco di soto ini kasih cita rasa manis yang spicy, sesuatu yang jarang banget saya temuin di tempat tinggal saya di Surabaya.
Kalau ada rejeki lagi, saya kepingin makan tauto lagi, tapi nyobain di kedai lainnya, misalnya di kedai tautonya Pak Rachmani atau warungnya Pak Tjarlam. Pengen juga sih nyobain makanan khas Pekalongan lainnya, misalnya nasi megono kayak yang pernah diceritain temen saya (lihat di sini untuk tahu kayak apa itu -> Nasi Megono)
Apakah kamu pernah makan tauto? Kalau kamu punya warung kesukaan di Pekalongan buat makan tauto, kasih tau ya di kolom komen 🙂
Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
Saya tanya istri, “Tau tauto g?” Dia jawab, “Nggak i, apa itu?”
Tetangga tak tanya juga jawabnya juga g tau. Padahal dia asli Jateng.
Ooh ternyata kayak Soto?
Disini Jatim g ada jual kayaknya Ya n_n
JD Khasnya Pekalongan berarti
Iya, tauto itu soto :)) Tapi sotonya khas Pekalongan.
Di Surabaya nggak ada penjualnya yang aktif. Ada kayaknya di Sidoarjo, tapi kan kejauhan juga dari rumah saya :))
Pernah sih makan tauto, tapi not my cup of tea..
tapi kalau diajakin makan tauto lagi sih gak masalah.. tpi pasti cuma pesan setengah porsi aja..
Dirimu nggak antusias dengan tauto ini karena rasa tauconya atau karena penampilannya?
saya baru tahu mbak makanan Tauto ini dan ternyata makanan khas pekalongan yaa. selama ini tahunya pekalongan itu cuma batiknya. hehe. semoga aja nanti bisa nyicip tauto ini yang rasanya pasti unik banget
Amien.. mudah-mudahan kapan-kapan Mbak Antung bisa merasakan makanan Pekalongan ya…
Impianku tuh (sebagai penyuka bihun dan so’un) adalah makan sesuatu yang berkuah – panas panas – rasanya asin asem pedeeesss dan isinya bihun atau so’un … sluurp!
Sumpah belum pernah tau Tatuto, baca tulisan bu dokter ini kayak diajak makan beneran, suka banget!
Alhamdulillah, terima kasih, Bu Tanti..
Ini bolak-balik ngedit tulisannya supaya bisa menyampaikan rasa.
Mbak vicky udh 15 taun gak makan tauto? Wuihhhh hepi dong ya bisa makan tauto lagi. Sama saya jg blom pernah makan tauto euy… blom nemu di Jakarta.. liat kuahnya kok mengingatkan saya sama kuah tom yum.. kental dan pedes
Iya, Mbak Yayat. Terakhir kali saya makan tauto itu sebelum menikah dulu. Rasanya beda karena keputusan menentukan lokasi makannya itu saya sendiri yang menentukan.
saya baru tahu ada makanan namanya tauto, Mba.
Wahh warna kuahnya merah yaa, sangat menggoda untuk dinikmati. sayangnya di sini gak ada yang jual tauto, padahal saya penasaran pengen menikmatinya
Iya, mungkin populasi orang Pekalongan di Kendari sana tidak terlalu banyak ya, makanya nggak ada yang jual…
Baru kali diajak jalan jalan ke Pekalongan makan tauto sambil menelusuri sejarahnya sekaligus
Doain ah biar Bu dokter Vicky sering jalan jalan
Sayangnya di tempatku belum ada yg jual Tauto mba jadi seumur-umur belum pernah nyicip. Plus ga pernah perjalanan jauh sampai ke luar kota wkwk.. Kalau (semacam) soto tapi makannya sama lontong (bukan nasi) paling banter yah soto Sokaraja, eh ternyata juga adaptasi dari Tiongkok.
Padahal Pekalongan dari Banyumas sebetulnya nggak terlalu jauh ya, hihihi…
Tertarik banget buat nyicipi tauto. Apalagi dibahas pula Sejarahnya. Selain nambah ilmu nambah ngiler dan penasaran. Kayak seger gimana gitu kuahnya. Di Bandung ada gak yah mau coba deh.
Coba cari di sekitaran Bandung, ada yang jualan masakan Pekalongan nggak…
Mbak aku jd keinget almarhum papa krn tauto adalah satu makanan favorit beliau. Nenekku org Pekalongan jd kami udh familier bgt sama tauto. Saking ngefans nya sama tauto pas aku nikah papaku mendatangkan tauto khusus dr Pekalongan sayangnya aku lupa deh nama bapak penjualnya yg jelqs dia cukup terkenal dlu.
Emang raaanya unik krn ada campuran tauconya ya. Menurutku paling enak tauto daging si kalo tauto ayam mbuh kok kayanya kurang sedep hehehe
Aku pun mikir ayam kalo ditaucoin kayaknya kurang nyambung. Barangkali aku perlu ke Pekalongan lagi buat makan tauto lagi, tapi kali ini pake ayam, hahahahaha…
Waah..mba Vicky mampir ke Pekalongan baru2 ini ya..tau gitu tak cegat mbaaa…hehe..
Iya mba, Tauto memang salah satu makanan khas Pekalongan selain Megono, Pindang Tetel, Miso, Garang asem (beda dg Garang asem di daerah lainnya lho..) dll. Yuk mba, mampir lagi kulineran di kota kami..
Eh, garang asemnya beda gitu? Wah, kapan-kapan aku nyoba garang asem juga ah di Pekalongan..
Aku baca beberapa kali, beneran nih tauto, bukan tauco? Hehehe. Eh, ternyata bener. Asyik banget bisa nyobain kuliner campuran dua negara yang menurutku inangnya kuliner dunia, yaitu Cina dan India.
Aku sukaaa banget makan soun Mba Vick. Bahkan, ada tukang bakso di Bekasi yang unik, mienya dari soun, bukan bihun. Wah, enak banget. Aku jadi penasaran makan tauto pekalongan ini.
Seru, dapat informasi sejarah kuliner juga di postingan ini. Thank you Mba Vick.
Ya, Mbak Mutia, ini memang namanya tauto 🙂
Pan-kapan nyoba yuk..