Telat imunisasi ternyata sekarang menjadi hal biasa di musim pandemi Covid. Bagaimana tidak, hampir seluruh provinsi di Indonesia ternyata melapor bahwa banyak balita di teritorial mereka yang imunisasinya belum lengkap. Bahkan, yang tidak diimunisasi sama sekali pun banyak.
Telat Imunisasi di Seluruh Indonesia
Kementerian Kesehatan sibuk bikin survei khusus selama 2 tahun terakhir, tentang kebiasaan imunisasi rutin di kalangan anak. Surveinya disebar di seluruh provinsi. Hasil surveinya, ternyata jumlah anak yang mestinya sudah dapat vaksinasi lengkap itu tidak sampai setengahnya.
Ada yang telat imunisasi DPT 3. Ada yang telat imunisasi campak. Ada yang telat imunisasi polio.
Yang miris, ada bocah yang sejak lahir memang tidak pernah diimunisasi sama sekali.
Kok bisa begini sih? Yaa alasannya macam-macam.
Ada yang orangtuanya sudah niat mau memberikan vaksinasi, tetapi ternyata Puskesmas dekat rumahnya kolaps lantaran dokter dan perawat-perawatnya ketularan Covid-19.
Ada yang ragu mau gendong bayinya ke tempat vaksin, soalnya lihat bayi tetangga, “Kok habis disuntik, bayinya malah jadi rewel ya? Kan emaknya diomeli mertuanya kalau bayinya nangis terus.”
Yang menyedihkan nih, anak telat imunisasi kini dianggap biasa di kalangan masyarakat. Rakyat cuek-cuek saja kalau status vaksinasi anak-anak belum lengkap, karena publik sudah keburu sedih lebih dahulu lantaran banyak kehilangan keluarga dan pekerjaan gegara pandemi. Padahal, imunisasi itu banyak banget manfaatnya lho.
Apa Manfaat Imunisasi?
Imunisasi itu sebetulnya usaha buat bikin tubuh manusia jadi kebal untuk melawan penyakit infeksi. Untuk melakukan imunisasi ini, kita perlu bahan khusus bernama vaksin, yang akan dimasukkan ke tubuh kita. Prosesnya disebut vaksinasi.
Penyakit yang mau dilawan dengan vaksin ini macam-macam. Sehingga, tiap vaksin dibikin untuk melawan penyebab penyakit yang berbeda-beda juga. Contohnya, penyakit polio disebabkan oleh virus polio, maka dilawan dengan vaksin polio. Penyakit difteri, disebabkan oleh kuman difteri, maka dilawan dengan vaksin difteri. Dan lain sebagainya.
Kenapa penyakit-penyakit ini harus dilawan? Yaa.. karena kalau tidak dilawan, kuman penyakit ini bisa bikin penderitanya jadi sakit berat. Misalnya bayi kalau sakit difteri, dia bisa susah bernapas, karena tenggorokannya tersumbat. Padahal kuman difteri bisa dilawan dengan vaksinasi difteri.
Beberapa penyakit lain bisa bikin sakit cacat. Bayi kena rubella, misalnya, maka otaknya bisa rusak. Kan repot kalau otaknya rusak, maka seumur hidup dia akan cacat mental dan perlu banyak biaya. Padahal kalau dia dapat vaksinasi rubella aja, dia tidak perlu bayar mahal-mahal.
Bahkan banyak penyakit yang bisa bikin meninggal, misalnya penyakit polio. Anak yang kena virus polio, maka ototnya bisa lumpuh. Repotnya, otot jantungnya ikutan lumpuh, sehingga dia bisa meninggal. Padahal, kalau bocah ini dipenuhi jatah vaksinasi polionya, dia tidak akan sampai sakit polio segala.
Jadi, imunisasi ini penting banget buat mencegah anak dari sakit berat, mencegah cacat, dan mencegah kematian.
Ada macam-macam imunisasi, dan tiap-tiap imunisasi itu jadwalnya sendiri-sendiri. Ada penyuntikan yang mesti diberikan waktu bayinya umur 2 bulan. Ada juga yang mestinya diberikan waktu umur 9 bulan. Nah, si bayi kan tidak bisa jalan sendiri ke dokter buat minta divaksin, wkwkwkwk.. Makanya keluarganya wajib bawa bayinya sesuai jadwal di bawah ini untuk diberikan vaksin.
Tetapi ternyata, masyarakat Indonesia yang didera pandemi itu kesulitan untuk memberikan anandanya vaksin yang sesuai jadwal. Maka kejadian telat imunisasi pun merebak di mana-mana.
Apa Dampaknya Jika Jadwal Vaksin Anak Tidak Lengkap dan Tidak Beraturan?
Bisa ditebak, kalau vaksin tidak diberikan tepat waktu pada seorang anak, maka anak ini gampang banget kena penyakit.
Ambil contoh saja, misalnya kita punya tetangga berupa seorang bayi yang berumur 9 bulan. Umur segini, mestinya bayi ini sudah dilakukan vaksinasi DPT sampai 3 kali. tetapi ternyata dia baru dapat vaksin DPT 2 kali. Nah, dia tetap rentan kena penyakit difteri, kena penyakit pertusis, dan kena penyakit tetanus, karena penyuntikannya belum lengkap, sehingga tubuhnya belum kebal-kebal amat.
Contoh lain, kita punya tetangga seorang bayi yang berumur 6 bulan. Seharusnya bayi ini sudah dapat vaksin polio 4 kali lho. Tetapi ternyata dia baru dilakukan vaksinasi polio 3 kali aja. Lalu suatu hari nenek si bayi ini pergi umrah. Di tempat Tanah Suci, neneknya berpapasan dengan jemaah negara Madagaskar yang diam-diam mengidap virus polio. Neneknya tertular virus juga, tetapi tetap sehat. Pulang-pulang ke Indonesia, si nenek mencium-ciumi cucunya karena kangen. Dan.. boom! Masuk deh virus polio ini ke si bayi yang belum lengkap imunisasinya, jadilah si bayi pun kena penyakit polio.
Sesusah itukah menjaga jadwal vaksin si bayi tetap lengkap dan teratur? Tidak. Karena sekarang para orang tua semenjak melahirkan itu sudah dibekali buku catatan khusus, dan di dalam buku itu sudah ada jadwal rinci kapan si bayi dilakukan vaksinasi.
Bayi saya sendiri, Fidel, semenjak keluar dari rumah sakit tempat dia dilahirkan, sudah dikasih tahu bahwa pada tanggal sekian dia harus berhadapan dengan dokter anak untuk dilakukan vaksinasi DPT pertamanya. Dan saya sendiri meluangkan waktu saya untuk itu.
Setelah disuntik DPT pertamanya, dokternya langsung berikan saya tanggal, kapan Fidel mesti datang lagi untuk vaksin BCG. Dan tanggal untuk vaksinasi DPT kedua. Dan tanggal untuk diberi vaksinasi campak. Begitu saja terus, sampai imunisasi rutin Fidel lengkap semua. Alhasil, sampai sekarang berumur 6 tahun, Fidel tidak pernah bertemu difteri, tetanus, campak, rubella, apalagi polio.
Orang-orang tua lainnya, mungkin tidak seberuntung saya yang telaten mau berpartner dengan dokter atau klinik untuk vaksinasi bayi.
Tapi untungnya, banyak kepala daerah macam gubernur, walikota, dan bupati, plus tokoh-tokoh masyarakat, yang sudah sadar. Bahwa kalau anak-anak di wilayah mereka tidak divaksin, bisa-bisa anggaran daerah akan tersedot hanya demi mengobati penyakit-penyakit yang mestinya bisa dicegah hanya dengan imunisasi.
Maka mulailah orang-orang terkemuka ini membujuk rakyat mereka supaya mau bawa anak-anak bayi dan balita mereka untuk imunisasi. Ternyata, kalau para orang berpengaruh ini mau mengajak para orang tua untuk imunisasi, banyak orang tua yang mau menurut lho. Dan mulailah mereka berpikir, “Kapan ya saya bisa gendong anak saya ke tempat imunisasi?”
Lalu timbul pertanyaan lebih lanjut lagi, “Kalau sekarang kita sudah insaf tentang perlunya imunisasi, apakah sudah terlambat untuk vaksinasi susulan?”
Ooh tidak. Masih ada kesempatan!
Imunisasi Kejar untuk Atasi Telat Imunisasi
Sebetulnya, bocah yang vaksinasinya belum lengkap itu masih boleh menyusul lho. Ada istilah bernama imunisasi kejar, di mana anak dibolehkan dapat jatah-jatah vaksinasi yang belum dia peroleh.
Tugas orang tua tinggal bawa buku catatan imunisasinya ke dokter anak atau ke klinik (Puskesmas juga boleh), lalu dokter akan mencatat vaksinasi apa saja yang belum dilakukan pada sang bocah mungil. Terus, anaknya akan dikasih jatah vaksinasinya deh.
Asyiknya lagi, sebentar lagi di bulan Mei 2022 depan, Kementerian Kesehatan mau bikin program imunisasi kejar bernama Bulan Imunisasi Anak Nasional (kita singkat saja sebagai BIAN). Di program ini, semua anak Indonesia yang belum dapat vaksinasi lengkap, boleh dibawa ke Puskesmas untuk minta jatah vaksinasi gratis. Termasuk bocah-bocah yang belum pernah dapet vaksinasi semenjak lahir, boleh minta lho!
Di program BIAN ini, anak-anak yang boleh dapat vaksin adalah anak-anak berumur antara 12 bulan sampai 59 bulan. Vaksinasi yang dilakukan gratis adalah vaksinasi campak rubella. Ini berlaku untuk semua provinsi, kecuali Provinsi Bali dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lha, kalau usianya sudah lebih dari 5 tahun tapi belum diimunisasi campak, bagaimana? Oo, jangan kuatir. Kalau anakmu belum 12 tahun, juga boleh diimunisasi campak rubella, asalkan kamu tinggal di luar Jawa 🙂 Asyik kaan?
Terus timbul lagi pertanyaan, kalau anaknya sudah masuk SMP, dan seumur hidup belum disuntik campak sama sekali, nggak kebagian dong? Bisaaaa..! Sebab, kalau anaknya sudah remaja dan tinggal di Provinsi-provinsi Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, dan Kepulauan Riau, tetap kebagian imunisasi campak asalkan usianya belum melebihi 15 tahun 🙂
Bahkan, sebetulnya BIAN ini nggak cuman bagi-bagi jatah vaksinasi campak rubella aja lho buat balita. Kalau mau imunisasi polio, DPT, hepatitis B, dan Hib, juga boleh. Yang penting, anak yang mau diberi imunisasi lain-lain ini masih berumur balita.
Sebab target program BIAN ini, tiap anak yang berumur antara 1 sampai 5 tahun harus dapat vaksin polio berupa OPV sebanyak 4 kali, vaksin polio berupa IPV sebanyak 1 kali, dan vaksin DPT-Hepatitis B-Hib sebanyak 4 kali. Dan ini berlaku untuk semua provinsi, lagi-lagi kecuali Provinsi Bali dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Untuk pulau Jawa, program BIAN sendiri baru berlaku sejak bulan Agustus 2022. Sabar yaa..
“Imunisasi dasar lengkap saja belum cukup memberikan perlindungan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Karena beberapa antigen memerlukan besar atau pemberian dosis lanjutan pada usia 18 bulan, usia anak sekolah dan usia dewasa. Sehingga sekarang tidak hanya mengejar imunisasi dasar lengkap, tapi juga mengejar imunisasi rutin lengkap.”
dr Prima Yosephine, Plt. Dir. Pengelolaan Imunisasi, Kementerian Kesehatan
Oh ya, acara imunisasi massal ini sebetulnya bukan barang baru lho. Sejak bertahun-tahun lalu, Kementerian Kesehatan rutin bikin vaksinasi massal bernama Pekan Imunisasi Nasional. Jenis vaksin yang diberikan beda-beda, tergantung masalah penyakit yang sedang jadi trend, tapi penyelenggaraannya ya mirip-mirip. Banyak kepala daerah yang juga ikut mendukung pemberian vaksin ini. Anak saya sendiri, selain imunisasi rutin dengan dokternya, juga pernah mengikuti imunisasi nasional seperti imunisasi polio dan imunisasi MR (campak rubella).
Nah, salah satu risiko yang mungkin akan dihadapi para orang tua ketika mengantar imunisasi ini adalah kalau bayinya rewel. Dan anehnya, penyuntikan yang paling sering dikeluhkan efek rewelnya itu ialah imunisasi DPT.
Mengapa Bayi Rewel Setelah Imunisasi DPT?
Saya ingat sekali, bahwa tiap kali Fidel selesai diberi suntikan DPT, dokter anaknya selalu bilang ke saya, “Hari ini di rumah saja ya, jangan pergi-pergi ke mall dahulu.”
Dan saya selalu mbatin, “Siapa juga yang mau ke mall, Dok? Saya mah inginnya tidur.. Capek begadang menyusui bocah..”
Sebetulnya Fidel tidak rewel. Mengingat kelakuannya hanya menyusu, tidur, pup, menyusu, tidur, pup. Jadi saya tidak ambil pusing (dan langsung tidur siang).
Tetapi baru terasa itu ketika Fidel menghadapi jadwal vaksinasi DPT-nya yang terakhir, yaitu ketika umur 5 tahun. Dia rewel sampai berhari-hari karena merasa pahanya pegal!
Belakangan saya baru ingat bahwa molekul vaksin DPT yang masuk ke otot tubuh kita itu cukup besar. Sehingga kalau habis disuntik, ya mungkin saja bagi bocah-bocah tertentu pun jadi pegal.
Kalau anak tidak tahan pegal, dia jadi rewel. Namun, sepegal-pegalnya efek suntikan DPT, pegalnya tidak akan sampai seminggu. Yaa.. orangtuanya memang harus belajar menyabarkan anandanya (dan menyabarkan diri sendiri..).
Terus, risiko yang juga bikin rewel juga adalah..
Kenapa Imunisasi DPT Bikin Anak Panas?
Penyebab yang logis dari demam ini sebetulnya bisa dibaca pada gambar berikut.
Tetapi sebetulnya demam ini tidak akan lama lho. Sebab, tubuh anak akan belajar menerima si kuman lemah sebagai sekutunya untuk melawan kuman aslinya yang kuat nanti.
Pemerintah Indonesia sendiri selalu mencatat kejadian-kejadian demam sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang terjadi akibat vaksinasi apapun, termasuk vaksin DPT. Anak yang mengalami demam pada vaksin DPT, kira-kira antara 30-70% anak. Tetapi pada vaksin-vaksin lainnya, yang mengalami demam tidak sampai 10% anak.
Nah, bicara soal demam, itu sendiri, timbul pertanyaan..
Jika Anak Panas, Apakah Boleh Diimunisasi Kejar?
Sebetulnya sih jangan dahulu. Soalnya, kemungkinan timbul demam sebagai reaksi atas vaksin itu memang ada.
Kalau anak yang sudah demam lebih dahulu dipaksakan buat dilakukan vaksinasi, kita tidak akan bisa membedakan, apakah demam ini sebagai reaksi terhadap vaksinasi, atau karena penyakit lain.
Sebagai contoh, ada orang di daerah terpencil yang baru ketahuan demam justru setelah dilakukan vaksinasi. Setelah diperiksa, ternyata dalam tubuh orang ini ada kuman malaria. Lhaa, berarti meskipun dia tidak divaksin, dia pasti akan tetap demam dong karena malarianya itu.
Kapan Anak Tidak Boleh Diimunisasi?
Sebetulnya selain demam, ada juga kondisi lain yang tidak membolehkan anak imunisasi kejar. Antara lain, karena aslinya dia sudah punya penyakit tertentu yang perlu diobati, dan kebetulan efek obatnya itu menurunkan kekebalan tubuh. Contohnya nih, balita-balita yang kena leukemia, mereka ini wajib diberi obat kemoterapi.
Kejadian seperti ini jarang, dan pasti dokternya sendiri sudah koordinasi dengan orang tua untuk menentukan kapan anak ini boleh dapat imunisasi kejar atau tidak.
Sedangkan dalam konteks musim pandemi gini, anak yang baru kena Covid-19, juga jangan buru-buru dibawa untuk vaksinasi.
Contohnya nih, kalau anandanya baru kena Covid-19 ringan, maka dia baru boleh dilakukan vaksinasi lagi paling cepat sebulan setelah dinyatakan sembuh (oleh dokter, bukan oleh orangtuanya). Sedangkan kalau jenis Covid-19-nya adalah Covid-19 berat, maka dia baru boleh diberi vaksin lagi paling cepat 3 bulan setelah dinyatakan sembuh.
Memang kena Covid-19 itu tidak enak. tetapi anak perlu diberi kesempatan untuk memulihkan badannya dahulu, sebelum dimasukkan kuman (lemah) baru dalam bentuk vaksin.
Teman-teman, imunisasi itu penting, supaya anak-anak kita tidak sampai kena sakit berat, tidak cacat, tidak sampai meninggal. Kalau imunisasinya sampai tidak lengkap, kan kasihan, mereka bisa sakit berat. Apalagi kalau tidak imunisasi sama sekali, berarti kita tidak memberikan hak mereka sebagai anak-anak dong?
Jangan khawatir soal vaksinnya, sebab belum tentu juga ananda bakalan rewel bin demam, toh KIPI pun juga jarang. Anak saya saja dapat vaksin lengkap, mosok anandamu tidak?
Saya Vicky Laurentina, mau mengajak kamu yang baca blog saya: Yuk, kita bawa anak-anak balita kita yang lucu-lucu itu buat imunisasi kejar ke program BIAN bulan depan, supaya jatah imunisasi mereka jadi lengkap dan mereka dilindungi dari penyakit.
Luangkan tanggalmu ya sesudah liburan Lebaran nanti, buat pergi ke Puskesmas atau rumah sakit dekat rumahmu untuk minta vaksin. Telat imunisasi? Yuk, ikutan BIAN saja! 🙂
Vicky Laurentina adalah food blogger, sekaligus dokter dan ibu dari seorang anak. Buka halaman ini, “Tentang Vicky Laurentina” untuk tahu latar belakang Vicky, atau follow Instagram dan Twitter untuk tahu keseharian Vicky.
Menyadari imunisasi ini perlu sekali buat menjaga anak2 dari kemungkinan datangnya penyakit bahaya nanti yaa Mbak. Aku sudah mengasih tau info ini buat kakakku yg sedang punya anak bayi Mbak, biar bisa nanti imunisasi dgn lengkap
Wah, makasih ya sudah dikasih tahu ke kakaknya. Bangsa ini butuh banget anak-anak yang imunisasinya lengkap, biar semua anak bisa jadi masyarakat yang produktif.
Aku bersyukur sekali menyadari ibuku adalah sedikit ibu di pesisir yang menyadari pentingnya imunisasi lengkap untuk anak-anaknya. Sehingga aku dan adik-adikku mendapatkan imunisasi lengkap. Ibu nggak pernah lupa untuk membawa bayinya untuk imunisasi kalau udah waktunya.
Kalau dibandingkan beberapa ibu yang lain. Malah ada yang merasa buat apa imunisasi kalau si bayi malah akan demam dan rewel setelahnya.
Padahal itu adalah reaksi yang wajar. Paling ibu mengompres bekas suntikan bayinya biar mendingan.
Salam hormatku untuk ibumu ya, Yun.
Punya ibu yang mau bertindak mengimunisasi anak-anaknya adalah karunia yang besar sekali.
Bener banget.
Anak saya juga jadi telat imunisasi gegara pandemi. Jatah vaksin yang harusnya diberikan usia 18 bulan, terpaksa baru diberikan di usia 2 tahun.
Nah, jatah imunisasi yang 2 tahun terpaksa harus mundur lagi beberapa bulan karena akhir Januari – awal Februari kami terkena Covid, dan awal bulan ini dia baru keluar opname.
Mudah-mudahan dia gak demam2 lagi & bisa segera terkejar imunisasinya.
Muna, nampaknya anaknya Muna ini termasuk kandidat yang sebaiknya mendaftar masuk program BIAN untuk melakukan imunisasi kejar. Untuk wilayah Surabaya, BIAN akan berlangsung bulan Agustus nanti. Moga-moga saat itu Muna bisa menjangkau Puskesmas terdekat dan anak Muna tidak demam supaya bisa divaksin 🙂
Iy karena pandemi banyak imunisasi anak yg tertunda, ponakan juga gitu karena alasan perawatnya terpapar covid jadi ditunda, eh sampai sekarang malah blm imunisasi. Sekarang alasannya males, padahal penting ya imunisasi utk anak itu
Adeuuh.. kenapa jadi males, nggak mau bawa imunisasi..? Moga-moga karena liburan ini sudah kelar, sekarang kejar imunisasi ya..
Jangan sampai generasi penerus bangsa penyakitan. Pemerintah gencar adain campain imunisasi kejar biar anak makin sehat
Iya, betul sekali, Mpo.
Iya beberapa orang sering abai dengan imunisasi anak-anaknya
Bagi yang berdomisili Jakarta syarat masuk SD harus melampirkan sertifikat vaksin, sehingga mau tidak mau Ibu-Ibu patuh melakukan imunisasi anak
Wah, saya respek banget sama dinas pendidikan DKI Jakarta kalau nyuruh melampirkan sertifikat vaksin begini. Ini tanda bahwa mereka mau penyelenggaraan pendidikan itu dalam situasi aman dari penyakit menular.
Sebagai calon ibu sebentar lagi punya baby jadi aware banget sama pentingnya imunisasi. Untung menemukan artikel ini
Wah, semoga sehat selalu ya sampai persalinan nanti. Boleh lho daftar imunisasi yang saya tulis di atas disimpan 🙂
Memang di masyarakat akar rumput di lapisan paling bawah, kadang lebih suka bikin asumsi sendiri berdasarkan penglihatan di sekitarnya. Ada yang habis vaksin, terus meninggal, eh disangka vaksin menyebabkan kematian.
Selain edukasi seperti ini, pentingnya publik figur / artis sebagai penggerak, itu memang cukup efektif di masyarakat. Tentunya sambil diberikan edukasi, bahwa imunisasi itu memang memiliki banyak manfaat.
Iya, betul, Raja. Makanya saya seneng banget kalau ada artis pamer-pamer habis vaksinasi. Itu lebih baik daripada lihat artis pamer-pamer mobil baru..
Ponakan saya pernah telat imunisasi waktu masih usia 9 bulan. Memang waktu itu dia rewel dan sering sakit. Ternyata ada hubungannya dengan pemberian imunisasi yaa
Waduh, kasihan banget bisa telat begitu. Moga-moga sekarang sudah terkejar imunisasinya ya..
baru tau kalo Rubella juga menyebabkan cacat, kirain cuma polio
Cacat itu paling saya takuti Mbak Vicky.
Kasihan masa depannya, tau sendirilah bangunan campus di Indonesia, masih belum ramah pada penyandang difabel
selain itu stigma masyarakat, duh kejam banget
Ya, Rubella ini memang bisa bikin cacat banget.
Pada bayi kecil, Rubella merusak tulang, sehingga tulangnya tidak sepadat tulang milik bayi normal. Akibatnya tulangnya jadi lemah sekali untuk bisa menopang tubuhnya sendiri.
Rubella juga merusak sel-sel mata, sehingga bayi ini bisa buta.
Rubella juga merusak otak, sehingga efeknya keterbelakangan mental.
Makanya bahaya sekali kalau bayi ini tidak diimunisasi Rubella.
Sebelumnya mau bilang,, selamaatt mbak Vicky, menang lomba blog KEMENKES ini yeaiyy ^^
Pas baca ini saya jadi keinget tahun 2018, tiga hari sebelum berangkat ke Taiwan, Kia harus dapat vitamin A warna biru. Sudah ikut ke puskesmas bareng tetangga tapi Kia ngga dapat (tanpa diberi alasan yg jelas kenapa ngga bole dapat) vitamin tersebut dan dibilang harus datang beberapa minggu lagi. Alhasil diikhlaskan deh ngga dapat..
Sampai di Taiwan, oleh puskesmas sini diberi buku kesehatan anak, dan imunisasinya berbeda jenis dan waktu dapatnya.
Sampai sekarang saya rutin kasih sayur (seringnya wortel). Kalau begini sudah tercukupi belum ya mbak kebutuhan vitamin A nya…
Hai Lisa..
Alasan utama Posyandu/Puskesmas memberikan kapsul vitamin A, adalah karena itu rekomendasi dari Kementerian Kesehatan.
Rekomendasi ini mengacu kepada hasil survei Kementerian bahwa memang banyak orang Indonesia yang mengalami masalah di matanya, yang mana masalah itu sebetulnya bisa dicegah dengan nutrisi vitamin A.
Tentu saja nutrisi vitamin A ini harus dibiasakan sejak kecil (misalnya dalam bentuk daging, ikan, dan wortel).
Tapi dalam kenyataannya, banyak anak Indonesia kekurangan makan bahan-bahan makanan yang mengandung vitamin A ini.
Pemerintah mengatasinya dengan membagikan kapsul vitamin A di instansi-instansi mereka. Pembagian ini nggak setiap saat, tetapi ada jadwalnya. Mungkin waktu Kia ke Puskesmas, bukan pada saat jadwal tersebut.
Kalau Lisa sudah merasa memberikan cukup vitamin A kepada Kia dalam bentuk makanan, sebenarnya nggak butuh suplemen vitamin A khusus lagi. Kita juga belum punya metode kok untuk bisa menilai apakah diri kita sudah cukup vitamin A atau belum. Kita baru tahu bahwa kita ini kekurangan vitamin A justru setelah kita sudah dewasa nanti. Jadi memang metode pengontrolannya nggak ada.
Melihat pentingnya imunisasi dasar lengkap, maka dianjurkan oleh pemerintah untuk gak boleh meninggalkannnya.
Tapi ada lo, kak Vicky.. Organisasi yang mengatakan imunisasi itu haram. Jadi anggota dari organisasi tersebut pun tidak mengijinkan anak-anaknya untuk imunisasi.
Semoga dengan edukasi yang diberikan melalui media tulisan, bisa semakin membuka mata para Ibu untuk melengkapi kesehatan anak dengan imunisasi dasar atau imunisasi wajib.
Ya, pentingnya pendidikan karakter dan ketegasan kementerian agama itu ya di sini. Pendidikan karakter penting supaya orang punya kemampuan mengembangkan logika, sehingga nggak asal percaya-percaya ini haram, itu haram.
Kementerian agama penting supaya organisasi-organisasi sesat nggak sembarangan berkembang, apalagi mengecap ini haram, itu haram. 🙂
Khusus tentang kehalalan vaksin anti Covid di Indonesia sudah dinyatakan oleh fatwa MUI tentang imunisasi.
Aku bersyukur banget dari kecil diberikan imunisasi yang lengkap dan terjaga banget pola makan serta hidupnya sama orang tua. Sampai detik ini pun saya belum pernah sama sekali kena penyakit yang mungkin setiap orang dalam hidupnya itu pernah mengalami, tapi amit-amit banget deh semoga saja tidak terjadi.
Orang tuamu pasti orang yang hebat sekali, Ndri. Memang begitulah seharusnya mereka melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai orang tua 🙂
Imunisasi kejar ini bermanfaat banget untuk mereka yang tertinggal atau kurang lengkap imunisasinya saat kecil dulu ya kak. Semoga semangat masyarakat untuk membawa anaknya imunisasi sama seperti kita. Dan maunya para pemangku kepentingan mengambil langkah tegas utk mereka yang enggan mengimunisasi anaknya. Sama seperti vaksinasi covid19
Iya nih. Minimal yang nggak mau imunisasi baiknya disebut bahwa jaminan kesehatannya nggak valid gitu..
Ulasan super duper lengkap tentang imunisasi anak. Dan iyak, sepakat bener, buku panduan imunisasi sudah sangat komplit buat jadi kontrol jadwal.
Mudah-mudahan buku panduan bisa semakin membantu lebih banyaknya anak-anak Indonesia mendapatkan imunisasi lengkap.
Amien..
Alhamdulillah aku sangat bersyukur ibuku tau akan pentingnya imunisasi untuk buah hatinya. Sehingga waktu saya punya anak pun ibuku yang sangat mengerti dan semangat mengantarkan cucunya untuk imunisasi.
Barakallah.. semoga ibumu sehat selalu ya, En. 🙂
Kita butuh banyak sekali nenek-nenek seperti ibumu
Yang punya anak masih wajib vaksin pastilah diselimuti rasa khawatir selama pandemi. Sayapun sempat worried karena punya beberapa keponakan yang baru menjadi ibu 1 tahun belakangan ini.
Alhamdulillah semoga paket kejar imunisasi ini bisa mereka dapati juga di lingkungan tempat tinggal mereka.
Bisa dibayangkan, Kak Annie. 🙂
Semoga keponakan-keponakannya ikut kebagian BIAN tahun ini ya 🙂
Jadi pengen imunisasiin anak di luar imunisasi dasar yg dia dapet di posyandu nich
Iya 🙂 Dua macam imunisasi pun saya kejar sampai ke dokter swasta buat anak saya 🙂
Yang sedih, kalau orang tua yang tadinya pro imunisasi kemudian beralih jadi anti imunisasi. (Apalagi jadi antinya setelah nonton ceramah ustad -_-) makanya, dulu sempat ada kabar kalau imunisasi lengkap syarat untuk masuk sekolah aku setuju banget. Biar saling melindungi satu sama lain merekanya.
Nah, mungkin karena belum punya anak, aku jadi gak begitu ngeh soal pemberian imunisasi. Dari info grafis yang disampaikan, jadi makin tahu akunya.
Dulu waktu aku belum menikah, kusangka semua anak pasti akan diimunisasi. Karena waktu itu, pengaruh lingkungan membuat para orang tua mengimunisasi anaknya secara rutin, sama seperti mereka mengirim anak mereka ke sekolah TK dan lain sebagainya. Jaman dulu, nggak ada orang yang menyebarkan paham sesat tentang imunisasi :))
Mudah-mudahan setelah membaca ini, Yayan lebih paham bahwa konsekuensi dari punya anak adalah harus menjadwalkannya untuk imunisasi ya 🙂
bener banget, semoga semakin banyak lagi orang tua yang sadar akan pentingnya imunisasi anak
Amien..